Tidak banyak aktivis perempuan yang menyoroti nasib perempuan dan anak di Afganistan pasca kemenangan Taliban terakhir. Maria Pakpahan seorang aktifis perempuan Indonesia menyorotinya dari Skotlandia untuk pembaca Bergelora.com. Ini tulisan bagian pertamanya.(Redaksi)
Oleh: Maria Pakpahan
FAWZIA KOOFI, seorang perempuan Afganistan yang sebelumnya pernah menjabat sebagai speaker of Parliament di Afganistan sebelum Taliban mengambil alih.
Dalam wawancaranya dengan TV Al Jazeera 5 September lalu bersaksi bagaimana ia harus mengambil keputusan yang tidak diingininya, melarikan diri keluar dari Afganistan setelah dirinya sempat menjadi tahanan rumah.
Dalam kesempatan tersebut Fawzia sekaligus mengingatkan agar mereka yang masih di dalam Afganistan tidak menyerah dan dirinya akan kembali. Pemerintahan care taker Taliban sendiri sudah mengumumkan kabinet pemerintahannya dan memang tidak ada sosok perempuan satupun. Bahkan mayoritas nama-nama yang menjabat di pemerintahan Taliban saat ini semua masuk daftar hitam FBI!

Di dalam kota Kabul sendiri sudah bisa dilihat bagaimana mural, poster-poster yang
memuat wajah perempuan dicorat-coret, dipotong, dihilangkan wajah tersebut.
Poster saja hilang apalagi manusia aslinya dan memang sudah tercatat kejadian-kejadian yang sesungguhnya. Masyarakat Internasional patut dan wajib mempertanyakan janji-janji Taliban yang akan menerapkan masyarakat yang aman, adil….Adil seperti apa Maksudnya bagaimana?
Karena masyarakat dunia, apalagi rakyat Afganistan masih merekam ingatan kekejian,
kebrutalan Taliban seperti ”perempuan yang dibakar hidup-hidup karena masakannya buruk dan tidak enak“ (Sumber WION TV)
Perempuan-perempuan pemberani di dalam Afganistan sudah melakukan protes dan
turun ke jalan beberapa hari terakhir ini di Kabul dan di wilayah Timur Laut Afganistan, wilayah Badakshan. Tidak banyak memang tetapi ada dan poster yang diusung para perempuan-perempuan “Mengapa dunia dengan diam dan keji menonton kami? ( Why the world watching
us silently and cruely?)”
Para perempuan-perempuan pemberani Afganistan ini kemudian dipukuli oleh tentara Taliban dan dunia diam. Demonstrasi ini dibubarkan setelah para perempuan -perempuan ini dipukuli dan diancam popor senjata. Dua orang jurnalis juga sudah dipukuli oleh Taliban.
Fakta-fakta di lapangan ini tidak kemudian membuat negara-negara adidaya seperti RRC misalnya yang justru kemudian menjanjikan bantuan 31 juta U$.
Uni Eropa sekedar mengingatkan bagaimana Taliban dalam pemerintahannya harus inclusive dan representative dan hal ini jelas tidak dilakukan karena dari 10 orang di dalam pemerinathan Taliban saat ini, tidak ada satupun perempuan di struktur
pemerinathan. Pendek kata, ini jelas ekslusive laki-laki dan tidak ada representative perempuan.
Selain diskriminasi terhadap perempuan yang sangat jelas, masalah besar yang juga
dihadapi pemerintahan Taliban adalah counter insurgency yang akan bahkan sudah terjadi dari pihak ISIL- Korasan ( ISIL -K) bagian dari ISIL/DAESH cabang Afganistan yang jelas lebih brutal dan konservatif.
Dalam salah satu forum di mana para perempuan Afganistan baik yang di luar Afganistan maupun masih bertahan di dalam Afganistan dan diwawancara oleh station TV India, mereka semua bisa dikatakan tidak mempercayai Taliban. Kemudian keraguan ini terbukti karena ketika pemerintahan Taliban terbentuk, walaupun sifatnya sementara atau care taker, tetapi kembali perempuan-perempuan Afganistan tidak ada sama sekali.
Bisa disimpulkan bahwa pemerinathan yang adil, negeri yang adil yang digaungkan kaum Taliban semata lips service.
Salah satu aktivis kawakan perempuan Afganistan Mahboud Baseraj dalam diskusi
forum online mengatakan kali ini dirinya tidak keluar dari Afganistan karena dirinya ingin
menyaksikan, melihat apa yang akan dilakukan Afganistan .
“What they really want, make it possible to see who are the Taliban, what’s Taliban do, what they keep. We need our government, we need our bank to open, we need our airport to function, girls need to be educated, if really needed we can put curtain so the girls can listen to the teachers. We do not have many teachers anyhow to be spread around ( my interpretation ..she was refering to split the girls and boys in seperate class room).How can in a mosque women can stand behind men in the prayers are allowed…why not in education then ?” (Bersambung).