JAKARTA- AksiSejuta Lilin untuk keselamatan Pulau Sangihe di Sulawesi Utara telah dilaksanakan secara serentak diberbagai kota di Indonesia, Minggu malam( 28/8) lalu,
Aksi ini sebagai pengingat bagi Presiden RI, Jokowi untuk segera mengambil langkah nyata, membebaskan pulau kecil dan terluar Sangihe dari pertambangan.
Pemasangan dan penyalaan lilin ini sebagai bentuk tekad dan pertanda bahwa apapun yang terjadi, masyarakat Sangihe tidak akan pernah menyerah menyuarakan perjuangan keadilan kepada pemerintah,
Di Jakarta, warga Sangihe SEJABODETABEK melaksanakan acara di Monumen Tugu Proklamasi, di Sangihe di Pelabuhan Tua kota Tahuna, di Kampung Bulo, di Manado di SEA dan di Desa Pandemangan, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara, serta masyarakat diaspora Sangihe di rumah masing-masing baik di dalam dan luar negeri.
Ketua Panitia Acara, Simson Katiandagho, menyatakan bahwa dengan tekad dan semangat “Somahe Kai Kehage” sampai kapanpun dan dalam situasi apapun kami tetap tidak gentar menyuarakan keadilan bagi daerah dan tanah leluhur kami.
Acara diawali dengan Doa Lintas Agama, Pagelaran Budaya dan Pemasangan Sejuta Lilin di Monumen Tugu Proklamasi Jakarta, mengusung Tema, ‘Sepenuh Cinta Untuk Alam Sangihe’, dan Sub Tema, ‘Melalui Momentum Perayaan HUT Kemerdekaan ke 77 Republik Indonesia, Pemerintah dan Masyarakat berkomitmen menjaga Pulau Kecil dan perbatasan NKRI dari kerusakan lingkungan’ .
Kegiatan ini dilakukan oleh Diaspora Sangihe bekerjasama dengan Gereja Masehi Injili Sangihe dan Talaud (GMIST), Save Sangihe Island (SSI), Jaringan Advokasi Tambang Nasional ( JATAM) Kontras, Green Peace, dan Coral.
Tepat Pukul 17.00 WIB, acara diawali dengan Doa menurut Agama Kristen dan Islam, kemudian menyanyikan Lagu Indonesia Raya serta lagu-lagu daerah.
Setelah menyanyikan Lagu Masamper, yang merupakan budaya masyarakat Sangihe yang sudah diwariskan leluhur secara turun temurun, hujan rintik-rintik pun turun di lokasi Tugu Proklamasi.
Namun hujan rintik rintik itu tidak mampu mengendorkan semangat perjuangan masyarakat Sangihe yang hadir demi memperjuangkan tanah tumpah darah dari berbagai kerusakan akibat tambang emas
Di tengah guyuran hujan ratusan massa warga Sangihe tetap bertahan di tempat acara mengikuti dan menikmati setiap rangkaian acara. Bertolak dari sini, inilah potret bahwa hal tersebut sebagai sebuah tekad dan pertanda bahwa apapun yang terjadi, masyarakat Sangihe tidak akan menyerah menyuarakan perjuangan keadilan kepada pemerintah.
Kanti Janis, putri salah satu pendiri PDI Perjuangan, Roy BB Janis (Almarhum) menyatakan, salah satu alasan mengapa acara di selenggarakkan di Tugu Proklamasi, ini adalah tempat bersejarah, mengingatkan kembali perjuangan bangsa ini melepaskan diri dari belenggu penjajahan dan bentuk kolonialisme yang membawa penderitaan bagi masyarakat.
“Dan di tempat ini pula para wanita telah mempelopori berdirinya Tugu Proklamasi. Dengan semangat yang sama 56 wanita Sangihe memperjuangkan hak ruang hidup mereka ke PTUN Manado,” tutur Kanti Janis.
Pengacara SSI, Veivei Hamenda membacakan narasi perjuangan masyarakat Sangihe.
Menurutnya, sudah dua tahun lebih masyarakat Sangihe memperjuangkan ruang hidupnya .
“Tentunya, kami akan terus melawan dan berjuang mempertahankan ruang hidup kami,” tegas Veivei.
Ketika pemasangan lilin dimulai, hujan pun ikut berhenti, artinya alam saja ikut bersahabat dan bersimpati dengan perjuangan masyarakat Sangihe untuk memperjuangkan keadilan.
Dengan diiringi lagu Lilin-Lilin Kecil oleh Cahaya Kabuhung, maka dengan khusyuk masyarakat bersama-sama menyanyikan lagu tersebut.
Sementara dari Pelabuhan Tua kotaTahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara , Pendeta Adel Marasut memanjatkan Doa, dan juga diikuti oleh ratusan masyarakat Sangihe menyalakan lilin.
“Semoga Pencipta berbelas kasih bagi Sangihe I kekendagae (yang dicintai). Semoga Para Pejuang tegar, tabah, dan selalu mengandalkan pertolongan Nya melawan semua kejahatan kemanusiaan karena keserakahan lebih digandrungi daripada kesahajaan,” ujar Adel Marasut.
Sebagai bentuk dukungan moril kepada saudara-saudara mereka di Kabupaten Kepulauan Sangihe yang menghadapi ancaman bahaya dampak pertambangan, acara sejuta lilin juga di selenggarakkan di Desa Pandemangan, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara.
Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang, Melky Nahar menyatakan bahwa Pihaknya berharap cahaya lilin ini mampu menerangi pikiran setiap warga negara, bahwa kita menghadapi masalah yang sama dan karenanya kita mesti terhubung dan bersatu untuk menyelamatkan ruang hidup tersisa kita dari gempuran monster pertambangan.
“Aksi sejuta lilin untuk keselamatan Sangihe ini, juga adalah pengingat bagi Presiden RI, Jokowi selaku pemegang mandat rakyat tertinggi, agar tidak terus diam, segera mengambil langkah nyata, membebaskan pulau kecil dan terluar Sangihe dari pertambangan,” tegas Melky Nahar
Dihadiri Cucu Proklamator
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, cucu Proklamator Bung Hatta, Gustika Jusuf Hatta, ikut hadir membaur bersama Masyarakat Sangihe di Tugu Proklamasi.
Sambil menunjuk Patung Bung Hatta yang berdiri bersebelahan dengan patung Presiden Pertama RI, Ir. Sukarno, di Lokasi Tugu Proklamasi, Ia menyatakan itu adalah kakeknya.
Peristiwa di Sangihe merupakan kejadian yang banyak diketahui masyarakat dan sangat mengenaskan, dari kacamata Hak Asasi Manusia .
“Ini adalah bentuk kolonial. Orang-orang Sangihe tidak diberikan hak untuk bersuara dan menghilangkan hak mereka sebagai masyarakat yang berdaulat,” tuturnya
“Mereka memiliki hak hidup layak. Mereka berhak hidup tanpa polusi, mereka berhak memperoleh air bersih,” tambah Gustika Jusuf Hatta
Pada kesempatan itu, Cucu Proklamator RI memberikan penguatan kepada seluruh peserta yang hadir.
“Hidup, Masyarakat Sangihe yang melawan!” pekiknya dan disambut dengan teriakan yang sama dari warga masyarakat yang hadir.
Diakhir acara Pukul 20.00 WIB, Ketua Panitia Peduli Sangihe , Simson Katiandagho, Perwakilan GMIST, Pendeta Merry Makangiras dan Ketua LBH Rajawali Jakarta, Jeferson Petonengan mengingatkan masyarakat Sangihe untuk tidak terpecah belah dalam perjuangan ini.
Kita sadar bahwa saat ini mereka sedang merancang dan menginginkan perpecahan masyarakat Sangihe, dengan kita terpecah-pecah mereka lebih mudah menguasai tanah leluhur kita.
“Khususnya di DKI Jakarta, Diaspora Sangihe yang terdiri dari berbagai rukun keluarga dan LSM, kiranya tetap bersatu, dan puji Tuhan, Alhamdulilah, malam ini kita semua perwakilan perkumpulan keluarga Besar Nusa Utara bersama GMIST, telah berkumpul di tempat ini dan memiliki tekad yang sama menolak pengrusakan ruang hidup masyarakat Sangihe,” ujar Simson Katiandagho. (EDL)