BANDAR LAMPUNG – Pemerintah Provinsi Lampung tidak boleh menahan hak dari masing-masing kabupaten/kota untuk mencairkan dana bagi hasil (DBH) pajak kendaraan bermotor (PKB).
Pengamat Kebijakan Publik Dedy Hermawan mengatakan ketika memang itu (pembayaran DBH, ed) telah memiliki aturan yang jelas harus dibayarkan.
“Kalau gak salah itu (DBH-ed) haknya. Wajib dibayarkan, secara mandat dari regulasinya Pemprov harus memberikan dana bagi hasil. Kan dana anggaran itu ada. Gak boleh ada penundaan,” ungkap dia saat dihubungi Sabtu (10/2).
Kalau itu sudah penundaan dalam pembayarannya, lanjut dia, kendalanya apa.
“Kabupaten/kota berhak untuk mempertanyakan kenapa gak dicairkan. Kendalanya dimana. Makanya semestinya kalau sudah kewajiban tidak usah ditagih dan harus dibayarkan. Kalau kita kan konteks NKRI tapi otonomi daerah kan harus sesuai aturannya,” ujarnya.
Menurutnya, aturan yang tertuang dalam pembagian dan pencairan DBH juga harus disampaikan seperti apa bila tertunda pembayarannya.
“Ya kalau kemudian memang menganut pasal dalam regulasinya. Apa konsekuensinya kalau pemprov tidak bayar. Kalau secara regulasi mandatnya jelas, provinsi wajib membayarkan. Kalau tidak dibayarkan pemerintah kabupaten/kota untuk mempertanyakan,” tuturnya.
Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Universitas Lampung ini menerangkan jangan sampai kepala daerah (Gubernur, ed) selaku pimpinan hanya mementingkan ego institusi.
“Pemerintahan daerah ini tidak bisa dilaksanakan dengan ego institusional. Harus dilakukan dengan kerjasama dan sinergi. Kalau kepala daerah itu berkoordinasi lah ya. Harus taat pada perundangan-undangan,” tegasnya.
Dia menambahkan pemerintah kabupaten/kota juga harus pro aktif dan mempertanyakannya.
“Solusinya apa? Pemprov juga harus mematuhi aturan agar tercipta good governance,” tutupnya.
Kepada Bergelora.com dilaporkan, Pemerintah Provinsi Lampung masih memiliki tunggakan dalam pencairan DBH yang menjadi hak Pemerintah Kota Bandar Lampung sekitar Rp150 miliar. Sebelumnya, Trisno menjelaskan untuk dana bagi hasil (DBH) berdasarkan penyampaian Bakeuda Lampung yang akan dibayarkan sebesar Rp53 miliar.
“Baru Rp53 miliar yang dibayarkan itu dari triwulan III dan IV tahun 2016 dan triwulan pertama tahun 2017. Rincian per triwulan sekitar Rp18 miliar,” terangnya.
Untuk besaran DBH sendiri, lanjut Trisno, menjadi kewenangan Pemprov Lampung karena mereka yang membagikan dan aturan juga ada.
“Kita tidak tahu seperti apa itungan DBHnya. Tapi ini sudah jadi pelanggaran karena arahan dan saran tidak dijalankan (pemprov, ed),” imbuhnya.
Dia juga menyesalkan kenapa hanya pemerintah Kota Bandar Lampung yang belum dibayarkan.
“Kenapa cuma Pemkot saja apa ada upaya diskriminasi,” jelasnya. (Salimah)