JAKARTA- Ketua Guru Belajar Foundation Bukik Setiawan menilai sistem tanpa jurusan di SMA sudah sesuai dengan kebutuhan siswa di masa kini dan masa depan untuk masuk ke dunia profesional. Hal ini dikatakan Bukik merespons rencana dikembalikannya penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
“Dalam situasi ketika anak-anak kita sedang membangun arah belajarnya sendiri, kebijakan ini justru mengancam untuk menarik mereka kembali ke sistem lama yang telah lama dikritik karena tidak relevan dengan tantangan masa kini,” kata Bukik dikutip dari keterangan tertulis Jumat (25/4/2025).
Bukik juga menyoroti potensi hilangnya kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan karena perubahan kebijakan tanpa kajian menyeluruh.
Berharap sistem penjurusan di SMA dibatalkan Terlebih sistem penjurusan sebelumnya telah meninggalkan jejak luka kolektif akibat ketimpangan perlakukan antar-jurusan.
“Lakukan evaluasi berbasis bukti terhadap pelaksanaan sistem pemilihan mata pelajaran dan perkuat komponen pendukungnya. Seperti asesmen minat dan bakat, pendampingan karier, dan pelatihan guru,” ujarnya.
Respon keberatan juga disampaikan dari guru dan sekolah yang berhadapan langsung dengan murid. Di antaranya guru BK dan wakil Kepala Seksi (Wakasek) Kesiswaan SMA Santa Maria 1 Kota Bandung, Cicilia dan guru BK dan Wakasek kurikulum SMA Ignatius Slamet Riyadi Residen, Karawang, Hastari.
Mereka berada di bawah naungan Yayasan Salib Suci (YSS) menilai sistem tanpa jurusan sangat menyiapkan murid untuk lanjut ke perguruan tinggi dan dunia profesional kelak. Cicilia dan Hastari pun berharap kebijakan kembalinya sistem penjurusan di SMA dibatalkan.
“Anak-anak yang masuk ke kelas yang mereka minati, mereka memilih karena kesadaran sesuai rencana studi mereka. Meskipun tidak semua anak cemerlang di mapel tersebut tapi punya kemauan untuk belajar,” ujar Hapsari.
Menurut Hapsari, ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk menyiapkan murid agar dapat memilih mata pelajaran yang tepat. Salah satunya mengajak murid memahami regulasi yang ada.
Hapsari menjelaskan, setiap murid di sekolahnya pasti paham soal Peraturan Menteri Nomor 345/M/2022 mengenai Mata Pelajaran Pendukung Program Studi dalam Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi.
Dalam peraturan tersebut, tercantum lengkap mata pelajaran pendukung yang perlu diambil murid sesuai dengan program studi yang ingin diambil di tingkat perguruan tinggi.
“Ketentuan itu hanya untuk yang daftar PTN non-tes. Tapi saya mengajak murid, baik yang mau masuk PTN jalur tes, swasta, atau luar negeri, semua harus paham. Dari situ murid jadi paham kompetensi dasar apa yang perlu mereka miliki. Jadi kami menjamin, nggak ada anak kami yang nggak belajar biologi dan atau kimia lalu mendaftar Fakultas Kedokteran,” beber dia.
Meski demikian, Hastari mengaku sebenarnya cukup kewalahan mengatur jadwal kelas dengan sistem ini. Namun, semua terbayarkan karena murid lebih menikmati proses belajarnya.
Sama dengan Hastari, Cicilia mengatakan, banyak kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan persiapan anak mengenal minat dan bakatnya.
Menurut Cicilia, proses untuk sampai murid mengenal minat dan bakatnya tidak bisa dilakukan dalam satu atau dua kali kegiatan melainkan berkelanjutan.
Cicilia mengatakan, butuh komitmen yang kuat dari guru untuk mendampingi murid.
“Memakan waktu, tenaga dan pikiran tapi itu resiko kami. Pendampingan enggak berhenti ketika mereka sudah memilih mata pelajaran tertentu tapi berkelanjutan sampai murid lulus dan kuliah,” jelas Cicilia.
Prabowo Minta Dikaji Ulang
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengatakan, Presiden Prabowo Subianto meminta agar pengembalian jurusan IPA, IPS, dan Bahasa dikaji ulang. Hal itu diungkapkan Mu’ti usai rapat tertutup dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2025).
Dalam rapat itu, kata Mu’ti, Komisi X juga sempat menanyakan soal kelanjutan kembalinya pengadaan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa ke SMA.
“DPR menanyakan tentang rencana kami laksanakan penjurusan, tapi kami sampaikan bahwa soal penjurusan ini, kami mendapatkan arahan Bapak Presiden dan Pak Seskab agar dikaji lebih mendalam,” kata Mu’ti.
Mendikdasmen akan berkoordinasi dengan Menko PMK Selain itu, lanjut Mu’ti, terkait penjurusan di SMA Presiden Prabowo juga memintanya untuk berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno dalam beberapa hari ke depan. Nantinya hasil koordinasi terkait pengadaan kembali penjurusan di tingkat SMA tersebut akan disampaikan langsung ke Presiden Prabowo Subianto.
“InsyaAllah dalam waktu beberapa hari ke depan kita akan bicara dengan Menko PMK dan hasilnya bagaimana, kami sampaikan kepada Pak Presiden,” ujarnya. Rencana diterapkan lagi penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA di SMA menimbulkan polemik di masyarakat termasuk para aliansi guru.
Perhimpunan Guru dan Pendidikan (P2G) misalnya, mereka menilai penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa tidak relevan diadakan jika hanya didasarkan dengan pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA). Menurut P2G tanpa penjurusan itu siswa masih tetap bisa ikut TKA meski menggunakan sistem peminatan seperti saat ini.
“Kalau sudah ada TKA ya sebenarnya penjurusan udah enggak relevan lagi secara otomatis,” kata Koordinator Nasional (Koornas) P2G Satriwan Salim, Sabtu (12/4/2025).
Satriwan menjelaskan, jika siswa ingin ikut TKA, bisa melakukan peminatan pada kelas 11.
Lalu, saat ingin ikut TKA tinggal memilih mata pelajaran yang sesuai dengan peminatan di perguruan tinggi. Oleh karena itu, Satriwan merasa tidak perlu lagi penjurusan di SMA diadakan.
“Anak kelas 9 misal ambil pilihan mapel dengan formula Kurikulum Merdeka hingga saat ini Biologi, Kimia, Bahasa Inggris, Sosiologi. Dia ingin ambil jurusan Kedokteran. Ya pada saat TKA mapel pilihan yang diteskan Biologi dan Kimia, sudah pasti itu,” terang dia.
Kendati demikian, jika penjurusan kembali diterapkan Satriwan menilai guru tidak akan kesulitan melakukan implementasinya karena sudah lunya pengalaman penerapan sebelumnya.
Namun, Satriwan menyayangkan perubahan kebijakan dari awalnya tidak ada penjurusan lalu kembali diadakan kembali menunjukkan pemerintah tidak konsisten. Serta memilih mengganti kebijakan dengan kebijakan lain yang memiliki esensi sama.
“P2G melihat ini adalah bentuk diskontinuitas dalam implementasi kebijakan pendidikan nasional ya. Jadi memang ada kesannya gitu ya pendidikan kita ini kebijakannya itu, maju mundur, maju mundur persoalannya masih hal yang sama. Padahal secara substansi masih sama gitu kan ya atau ganti program padahal secara esensi juga masih sama dengan yang sebelumnya,” tuturnya.
Satriwan menilai, seharusnya pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah harus membuat kebijakan pendidikan sesuai dengan peta jalan pendidikan Indonesia 2025-2045.
Rektor UI: Penjurusan Mudahkan Mahasiswa Belajar di Kampus
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sementara itu, Rektor Universitas Indonesia (UI), Heri Hermansyah menanggapi wacana kembalinya penjurusan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurutnya, penjurusan di SMA memudahkan mahasiswa untuk belajar sesuai dengan program studi yang dipilih di perguruan tinggi. Hal itu disampai Heri dalam konferensi pers UTBK SNBT 2025 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Depok, Jawa Barat pada Rabu (23/4/2025) pagi lalu.
“Tentunya pada saat masuk ke universitas akan memudahkan bagi si mahasiswa apabila dia saat SMA sudah terekspos dengan apa keilmuan yang mulai menjurus ke program studi yang dimiliki. Misalnya contoh ya, mereka yang akan masuk ke sains teknologi, misalnya ke kimia, ke kimia misalnya. Saat dia SMA dia belajar kimia juga ya,” ujar Heri.
Heri mengatakan, siswa yang sudah belajar sesuai dengan program studi yang dipilih seperti kimia, akan tinggal melanjutkan pembelajarannya. Namun, jika siswa tersebut sama sekali belum pernah belajar kimia, proses adaptasi perlu dilakukan lebih keras.
“Tetapi ada bidang-bidang keilmuan yang memang tadi itu bisa menerima dengan berbagai latar belakang. Karena tadi tidak dipersalahkan ada permasalahan yang spesifik kan. Nah, jadi dengan nanti kalau jadi kembali ke penjurusan IPA, IPS ya, itu akan memudahkan korelasi dengan bidang yang dituju,” kata Heri.
Ia menambahkan, peminatan siswa akan membuat peminatan perguruan tinggi lebih relevan dan lebih fokus dalam belajar. Namun, kuliah dengan latar belakang yang berbeda juga memungkinkan.
“Karena SMA itu walau bagaimana masih terapin general. Membutuhkan yang lebih spesifik lagi sesuai dengan bidang terkait. Nah, sebagai universitas intinya domain apa yang dilakukan di SMA gitu ya, kita tidak ingin campur di situ,” pungkas Heri.
Ia menegaskan, ilmu pengetahuan yang ditempuh mahasiswa merupakan tanggung jawab perguruan tinggi. Kampus, lanjutnya, bertugas untuk membina dan mencerdaskan para mahasiswa sesuai dengan bidang keilmuan yang dipilih sehingga bisa menghasilkan sarjana-sarjana yang relevan dengan kebutuhan pembangunan. “Dan disitu lah Universitas untuk menyesuaikan mahasiswa-mahasiswa terbaik yang masuk ke universitas untuk kemudian diberikan pendidikan dan kemudian di-link and match-kan dengan kebutuhan pada saat mereka bekerja nanti di dunia usaha dan dunia industri di bidang apapun,” tambah Heri. (Calvin G. Eben-Haezer)