SEMARANG – Seorang dosen UGM, Dr Hargo Utomo ditahan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah (Jateng) karena diduga terlibat korupsi pengadaan fiktif kakao atau biji cokelat. Kasus tersebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp 7,4 miliar.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jateng, Lukas Alexander, menyebutkan HU adalah Direktur Pengembangan Usaha dan Inkubasi pada Direktorat Pengembangan Usaha dan Inkubasi UGM.

Dilihat dari situs Direktorat Pengembangan Usaha UGM, jabatan Direktur diemban oleh Dr Hargo Utomo, M.B.A yang menjabat sejak 2012 hingga sekarang.
“Perkara dugaan tindak Pidana Korupsi Pengadaan Biji Kakao antara Pengembangan Usaha dan Inkubasi (PUI) Universitas Gadjah Mada dengan PT Pagilaran untuk Cocoa Teaching dan Learning Industry (CTLI) Universitas Gadjah Mada Tahun 2019,” kata Lukas dikutip Bergelora.com di Semarang, Kamis (14/8)
“Dia dosen,” imbuhnya.
Dijelaskan Lukas, penahanan HU sesuai Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Nomor 03/ M.3/ Fd.2/ 01/ 2025 tanggal 4 Februari 2025 jo Surat Penetapan Tersangka Nomor : B-6617/M.3/Fd.2/08/2025 tanggal 13 Agustus 2025.
“Dilakukan penahanan 20 hari di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Semarang,” ujar Lukas.
Lebih lanjut, Lukas memaparkan, pencairan atas kontrak pengadaan biji kakao diajukan PT. Pagilaran ke PUI CTLI UGM. Adapun dokumen yang digunakan, Lukas menjelaskan, tidak benar pun tidak ada pengiriman biji cokelat ke CTLI UGM
“Selanjutnya tersangka HU selaku Direktur PUI UGM tanpa melakukan pengecekan dokumen biji kakao menyetujui dan memproses Surat Perintah Pembayaran tanggal 23 Desember 2019 terhadap pengajuan pembayaran sejumlah Rp 7,4 miliar atas kontrak pengadaan biji kakao dari PT Pagilaran tersebut,” jelasnya.
Sebelumnya telah ada dua tersangka lain di kasus tersebut. Adapun dua tersangka tersebut yakni RG sebagai mantan Direktur Utama PT Pagilaran dan anak buah HU berinisial HY sebagai Kasubdit Inkubasi PUI UGM.
“Ini adalah tersangka ketiga,” tegasnya.
Dalam kasus ini tersangka Hargo Utomo dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Peran Dalam Kasus Korupsi Rp 7,4 Miliar
Peran Hargo dinilai krusial karena menyetujui pencairan dana kontrak proyek meskipun dokumen tidak benar dan barang tidak pernah diterima.
Lukas Alexander Sinuraya, menjelaskan, kasus ini berawal pada 2019, saat PT Pagilaran mengajukan pencairan dana kontrak pengadaan biji kakao ke PUI CTLI UGM.
“Tanpa melakukan pengecekan terhadap dokumen dan keberadaan barang, tersangka H.U. menyetujui serta memproses Surat Perintah Pembayaran tertanggal 23 Desember 2019 dengan nilai sebesar Rp 7,4 miliar,” ujar Lukas, Kamis (14/8/2025).
Karena dokumen yang diajukan tidak benar, biji kakao yang menjadi objek kontrak pun akhirnya tidak pernah dikirimkan ke CTLI UGM.
Hargo Utomo ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Semarang selama 20 hari, mulai 13 Agustus hingga 1 September 2025, sesuai Surat Perintah Penahanan Nomor PRIN-1190/M.3/Fd.2/08/2025.
“Kami akan terus mengembangkan penyidikan untuk mengungkap keterlibatan pihak lain dan memastikan kerugian negara dapat dipulihkan,” tegas Lukas.
Dirut PT Pagilaran juga Jadi Tersangka
Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Pagilaran berinisial RG juga ditangkap Kejati Jateng. Ia diduga membuat dokumen palsu untuk mencairkan dana senilai Rp 7 miliar dari UGM.
Dalam pelaksanaannya, RG memalsukan sejumlah dokumen seperti nota timbang dan surat pengiriman seolah-olah telah terjadi pembelian biji kakao.
“Asal dana memang dari UGM, tetapi pengelolaan sepenuhnya berada di tangan PT Pagilaran,” kata Lukas di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Jumat (9/5/2025).
Modus RG dinilai rapi karena menggunakan dokumen formal yang lazim dipakai dalam transaksi logistik.
Namun, hasil penyidikan membuktikan tidak ada distribusi barang sebagaimana tercantum di dokumen.
“Pembayaran dilakukan seolah-olah untuk pengadaan biji kakao. Namun setelah kami telusuri, tidak ada aktivitas distribusi barang sama sekali,” ungkap Lukas.
RG diduga menjadi tokoh sentral dalam pembuatan dan pengaturan dokumen fiktif tersebut. Akibatnya, negara mengalami kerugian hingga Rp7 miliar.
Hingga kini, penyidikan masih berjalan dan lebih dari 20 saksi telah diperiksa.
“Kami masih mendalami peran-peran lain. Siapa pun yang terbukti terlibat berdasarkan alat bukti yang sah, akan kami proses sesuai hukum,” tegas Lukas. (Prijo Wasono)