JAKARTA – Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) BPBD Jakarta, Mohamad Yohan, menyampaikan bahwa Jakarta berpotensi merasakan guncangan kuat yang dapat mengancam infrastruktur bangunan jika terjadi gempa megathrust.
“Jika terjadi gempa besar dari zona megathrust, Jakarta bisa merasakan guncangan kuat yang mengancam infrastruktur bangunan, khususnya bangunan yang tidak memenuhi standar tahan gempa,” ujar Yohan di Balai Kota Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (18/9/2024).
Yohan menjelaskan bahwa meskipun Jakarta tidak berada tepat di atas zona megathrust, posisinya yang dekat dengan patahan selatan Jawa masih membuat potensi guncangan terasa.
“Kondisi tanah di Jakarta, yang banyak terdiri dari tanah aluvial dan bekas lahan rawa, memperparah dampak guncangan,” ujarnya.
Tanah yang lunak dan bekas lahan rawa di Jakarta dapat meningkatkan risiko likuifaksi, yaitu pencairan tanah akibat getaran gempa.
“Tanah lunak ini lebih mudah mengalami likuifaksi, yang bisa menambah kerusakan,” imbuhnya.
Yohan menambahkan bahwa wilayah di Indonesia yang paling terasa dampak megathrust adalah zona subduksi di sepanjang pantai barat Sumatera hingga selatan Jawa.
“Pusat gempa dari zona megathrust itu sendiri terletak di sepanjang pantai barat Sumatera dan selatan Jawa, tapi Jakarta rentan terkena dampak sekunder dari gempa besar yang dihasilkan oleh zona megathrust,” ucapnya.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah menyoroti dua wilayah yang berpotensi mengalami gempa megathrust, yaitu Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.
Zona megathrust segmen Selat Sunda mencakup sebagian wilayah selatan Jawa-Bali, sementara zona megathrust Mentawai-Siberut terletak di barat Sumatera. Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyatakan bahwa gempa megathrust di kedua zona tersebut hanya tinggal menunggu waktu.
“Para ahli menduga, kedua zona megathrust tersebut merupakan zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang sudah berlangsung selama ratusan tahun,” ujarnya. (Calvin G. Eben-Haezer)