JAKARTA- Tim Nasional Indonesia tersingkir pada fase sistem gugur babak 16 besar Piala Asia yang berlangsung di Qatar.
Pasukan ditukangi Pelatih level dunia, Shin Tae Yong atau biasa disapa STY, pada babak 16 dibantai Australia dengan skor telak 0-4 hari Minggu lalu (28/1/2024).
Dari segi target yang dicanangkan Sang Arsitek kepada Pengurus PSSI memang tercapai meskipun melangkah ke babak 16 hanya karena faktor keberuntungan semata menyusul tim yang bertanding di grup lain fase penyisihan bermain imbang 1-1, sehingga menempatkan Timnas Indonesia diurutan 3 terbaik, dan meraih satu tiket ke babak 16 penyisihan Piala Asia.
Ketika dibantai tim tangguh Australia, Pelatih asal Korea Shin Tae Yong menurunkan tim dengan kekuatan penuh. Materi pemain masuk starting eleven pun menjadi luput dari perhatian. Betapa tidak, STY menurunkan tujuh pemain naturalisasi asal Belanda. Menyisakan empat pemain produk lokal yakni, Kiper, Ernando, Asnawi Mangkualam (bek kanan), Yakob Sayuri, Marselino Ferdinan ( lini tengah).
Sepertinya demi mengejar kemenangan, STY mengorbankan atau memarkir dua pemain lokal yang tangguh dalam bertahan maupun mendukung serangan, Rizky Ridho dan Pratama Arhan.
Maka tidaklah keliru jika Timnas Indonesia ketika menghadapi Australia disebut Timnas Indonesia Rasa “Orange”. Ketujuh pemain naturalisasi atau pemain keturunan asal Belanda ini menjadi semacam kerangka tim itu adalah Sandy Walsh, Jordi Amat, Elkan Baggot, Shayne Pattynama (belakang), Ivar Jenner, Justin Hubner (tengah) dan Rafael Struick (depan).
Dari segi penampilan, pemain-pemain keturunanan Negeri Kincir Angin ini memang tidak mengecewakan. Baik dari segi semangat, motivasi, tehnik dalam menjalankan taktik dan strategi permainan di lapangan yang diinginkan Pelatih dijalankan dengan penuh disiplin. Mungkin pemain-pemain naturalisasi ini membutuhkan kebersamaan secara tim sehingga bisa menjadi tim yang tangguh dan solid ke depannya.
Secara tim, mereka punya prospek di timnas karena rata-rata masih berusia muda sekitar 20-an tahun lebih. Bukan tidak mungkin jika tim ini dibina secara bersama dan berkelanjutan serta konsisten dari Pengurus PSSI untuk tidak gonta ganti pelatih, timnas kita berprestasi dan bakal disegani oleh tim lain minimal di Asia Tenggara. Tinggal bagaimana memolesnya saja.
Ini harapan masyarakat sepakbola nasional.
Dan satu lagi harapan kepada Pengurus PSSI, berhentilah menaturalisasi pemain keturunan. Rasanya sudah cukup jangan sampai kebablasan dan keasyikan sehingga Pengurus PSSI abai membina pemain-pemain muda di dalam negeri.
Lakukanlah pembinaan pemain berjenjang dan berkesinambungan. Harus sabar dalam pembinaan pemain usia muda. Banyak kok pemain kita berpotensi dan mumpuni jika dibina secara serius.
Jangan bermimpi mendapatkan prestasi timnas dengan cara instan, tapi lakukanlah pembinaan pemain-pemain muda berjenjang dan berkelanjutan secara serius. Dan tentu kuncinya adalah semua pihak yang terlibat dalam pembinaan sepakbola nasional harus sabar dan fokus. Serta tidak sekedar dijadikan alat pencitraan semata oleh Pengurus PSSI. (Eddy Lahengko)