JAKARTA- Setelah ditinggal Amerika Serikat dalam perang di Ukraina, Sekretaris Jenderal (Sekjen) NATO Mark Rutte cari peluang untuk normalisasi hubungan dengan Rusia. Menurutnya, pemulihan hubungan bisa terjadi setelah perang Rusia-Ukraina berakhir.
“Wajar jika perang berhenti bagi Eropa, selangkah demi selangkah, dan juga bagi AS, selangkah demi selangkah, memulihkan hubungan normal dengan Rusia,” kata Rutte dalam wawancara dengan Bloomberg.
Namun, bos aliansi tersebut menambahkan bahwa NATO harus terus menekan Moskow untuk memastikan mereka terlibat serius dalam negosiasi gencatan senjata yang sedang berlangsung dengan Ukraina.
“Kita sama sekali belum sampai di sana,” katanya, mengacu pada normalisasi hubungan apa pun dengan Rusia.
“Itulah sebabnya kita memiliki sanksi. Jangan naif tentang Rusia. Namun dalam jangka panjang, Rusia ada di sana, dan Rusia tidak akan pergi,” ujarnya, yang dilansir Politico, Minggu (16/3/2025).
Pernyataan Rutte muncul sehari setelah dia bertemu dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih, tempat keduanya membahas rencana AS untuk gencatan senjata di Ukraina, lebih dari tiga tahun sejak Rusia melancarkan invasi skala penuh.
Mantan perdana menteri Belanda tersebut menolak berkomentar tentang kelayakan rencana gencatan senjata 30 hari, tetapi menyebutnya sebagai “rencana yang sangat cerdas” dan mengatakan dia “senang” dengan perkembangannya.
“Pemerintahan Trump, presiden sendiri, memecahkan kebuntuan dalam perang ini karena dia mulai terlibat dengan Rusia. Saya pikir itu positif bagi Ukraina,” ujarnya.
“Pemerintah AS sekarang sedang berdialog dengan Rusia untuk melihat posisi mereka dalam hal ini, dan ini akan menjadi pendekatan langkah demi langkah. Namun ini benar-benar berkembang selama beberapa jam dan hari ke depan, jadi sangat sulit untuk memprediksi kapan itu akan terjadi,” katanya.
Menurut Rutte, meskipun ada banyak cara untuk memberikan jaminan keamanan bagi Ukraina, akan sulit bagi NATO untuk terlibat.
Dia mengatakan percakapannya di Oval Office dengan Trump sangat positif. Dia mengaku merasakan komitmen yang sangat jelas dari Trump terhadap NATO.
Putin Perintahkan Rebut Sisa Wilayah Kursk
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Presiden Rusia Vladimir Putin mengenakan seragam militer dalam kunjungan mendadak ke wilayah Kursk di barat Rusia untuk menemui pasukan militer di sana, Rabu (12/3). Dalam kunjungan itu, dia meminta pasukan untuk maju secepat kilat dan segera merebut kembali sisa wilayah itu dari pasukan Ukraina.
Kunjungan ini dilakukan Putin setelah Washington memintanya untuk mempertimbangkan usulan gencatan senjata 30 hari yang didukung Ukraina. Selain itu lawatan dilakukan usai pasukan Rusia merebut sebagian wilayah di Kursk yang memaksa pasukan Ukraina mundur dan menyerahkan kendali atas atas kota Sudzha.
Pada 6 Agustus 2024, Ukraina membuat kejutan dengan menyerbu perbatasan dan merebut Kursk. Setelah bertahan selama lebih dari 7 bulan, posisi Ukraina di Kursk semakin memburuk setelah jalur pasokan utama mereka terputus.
Dikutip dari Reuters, Putin menegaskan mempertimbangkan mendirikan zona penyangga baru di wilayah Sumy, Ukraina, yang berbatasan dengan Kursk untuk melindungi dari potensi serangan Ukraina.
Dia juga mengatakan warga negara asing yang bertarung bersama pasukan Ukraina yang ditangkap di Kursk tidak berhak menikmati perlindungan Konvensi Genewa. Putin juga meminta pasukan Ukraina yang ditangkap di Kursk harus diperlakukan sebagai teroris.
“Tugas kita dalam waktu dekat, dalam jangka waktu sesingkat mungkin adalah mengalahkan musuh yang bercokol di wilayah Kursk dan masih bertarung di sana, membebaskan sepenuhnya wilayah Kursk, dan memulihkan situasi di sepanjang garis perbatasan negara,” kata Putin dikutip Kamis (13/3).
“Dan tentu saja kita perlu memikirkan membuat zona keamanan di sepanjang perbatasan negara,” lanjutnya.
Kepala Staf Umum Rusia, Valery Gerasimov, terlihat memberitahu Putin bahwa pasukan Rusia telah mendorong pasukan Ukraina keluar dari 86% wilayah yang sebelumnya mereka kuasai di Kursk. Luasnya setara 1.100 kilometer persegi.
Rencana Ukraina menggunakan Kursk sebagai alat tawar menawar dalam negosiasi dengan Rusia telah gagal. Kiev awalnya berpikir operasinya di Kursk dapat memaksa Rusia mengalihkan pasukannya dari timur Ukraina juga tidak berhasil.
Gerasimov mengatakan, pasukan Rusia telah merebut kembali 24 pemukiman dan 259 kilometer persegi lahan dari pasukan Ukraina dalam 5 hari terakhir bersama lebih dari 400 tahanan.
Pasukan Rusia juga menyeberang ke wilayah Sumy, Ukraina, di mana mereka akan memperluas zona keamanan. Meski demikian, Reuters tidak dapat memverifikasi secara independen pernyataan Gerasimov.
Namun, Reuters dapat memverifikasi video yang dipublikasikan oleh blogger Rusia dan media pemerintah yang memperlihatkan pasukan berdiri dengan bendera Rusia di sebuah alun-alun di pusat Sudzha, kota dekat perbatasan Ukraina di jalan tol yang sebelumnya digunakan Ukraina sebagai rute pasokan.
Situs Ukraina yang berwenang memetakan garis depan perang, Deep State, memperbarui peta medan perang untuk menunjukkan pasukan Ukraina tidak lagi mengontrol Sudzha. Meski demikian, mereka mengatakan pertempuran masih berlanjut di pinggiran kota.
Panglima tertinggi militer Ukraina pada Rabu mengatakan, pasukan Kiev akan terus beroperasi di Kursk selama yang dibutuhkan dan pertarungan berlanjut di dan sekitar kota Sudzha.
Skadovskyi Defender, blogger militer Ukraina, memposting di Telegram bahwa pasukan bersenjata Ukraina telah meninggalkan Kursk dan tidak akan ada pasukan Ukraina di sana pada Jumat (14/3). (Web Warouw)