Oleh: Zulkifli S Ekomei *
WAHAM kekuasaan? Barang kali istilah yang tidak pernah ditemukan pada tulisan manapun, seperti halnya istilah UUD Palsu (sebutan untuk UUD 1945 hasil perubahan atau tepatnya penggantian). Ya ibarat orang buang angin, tidak ada bentuknya tapi ada baunya, bau busuk yang mengganggu pikiran orang-orang waras dan hanya orang waras yang bisa menangkap makna tersirat dari istilah waham kekuasaan dan UUD Palsu.
Dalam ilmu kedokteran jiwa, dikatakan bahwa waham sering dijumpai pada penderita gangguan mental yang merupakan salah satu dari gejala gangguan isi pikir. Waham merupakan keyakinan palsu yang timbul tanpa stimulus yang cukup dan mempunyai ciri-ciri: “tidak realistik.”
Waham atau yang juga kerap disebut dengan delusi ialah kondisi ketika seseorang mempercayai sesuatu yang keliru. Meskipun sudah banyak bukti yang menunjukkan bahwa apa yang dipercayainya tidak sesuai dengan kenyataan. Seseorang yang mengalami delusi tetap akan bertahan pada pemikirannya.
Entah karena kebetulan atau memang disiapkan oleh “tangan-tangan yang tidak terlihat”, Presiden yang terpilih berdasarkan UUD’45 Palsu ternyata disinyalir mengalami waham. Ada waham kebesaran, ada waham curiga, dll sehingga tindakannya terkesan berlebihan dan tidak terukur serta sulit difahami orang waras.
Hal mendasar yang terjadi akibat diberlakukannya UUD 2002 atau UUD ’45 Palsu adalah pemilihan presiden langsung (Pilpressung), bukan Pilpres di MPR yang menurut UUD 18 Agustus 1945 adalah pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat dan menjadi tempat berhimpun wakil – wakil rakyat berdasar keterpilihan (anggota DPR) dan berdasar utusan seperti Utusan Daerah dan Utusan Golongan.
Karena dilaksanakan berdasar UUD ’45 Palsu maka lahirlah banyak kepalsuan dalam pelaksanaan proses berbangsa dan bernegara, misalnya, mau dikatakan bahwa presiden dan wakil presiden adalah pilihan rakyat, padahal selain hanya pilihan partai politik yang disodorkan ke rakyat seolah-olah pilihan rakyat, ia juga didukung oleh kekuatan modal yang dikumpulkan dengan cara-cara yang tidak benar atau lebih tepatnya via kejahatan keuangan.
Kembali pada waham yang dialami oleh Presiden terpilih dari Pilpressung berdasar UUD ’45 palsu, sangat jelas terlihat pada Presiden yang kini sedang berkuasa. Melalui waham kekuasaannya, bisa mengatur semua lembaga negara khususnya yang bergerak di bidang hukum seperti Mahkamah Konstitusi, KPK, dll.
Waham kekuasaan ini makin parah ketika didukung oleh lingkungannya, seperti Ketua Umum Partai Politik, Guru Besar, Perwira Tinggi TNI – Polri, dan juga keluarganya.
Pertanyaan mendasarnya adalah, apakah kondisi sakit ini akan dibiarkan atau dihentikan?
Berpulang pada para pejuang yang ingin meneruskan cita-cita para pendiri negara, meski jumlahnya tidak banyak, namun diyakini didorongkan oleh keinginan luhur dan berkat Rahmat Allah YME. InsyaAllah akan berhasil, Aaamiiin Aaamiiin Ya Rabbal Alaaamiiin..
Pancoran, 31 Desember 2023, ditulis untuk mengajak seluruh Bangsa Indonesia berpikir dan bertindak waras.
*Penulis dr. Zulkifli S Ekomei, pengamat politik