YOGYAKARTA – Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diguncang gempa pada Rabu (12/11/2024) dini hari. Hal ini ramai diperbincangkan oleh warganet di sosial media X. Menurut hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa ini berkekuatan M 3,4 dan terjadi pukul 03.44 WIB.
Kepala Bidang Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono menyebut titik pusat atau episenter gempa terletak di darat pada jarak 16 km arah Tenggara Bantul, DIY dengan kedalaman 13 Km.
“Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi dangkal akibat aktivitas sesar aktif di Zona Sesar Opak,” tulis Daryono dalam keterangan resminya, Rabu (12/11/2024).
Ini bukan pertama kalinya Sesar Opak bertanggung jawab atas gempa yang dirasakan warga Yogyakarta dan sekitarnya.
Daryono menjelaskan, mekanisme gempa akibat Sesar Opak umumnya rumit dan melibatkan sesar geser miring ke kiri.
“Gempa Bantul M 3,4 yang terjadi pagi ini mekanismenya juga agak aneh yaitu geser miring ke kanan,” ungkap Daryono.
Sesar Opak Sejak Lama Diamati BMKG
Sebelum terjadinya gempa dini hari tadi, sebenarnya Sesar Opak sudah kerap menjadi obyek pengamatan oleh BMKG. Pada tahun 2022 misalnya, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam keterangan resminya menyebut sedang melakukan survei dan kajian geologi di enam titik jalur Sesar Opak. Survei tersebut dilakukan untuk mengidentifikasi struktur geologi yang tampak dipermukaan sebagai bagian dari proses validasi hasil pengolahan data seismik yang dilakukan oleh tim BMKG. Prosesnya pun melibatkan dua pakar geologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Ir Subagyo Pramumijoyo, DEA, serta Ir Gayatri Indah Marliyani, S.T., M.Sc., Ph.D.
“Hasil survei ini menjadi pijakan untuk mengenali lebih detil Sesar Opak dan mengantisipasi dampak dan kemungkinan yang timbul dari sesar ini. Mengingat sesar ini berkategori sangat aktif,” jelas Dwikorita.
Sesar Opak Memiliki Magnitudo Tertarget M 6,6
Di kesempatan yang berbeda, Dwikorita juga menjelaskan mengenai potensi bencana besar dari Sesar Opak. Dia menyebut bahwa Sesar Opak memiliki magnitudo tertarget M 6,6 karena hingga kini patahan tersebut masih terus aktif.
“Sesar Opak merupakan sumber gempa yang jalurnya terletak di daratan ini memang aktif dan belum berhenti aktivitasnya,” ujar Dwikorita dalam siaran persnya usai pembukaan ASEAN Regional Disaster Emergency Response Simulation Exercise (ARDEX) 2023 di Royal Ambarrukmo, Kabupaten Sleman, DIY.
Dalam kesempatan tersebut, Dwikorita mengingatkan pentingnya pelatihan dan upaya mitigasi gempa di sepanjang kawasan Sesar Opak.
Dalam wawancara dengan BBC Indonesia, ahli geologi dari Universitas Gadjah Mada Wahyu Wilopo mengatakan gempa seperti pada 2006 lalu “kemungkinan pasti” akan terjadi lagi. Namun, kapan terjadinya, itu yang tidak bisa diketahui.
Wahyu mengatakan daerah yang berada di sepanjang Sesar Opak—mulai dari wilayah Kretek di Kabupaten Bantul, sampai dengan Prambanan di Kabupaten Sleman dan sekitarnya—berisiko mengalami “guncangan yang cukup tinggi akibat gempa”.
Lokasi Sesar Opak
Sesar Opak sendiri merupakan patahan yang berada di sekitar aliran Sungai Opak, DIY. Jalur patahan sesar Opak mencapai 45 km di sepanjang aliran sungai tersebut.
Untuk diketahui, hulu Sungai Opak adalah lereng Gunung Merapi. Sungai ini mengalir ke selatan dan bermuara langsung ke Samudera Hindia di Pantai Parangtritis, Bantul.
Dikutip dari laman Geopark Jogja Pemerintah Provinsi DIY, struktur geologi di wilayah Sungai Opak adalah sesar geser dan sesar normal.
Sejarah Gempa Akibat Sesar Opak
Gempa akibat pergerakan Sesar Opak pernah menjadi salah satu bencana alam yang menarik perhatian dunia. Pasalnya, gempa pada 27 Mei 2006 silam memiliki kekuatan M 5,9 menewaskan lebih dari 6.000 orang di Yogyakarta dan sekitarnya.
Gempa lain yang berkekuatan cukup besar akibat Sesar Opak terjadi pada 30 Juni 2023.
Analisis BMKG menunjukkan guncangan tahun 2023 itu berkekuatan M 6,0. Meski memiliki magnitudo cukup besar, gempa ini hanya menyebabkan kerusakan ringan.
Dwikorita sempat menyebut hal ini berkat antisipasi struktur bangunan yang cukup baik di daerah Bantul.
Pentingnya Mitigasi Untuk Potensi Gempa Sesar Opak
Dalam laporan Kompas.com tertanggal 3 Juli 2017, pakar gempa bumi Indonesia, Danny Hilman Natawidjaja menyebut bahwa gempa Yogyakarta tahun 2006 sangat merusak karena sesar yang aktif berada di kawasa pemukiman penduduk.
“Di Yogyakarta, karakteristik tanahnya juga merupakan endapan vulkanik yang rapuh sehingga mengamplifikasi gempa. Ditambah dengan bangunan di Yogyakarta yang sangat buruk saat itu maka wajar kalau gempa saat itu sangat merusak,” ungkap Danny.
Karena alasan tersebut, Danny menghimbau pemerintah lebih serius memetakan dengan rinci sumber-sumber kegempaan.
Dia berkata bahwa pemetaan sesar daratan perlu dilakukan dengan tujuan agar pemerintah daerah memiliki dasar untuk merencanakan tata ruang dengan memperhitungkan risiko gempa.
Sedangkan untuk penduduk yang sudah terlanjur tinggal di sekitar sesar aktif juga perlu diberikan edukasi agar siap menghadapi gempa yang sewaktu-waktu terjadi.
Pendapat ini juga disampaikan oleh Dwikorita pada tahun 2023. Dwikorita merekomendasikan pemerintah daerah untuk menetapkan standar bangunan aman gempa agar dijadikan syarat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari pada Agustus 2023 mengatakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mitigasi bencana adalah dengan membangun desa tangguh bencana.
Dia menyebut bahwa konsep desa tanguh bencana adalah dengan memperkuat kapasitas desa, mulai dari infrastruktur sampai masyarakatnya, untuk menghadapi potensi bencana di wilayahnya. Termasuk di dalamnya memperkuat pengetahuan warga.
“Intervensi ini bukan one hit program tapi menerus, jadi itu masuk dalam program-program desanya. Kemudian masyarakat desanya itu juga bisa menggunakan dana desa untuk mitigasi, bisa membangun prasarana-prasarana untuk mitigasi bencana dengan dana desa dan sumber daya yang ada di desa itu. Ini yang bisa menjamin keberlanjutannya,” kata Abdul Muhari kepada BBC News Indonesia, Jumat (04/08/2023).
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, menurut data 2023, di Yogyakarta sendiri sudah ada 300 lebih desa tangguh bencana, dari target 430 desa. (Andreas Nur)