Sabtu, 19 April 2025

Waspadai Serangan Difteri Mematikan!

JAKARTA- Penyakit Difteri muncul lagi, setelah lama tidak pernah muncul. Wabah sehingga menyebbakan kondisi luar biasa (KLB) terjadi di Kota Padang, Sumatera Barat. Sebanyak 21 orang dicurigai mengidap difteri, 3 orang sudah dinyatakan positif pengidap difteri. Sebanyak 365 orang terkontak dengan mereka. Menkes, Nila Moeloek langsung ke Padang. Dibawah ini wawancara Bergelora.com dengan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Kementerian Kesehatan, Prof dr Tjandra Yoga Aditama, SpP (K) , MARS, DTM&H, DTCE.

 

Apa itu Difteri?

Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae yang sangat mudah menular dan berbahaya karena dapat menyebabkan kematian akibat obstruksi larings atau miokarditis akibat aktivasi eksotoksin

Apa yang diserang oleh Difteri?

Penyakit difteri adalah penyakit menular yang dapat mematikan, menyerang saluran pernafasan bagian atas (tonsil, faring dan hidung) dan kadang pada selaput lendir dan kulit yang disebabkan oleh bakteri yaitu Corynebacterium diphteriae. Semua golongan umur baik anak-anak maupun orang dewasa dapat tertular oleh penyakit ini. Namun anak usia kurang dari 5 tahun dan orang tua diatas 60 tahun sangat beresiko tertular penyakit Difteri. 

Bagaimana penularannya?

Pada kejadian luar biasa (KLB), selain difteri farings (tenggorokan), tonsil (kelenjar pada mulut), dan larings (rongga hidung), telah pula dilaporkan terjadinya difteri hidung dan difteri kulit sangat menular melalui droplet. Penularan dapat terjadi tidak hanya dari penderita saja, namun juga dari karier (pembawa) baik anak maupun dewasa yang tampak sehat kepada orang-orang di sekitarnya. 

Bagaimana gejalanya?

Pada umumnya penyakit difteri menyebabkan gejala-gejala seperti panas, sesak nafas, nyeri telan pada tenggorokan, leher bengkak(bullneck), serta adanya selaput warna putih keabu-abuan di tenggorokan yang dapat menyumbat jalan nafas. Selain itu penyakit difteri dapat menghasilkan racun yang berbahaya karena dapat menyerang otot jantung, jaringan saraf dan ginjal.

Apakah bisa komplikasi?

Difteri dapat menyerang bagian tubuh seperti tenggorokan, bibir, kulit, mata, hidung, tonsil faring, dan laring. Penyakit Difteri yang parah dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi bisa dipengaruhi oleh virulensi kuman, luas membra, jumlah toksin, waktu antara timbulnya penyakit dengan pemberian antitoksin. Komplikasi yang terjadi antara lain kerusakan jantung, kerusakan system saraf dan obstruksi jalan nafas.
Bagaimana bisa sampai KLB (Kondisi Luar Biasa)?

Beberapa kemungkinan masalah sehingga terjadi KLB adalah cakupan imunisasi gagal mencapai target. Adanya negative campaign sebagai gerakan anti imunisasi.
Imunisasi gagal membentuk antibodi secara maksimal pada anak apakah karena imunisasi tidak lengkap?  Apakah imunisasi ulangan tidak diberikan?  Apakah imunisasi tidak diberikan pada anak yang menderita sakit ringan sehingga mengakibatkan pemberian imunisasi tidak sesuai jadwal atau bahkan tidak diberikan? Apakah cold chain di semua fasilitas kesehatan telah diperhatikan dengan baik?
Bagaimana penanggulangannya?

Perlu segera tindakan deteksi dini kasus,  pengobatan kasus, rujukan ke rumah sakit, mencegah penularan, memberantas karier (pembawa bakteri difteri). 

Apa yang harus dilakukan dalam KLB?

Tindakan yang perlu dilakukan di lapangan adalah di daerah KLB dilakukan outbreak response immunization (ORI), yaitu pemberian imunisasi DPT/ DT kepada semua anak berumur <15 tahun yang tinggal di daerah KLB Anak berusia umur 2-7 tahun diberikan DPT, >7 tahun diberikan DT atau dT.

Bagaimana di daerah non KLB?

Di daerah non-KLB diperlukan kesiapsiagaan dengan memperhatikan kelengkapan status imunisasi setiap anak yang berobat. Segera lengkapi apabila status imunisasi belum lengkap yaitu 3x sebelum umur 1 tahun, 1x pada tahun kedua, 1x pada umur 5 tahun atau sebelum masuk sekolah dasar.  Selain itu perlu juga dilengkapi imunisasi  yang lainnya.

Bagaimana dengan gerakan imunisasi?

Secara umum di seluruh daerah perlu terus dilakukan gerakan imunisasi bersama masyarakat sehingga cakupan imunisasi DPT sehingga mencapai 95% dari target anak <15 tahun. Imunisasi difteri diberikan pada saat anak berusia 2, 3 dan 4 bulan melalui vaksin DPT, dilanjutkan pada anak berusia 18-24 bulan diberikan 1 kali booster, di kelas 1SD melalui vaksin DT dan dikelas 2 dan 3 SD melalui vaksin Td.
Anak yang mendapatkan imunisasi lengkap akan mendapatkan kekebalan terhadap difteri. Cakupan (2014) DPTHB1 96,6%% dan DPTHB3 90,3%. Dari data tersebut terdapat drop out DPTHB dikisaran 6,5%, lebih tinggi dari angka toleransi nasional sebesar 0-5%.

Apa yang harus dilakukan masyarakat?

 Masyarakat harus mengenali gejala awal difteri. Segera ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat apabila ada anak mengeluh nyeri tenggorokan disertai suara berbunyi seperti mengorok (stridor), khususnya anak berumur < 15 tahun. Anak harus segera dirawat di rumah sakit apabila dicurigai menderita difteria agar segera mendapat pengobatan dan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan apakah anak benar menderita difteria. Untuk memutuskan rantai penularan, seluruh anggota keluarga serumah harus segera diperiksa oleh dokter apakah mereka juga menderita atau karier (pembawa kuman) difteri dan mendapat pengobatan dengan eritromisin 50mg/kg berat badan selama 5 hari. 

Bagaimana dengan yang sehat?

Anggota keluarga yang telah dinyatakan sehat, segera dilakukan imunisasi DPT. Apabila belum pernah mendapat DPT, diberikan imunisasi primer DPT tiga kali dengan interval masing-masing 4 minggu. Apabila imunisasi belum lengkap segera dilengkapi. Lanjutkan dengan imunisasi yang belum diberikan, tidak perlu diulang.
Apabila telah lengkap imunisasi primer (< 1 tahun) perlu ditambah imunisasi DPT ulangan 1x.

Bagaimana reaksi setelah imunisasi?

Masyarakat harus mengetahui dan memahami bahwa setelah imunisasi DPT, kadang-kadang timbul demam, bengkak dan nyeri ditempat suntikan DPT, yang merupakan reaksi normal dan akan hilang dalam beberapa hari. Bila anak mengalami demam atau bengkak di tempat suntikan, boleh minum obat penurun panas parasetamol  sehari 4 x sesuai umur, sering minum jus buah atau susu, serta pakailah baju tipis atau segera berobat ke petugas kesehatan terdekat.

Bagaimana mencegah?

Selain mendapat imunisasi lengkap untuk membentuk sistem kekebalan tubuh, ada baiknya penyakit difteri kita cegah dengan hindari untuk kontak secara langsung dengan penderita difteri. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan seperti cuci tangan, sanitasi yang baik, membersihkan bagian rumah dan halaman, dan lain-lain. Menjaga kondisi tubuh tetap prima agar tidak mudah terserang penyakit seperti makan makanan bergizi dan berolaharaga yang rutin. Bila perlu pakailah masker kesehatan.  Tidak batuk dan bersin di sembarang tempat. Etika bersin dan batuk yang benar adalah dengan menutupi menggunakan tissue, atau jika tidak ada tissue maka bisa menggunakan lengan. (Calvin G. Eben-Haezer)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru