JAKARTA- Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil Opinion Makers Survey LSI 2016 mengenai undang-undang pemilu. Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-Undang Pemilu dan LSI menganalisis keinginan para pakar mengenai sejumlah konten yang diatur Undang-Undang Pemilu.
“Mayoritas responden survei setuju bahwa ada tumpang tindih dan inkonsistensi antara berbagai Undang-Undang Pemilu, dan seharusnya disederhanakan menjadi satu Undang-Undang Pemilu. Mayoritas responden percaya bahwa Undang-Undang Pemilu yang ada tidak jelas dalam hal isu-isu kunci seperti peraturan keuangan kampanye dan pengawasan proses pemilu,” demikian hasil survei LSI yang diterima Bergelora.com di Jakarta, Selasa (18/10)
Selain untuk menghilangkan tumpang tindih dan inkonsistensi undang-undang kepemiluan yang terpisah, kodifikasi Undang-Undang pemilu disepakati para pakar berkebutuhan menampung konten perbaikan di antaranya pendanaan kampanye, politik uang, dan keterwakilan perempuan.
LSI mensurvei di konteks DPR mulai membahas Rancangan Undang-Undang Pemilu yang akan diajukan Pemerintahan Joko Widodo. Survei mewawancarai 216 pakar pemilu dan hukum yang mewakili akademisi, masyarakat sipil, dan media di enam daerah: Banda Aceh, Medan, Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Jayapura.
Mengenai dana kampanye, para pakar mendukung kuat peningkatan transparansi dan pengawasan dana kampanye partai politik. Mayoritas pakar berpendapat, penting meningkatkan transparansi dana kampanye disertakan batasan pengeluaran kampanye media dan mempublikasikan laporan dana kampanye. Survei pun menginformasikan cara-cara yang dianggap para pakar paling efektif menyetarakan kesempatan bagi partai dan kandidat dalam mengurangi korupsi.
Hasil survei lengkap tersedia di portal advokasi pemilu: http://www.rumahpemilu.org/in/read/12009/Opinion-Makers-Survey-tentang-UU-Pemilu atau buka situs http://www.lsi.or.id/ .
Hal lain yang dibahas survei ini menyangkut isu politik uang dan peraturan kampanye. Rincian isu meliputi: subsidi, batas pengeluaran, batas donasi, slot waktu kampanye yang disediakan pemerintah, dan mempublikasikan laporan keuangan kampanye melalui media. 75% pakar setuju, batasan sumbangan kampanye telah meningkatkan kesetaraan kontestasi partai dan kandidat. 63% pakar setuju, partai dan kandidat memiliki akses setara bagi donasi politik.
Survei pun meminta para pakar berpendapat mengenai keterwakilan perempuan. Survei menemukan, kebanyakan pakar tak puas dengan proporsi perempuan di lembaga legislatif dan penyelenggara pemilu. 77% pakar setuju, kuota 30% kursi diberikan bagi perempuan di lembaga legislatif. 58% pakar setuju, peningkatan keterwakilan perempuan dikuatkan dalam kepesertaan partai di pemilu melalui daftar calon. (Enrico N. Abdielli)