Tanpa disadari, gadget sudah melemahkan dan merusak sel-sel dalam tubuh anak yang baru akan muncul menjadi penyakit setelah dewasa. (Ist)
Pandemi dan gadget yang di ada di tangan setiap orang di seluruh dunia adalah bagian dari Global Life Engineering yang terencana secara sistimatis untuk penguasaan ekonomi dan politik dunia. Komjen Polisi Dharma Pongrekun, MM, MH, Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara dan Mantan Direktur Narkoba Bareskrim Polri (2015) memaparkannya untuk pembaca Bergelora.com. (Redaksi)
Oleh: Komjen Polisi Dharma Pongrekun, MM, MH
PANDEMI yang diglobalkan secara sadar atau tidak sebenarnya diarahkan untuk mengubah seluruh tatanan dunia saat ini dalam segala aspek kehidupan (Ipoleksosbud Hankam) yang berkaitan dengan relasi sesama manusia yang dipaksa mengikuti satu sistem kendali global. Sebenarnya, persoalan ini penulis sudah mengungkapkan dalam buku berjudul “Indonesia dalam rekayasa kehidupan”,– bahwa tujuan mereka adalah total control dengan melakukan rekayasa seluruh aspek kehidupan (life engineering) , sehingga perancang Sistem tersebut akan memegang kendali dunia sepenuhnya alias menjadi raja dunia.
Adapun untuk mewujudkan grand design tersebut mereka menjalankan program money, power, dan control population.
Pengaruh sel dalam tubuh dan mekanisme kehidupan. (Ist: Dharma Pongrekun)
Pertama, mereka kuasai sistem keuangan dunia, mereka buat uang menjadi pusat kehidupan yang akibatnya menjerat semua orang jatuh dalam cinta akan uang, sebab oleh memburu uanglah banyak manusia akan menyimpang dari imannya dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.
Kedua, mereka akan mendapatkan kekuatan dari setiap negara-negara yang berhutang kepada mereka dengan dalih pembangunan untuk pengembangan negaranya, kemudian mereka buat inflasi agar negara-negara tersebut tidak bisa membayarnya sampai kapanpun, akhirnya negara-negara tersebut menjadi tidak berdaya dan tanpa disadari telah digerogoti kekuatannya dan negara-negara tersebut berbalik dikendalikan oleh mereka.
Ketiga, ketika uang sudah menjadi kebutuhan utama semua manusia dan negara-negara yang terjebak hutang akan menjadi kepanjangan tangan mereka, maka mereka akan mengendalikan semua manusia di dunia dalam seluruh aspek kehidupan dengan sangat mudah melalui sistem tehnologi yang sudah mereka siapkan selama ini.
Mereka sudah merencanakan dan melakukannya sejak lama secara terstruktur, sistematis, dan massive. Lewat pendidikan yang sudah kita lewati selama ini, mereka buat pemikiran kita menjadi seragam untuk memahami segala hal hanya berdasarkan penglihatan jasmani, jika tidak bisa dilihat, maka dibilang tidak masuk akal, karena logika kita sudah diprogram dengan membatasi hanya pada yang terlihat dan dapat dihitung saja.
Kita tidak pernah diajarkan untuk memahami yang tidak kelihatan, padahal sebenarnya manusia bukanlah sebatas makhluk jasmani, melainkan justru makhluk spiritual, karena manusia dikendalikan oleh kekuatan yang tidak terlihat mata (alam spiritual). Pendidikan yang kita terima juga disampaikan secara parsial, tidak pernah disampaikan secara utuh, padahal semua yang terjadi itu saling terkait. Tujuannya agar manusia tidak dapat mengenal kebenaran yang sejati baik jati dirinya maupun penciptanya.
Artificial Intelejen (AI) Sebagai Alat
Dalam perkembangan mutakhir, kita menyaksikan semua membicarakan mengenai artifisial intelejen (AI), yang artinya kecerdasan palsu seolah dapat menggantikan kecerdasan sejati manusia.
Harus dipahami bahwa gadget, teknologi digital, dan AI sebenarnya adalah alat pengintai aktifitas kehidupan dan kejiwaan kita sekaligus merupakan senjata yang digunakan untuk menyerang diri kita. Pada gadget terdapat gelombang elektromagnetik yang menggempur sel-sel tubuh manusia yang dipancarkan melalui gelombang elektromagnetik yang memiliki kekuatan hipnotis tapi tidak kita sadari karena tidak terlihat oleh mata. Kita hanya melihat dan merasakan kemudahan, kecepatan dam kenyamanan sebagai rayuan yang menghipnotis kita pada awalnya saja, tetapi setelah itu kehancuran jati diri manusia fitrahlah yang kini kita alami.
Gelombang-gelombang tersebut bersifat non-fisik, namun akan merusak sel-sel tubuh dan akan mempengaruhi kejiwaan yang akan termanifestasi dampaknya pada perubahan aktifitas kehidupan fisik (jasmani). Gelombang negatif yang dipancarkan oleh gadget akan diterima, diolah dan disajikan oleh sel menjadi pikiran dan perasaan (jiwa), kemudian sel akan memproduksi hormon kortisol (stres) secara berlebihan yang menyebabkan tubuh kehilangan body intelligence (kecerdasan tubuh), akibatnya sistem pertahanan tubuh “shutdown” (tidak berfungsi) dan organ tubuh menjadi rusak bahkan dapat menyebabkan kematian.
Pada hakekatnya kita telah digiring secara tidak sadar karena memang yang dimainkan adalah memprogram alam bawah sadar kita dan akhirnya kita berperilaku dan bertindak sesuai dengan agenda yang telah mereka program dalam kehidupan kita sehari-hari. Inilah yang saya katakan sebagai membangun opini dengan cara merasionalisasi sesuatu secara visual dari yang tidak real menjadi realita kehidupan.
Cara membangun opini adalah dengan pengulangan terus-menerus sehingga terekam dalam alam bawah sadar yakni direkam oleh Sel. Sel ini adalah inti kehidupan manusia hidup. Inilah yang dirusak. Sel ini hidup dari gelombang (frekwensi) dari Tuhan langsung sehingga manusia bisa hidup dan sel pun yang mentransmit (lapor) segala sesuatu yang dilakukan manusia kepada penciptanya.
Sel ini adalah kekuatan hidup manusia, karena kalau selnya melemah atau rusak maka tubuh akan merasakan sakit sebagai akibatnya. Jadi Tubuh hanyalah print out dari apa yg dialami sel.
Selain dari perangkatnya, konten pornografi dan game online dapat menyebabkan kecanduan yang lebih buruk dari pada narkoba, dimana ini mengakibatkan kerusakan pada lima bagian otak.
Elly Risman Musa, seorang psikolog anak menambahkan, bahwa gelombang dari konten tersebut akan merangsang tubuh memproduksi hormon dopamin secara berlebihan yang mengalir ke arah otak bagian depan atau Pre Frontal Cortex (PFC), sehingga PFC akan mengkerut dan mengecil hingga 4,4 %, dimana PFC inilah yang membedakan manusia dengan binatang. Akibatnya orang tersebut akan kehilangan kemampuan pengendalian emosi, membedakan benar dan salah, serta berperilaku layaknya binatang.
Menyelamatkan Generasi Penerus
Adapun untuk mengatasi hal tesebut dan menyelamatkan generasi penerus bangsa, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan, di antaranya:
Pertama, tegas kepada anak dengan tidak memberinya gadget yang dapat mengakses internet dan tidak memasang aplikasi-aplikasi yang menyebabkan kecanduan, seperti games dan media sosial. Aplikasi-aplikasi tersebut terkesan baik dan menyenangkan, tapi sebenarnya menjerat setiap orang untuk selalu bergantung pada gadget-nya.
Kedua, alihkan perhatian anak pada kegiatan bersama. Kegiatan ini akan mengembangkan kecerdasan sensorik (mengenali dan menanggapi tindakan dari lingkungannya) dan motorik (gerak tubuh) pada anak, sehingga mereka memiliki kecerdasan emosi dan tubuh yang memadai dalam berkehidupan di masyarakat.
Ketiga, melatih sel-sel tubuh agar cerdas kembali hingga mencapai potensi fitrahnya melalui latihan jasmani khusus. Prof. Robert W Lovett dari Harvard Medical School menjelaskan, bahwa tubuh yang cerdas dapat mengetahui suatu hal (fasilitas, metode, produk, lingkungan atau bahkan tim) baik atau buruk baginya dengan menggunakan metode khusus untuk menanyai tubuhnya (dipraktekkan). Jika suatu hal buruk untuk kesehatan tubuh, hasil tes akan melemahkan tubuh. Sebaliknya, jika baik untuk kesehatan, hasil tes akan menguatkan tubuh. Misalnya, ketika kita menempelkan gadget ke telinga atau area dekat jantung, maka radiasi gadget akan melemahkan tubuh saat dites dengan metode ini. Pertanda sel-sel tubuh yang cerdas mampu mengenali bahaya gadget yang radiasinya ternyata melemahkan potensi tubuh.
Dalam konteks Indonesia menghadapi situasi global, Bangsa Indonesia harusnya segera kembali kepada fitrahnya yaitu menjadi Insan Nuswantara (Nu: makhluk, Swa: mandiri, Anta: menuju, Ra: Tuhan). Jangan sampai kita terjebak dalam apa yang disebut Thomas Hobbes sebagai “homo homoni lupus” (manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya) dengan membangun konsep berpikir bahwa manusia lain adalah ancaman bagi kita, sehingga harus saling bersaing mengikuti teori segitiga piramida yakni melewati seleksi alam untuk menguasai manusia lainnya bagaikan hukum rimba. Akibatnya uang telah menjadi alat pamungkas yang harus dikejar dan diperebutkan untuk dapat menguasai manusia lainnya, sehingga tanpa disadari uang telah menjadi sentral kehidupan manusia dan untuk bersaing cara yang paling mudah adalah miliki uang sebanyak-banyaknya dan uang yang dikejar sebenarnya adalah angkanya saja yang menjadi simbol kemapanan sosial.
Seolah setiap kebutuhan hidup hanya bisa didapatkan kalau ada uang. Padahal tidaklah demikian dalam kehidupan yang supranatural. Tetapi kita tidak pernah dilatih untuk memiliki kecerdasan itu (spiritual dan emosional). Selama ini hanya mengutamakan kecerdasan intelektual, padahal kecerdasan intelektual hanya 5% mampu mengendalikan kehidupan kita. Sedangkan untuk memahami kehidupan kita yang terutama harus kita miliki adalah kecerdasan spiritual yang menguasai 95 persen dalam mengendalikan hidup kita karena langsung terhubung dengan Tuhan sebagai sumber kehidupan. Inilah yang sedang dihancurkan oleh kekuatan global yaitu hubungan kita dengan Tuhan.(*)