BANDAR LAMPUNG- Temuan 59.838 anak pendek (stunting) di Lampung Tengah akibat malnutrisi atau kurang gizi kronis yang terjadi dalam waktu yang lama merupakan cermin dari rusaknya sistim kesehatan masyarakat di daerah-daerah terpencil dan tertinggal. Hal ini disampaikan Ketua Umum FORBIDES PTT (PUSAT) Indonesia, bidan desa Lilik Dian Eka S.S.T, M.H. Kes ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (13/2)
Menurutnya, seharusnya malnutrisi bisa dicegah apabila pemantauan kesehatan ibu hamil dan pertumbuhan balita terpantau di posyandu setiap bulan yang dilakukan oleh bidan-bidan desa dan relawan kesehatan.
“Namun perhatian pemerintah daerah kurang terhadap pelayanan posyandu. Masih banyak bidan desa yang sudah bekerja belasan tahun di Lampung tapi terlantar belum diangkat jadi PNS. Biaya posyandu seringkali ditanggung oleh bidan sendiri. Laporan temuan malnutrisi sering tidak dilanjuti,” ujarnya.
Katanya, kalau sudah ada temuan stunting, malnutrisi atau gizi buruk, bidan desa yang pertama kali disalahkan.
“Walaupun ada penambahan kapitasi pada puskesmas, tapi tidak memperbaiki pelayanan kesehatan di posyandu. Ini terjadi bertahun-tahun. Bidan desa posisinya menunggu pengangkatan PNS, sehingga secara sukarela membiayai ongkos posyandu,” ujarnya.
Ia menegaskan untuk menangani malnutrisi yang berakibat pertumbuhan anak terhambat sehingga meledaknya jumlah anak pendek (stunting) adalah dengan memberdayakan bidan-bidan desa yang sudah tersebar di desa-desa.
“Angkat semua bidan desa jadi PNS. Hentikan pungutan liar pada bidan. Penuhi kebutuhan kerja di setiap posyandu. Respon cepat laporan dari posyandu dan puskesmas,” tegasnya.
Ia mengapresiasi pemerintahan Joko Widodo yang baru saja mengangkat 37.000 bidan desa menjadi calon PNS di seluruh Indonesia. Namun saat ini masih tersisa 4.100 yang belum diangkat dengan alasan sudah lewat usia 35 tahun.
“Padahal mereka sudah bekerja belasan tahun secara iklas sambil menunggu pengangkatan. Namun karena pemerintah terlambat mengangkat, maka lewat batas usia 35 tahun,” ujarnya.
Persoalannya menurutnya adalah pemerintah dari tingkatan kabupaten, provinsi sampai Kementerian Kesehatan selalu saling lempat tanggun jawab terhadap pengangkatan bidan-bidan desa.
“Apalagi kalau pemerintah kabupaten dan provinsinya tidak bertanggung jawab seperti di Kabupaten Lampung Tengah dan Provinsi Lampung. Maka bidan desa berjuang sendiri untuk bisa menjalankan posyandu, sambil memperjuangkan nasibnya sendiri,” tegasnya.
Untuk itu Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Provinsi Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah harus segera intervensi dengan cara perbaikan gizi pada setiap kasus stunting dan mencari yang akut untuk segera ditolong.
Menurut data dari Forbides, sebanyak 900 bidan desa di Lampung sudah diangkat jadi Calon PNS, sementara 300 orang bidan desa belum diangkat dengan alasan lewat batas usia 35 tahun.
Bida desa Lilik Dian Eka juga melaporkan, bahwa Menkopolhukam, Wiranto, Senin (12/2) melakukan rakorsus yang dihadiri oleh 9 kementerian menyetujui pengangkatan lanjutan 4.100 bidan desa yang tersisa dengan menggunakan Keputusan Presiden.
Karena Kemiskinan
Sementara itu kepada Bergelora.com dilaporkan, data Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK RI), tahun 2016 yang dirilis pada 2017, jumlah penderita stunting di Kabupaten Lampung Tengah mencapai 59.838 jiwa.
Faktor utama adalah kemiskinan yang menyebabkan tingginya jumlah penderita stunting/anak tidak tumbuh dengan normal, atau gizi buruk.
Banyaknya warga daerah tersebut yang memiliki tingkat perekonomian rendah, menyebabkan ketidakmampuan orang tua untuk mencukupi kebutuhan pangan dan kurangnya asupan gizi ibu hamil dan anak balita di keluarganya.
Sementara itu, data Kemenko PMK RI menyebutkan, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Lampung Tengah mencapai 165.67 ribu jiwa. (Salimah)
*PERS RILIS*
*Bidan Desa Terlantar, Wajar 59.838 Jiwa Kurang Gizi Di Lampung Tengah*
BANDAR LAMPUNG- Temuan 59.838 anak pendek (stunting) di Lampung Tengah akibat malnutrisi atau kurang gizi kronis yang terjadi dalam waktu yang lama merupakan cermin dari rusaknya sistim kesehatan masyarakat di daerah-daerah terpencil dan tertinggal. Hal ini disampaikan Ketua Umum FORBIDES PTT (PUSAT) Indonesia, bidan desa Lilik Dian Eka S.S.T, M.H. Kes ketika dihubungi di Jakarta, Selasa (13/2)
Menurutnya, seharusnya malnutrisi bisa dicegah apabila pemantauan kesehatan ibu hamil dan pertumbuhan balita terpantau di posyandu setiap bulan yang dilakukan oleh bidan-bidan desa dan relawan kesehatan.
“Namun perhatian pemerintah daerah kurang terhadap pelayanan posyandu. Masih banyak bidan desa yang sudah bekerja belasan tahun di Lampung tapi terlantar belum diangkat jadi PNS. Biaya posyandu seringkali ditanggung oleh bidan sendiri. Laporan temuan malnutrisi sering tidak dilanjuti,” ujarnya.
Katanya, kalau sudah ada temuan stunting, malnutrisi atau gizi buruk, bidan desa yang pertama kali disalahkan.
“Walaupun ada penambahan kapitasi pada puskesmas, tapi tidak memperbaiki pelayanan kesehatan di posyandu. Ini terjadi bertahun-tahun. Bidan desa posisinya menunggu pengangkatan PNS, sehingga secara sukarela membiayai ongkos posyandu,” ujarnya.
Ia menegaskan untuk menangani malnutrisi yang berakibat pertumbuhan anak terhambat sehingga meledaknya jumlah anak pendek (stunting) adalah dengan memberdayakan bidan-bidan desa yang sudah tersebar di desa-desa.
“Angkat semua bidan desa jadi PNS. Hentikan pungutan liar pada bidan. Penuhi kebutuhan kerja di setiap posyandu. Respon cepat laporan dari posyandu dan puskesmas,” tegasnya.
Ia mengapresiasi pemerintahan Joko Widodo yang baru saja mengangkat 37.000 bidan desa menjadi calon PNS di seluruh Indonesia. Namun saat ini masih tersisa 4.100 yang belum diangkat dengan alasan sudah lewat usia 35 tahun.
“Padahal mereka sudah bekerja belasan tahun secara iklas sambil menunggu pengangkatan. Namun karena pemerintah terlambat mengangkat, maka lewat batas usia 35 tahun,” ujarnya.
Persoalannya menurutnya adalah pemerintah dari tingkatan kabupaten, provinsi sampai Kementerian Kesehatan selalu saling lempat tanggun jawab terhadap pengangkatan bidan-bidan desa.
“Apalagi kalau pemerintah kabupaten dan provinsinya tidak bertanggung jawab seperti di Kabupaten Lampung Tengah dan Provinsi Lampung. Maka bidan desa berjuang sendiri untuk bisa menjalankan posyandu, sambil memperjuangkan nasibnya sendiri,” tegasnya.
Untuk itu Kementerian Kesehatan dan Pemerintah Provinsi Lampung dan Kabupaten Lampung Tengah harus segera intervensi dengan cara perbaikan gizi pada setiap kasus stunting dan mencari yang akut untuk segera ditolong.
Menurut data dari Forbides, sebanyak 900 bidan desa di Lampung sudah diangkat jadi Calon PNS, sementara 300 orang bidan desa belum diangkat dengan alasan lewat batas usia 35 tahun.
Bida desa Lilik Dian Eka juga melaporkan, bahwa Menkopolhukam, Wiranto, Senin (12/2) melakukan rakorsus yang dihadiri oleh 9 kementerian menyetujui pengangkatan lanjutan 4.100 bidan desa yang tersisa dengan menggunakan Keputusan Presiden.
Karena Kemiskinan
Sementara itu dilaporkan data Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK RI), tahun 2016 yang dirilis pada 2017, jumlah penderita stunting di Kabupaten Lampung Tengah mencapai 59.838 jiwa.
Faktor utama adalah kemiskinan yang menyebabkan tingginya jumlah penderita stunting/anak tidak tumbuh dengan normal, atau gizi buruk.
Banyaknya warga daerah tersebut yang memiliki tingkat perekonomian rendah, menyebabkan ketidakmampuan orang tua untuk mencukupi kebutuhan pangan dan kurangnya asupan gizi ibu hamil dan anak balita di keluarganya.
Sementara itu, data Kemenko PMK RI menyebutkan, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Lampung Tengah mencapai 165.67 ribu jiwa. (*)