Selasa, 8 Oktober 2024

Zaken Kabinet: Kepentingan Rakyat Harga Mati!

Kemunculan nama-nama dengan nomenklatur Kabinet!Prabowo-Gibran sangat mengejutkan banyak pihak, sehingga redaksi banyak mendapatkan  pertanyaan. Diantaranya adalah apa latar belakang nomenklatur demikian itu.

Berikut ini penjelasan Dr. Ir. Justiani Liem, M.Sc. Direktur Eksekutif GeMOI Centre mengenai pokok-pokok pikiran yang melahirkan tatanan pemerintah yang ramping dan sesuai tuntutan jaman sebagaimana diuraikan di atas.

Oleh: Dr. Ir. Justiani Liem, M.Sc. *

KATA terlaris dalam agenda dinamika karya pembangunan adalah kepentingan rakyat harus menjadi sebuah harga mati, yang harus ditempatkan sejajar dengan adagium NKRI harga mati yang selama ini bergaung di mana-mana. Selama ini ucapan NKRI harga mati, kemudian rakyat menjadi korban, maka ini menjadi sebuah ironi yang sungguh menyedihkan. Siapapun yang memerintah, kedaulatan rakyat adalah harga mati, kepentingan masyarakat desa yang harus diabdi, dilayani dan diberi berbagai kemungkinan untuk mendapat hidup yang lebih damai, aman, dan sejahtera lahir dan bathin.

Komunikasi wajib dialogal

Dalam perspektif antropologi informatika perlu dikaji dinamika informasi dua arah (timbal balik), baik dari pemerintah ke tengah masyarakat; maupun sebaliknya dari kalangan masyarakat ke tingkat pemerintah selaku nahkoda resmi. Makna analisis struktural dialogal disini selain diartikan komunikasi dua arah tersebut, adalah apakah struktur yang ada sudah sesuai dengan amanah rakyat sebagai fasilitator, dinamisator, promotor, regulator serta mencipta percontohan untuk kepentingan publik.

Sebelum membahas pendekatan struktural dialogal tentu perlu mengasumsikan bahwa struktur pemerintahan itu sendiri perlu di tata-ulang untuk mendukung proses komunikasi dua arah yang dicita-citakan. Dari sisi antropologi informatika bisa disajikan ketimpangan yang membuat model komunikasi dialogal tidak terjadi pada sistem tata negara yang sekarang ini (Kadi, Menata Ulang Sistem Demokrasi dan TNI Menuju Peradaban Baru, 2006), (Kadi, Mengutamakan Rakyat, 2008).

Maka, di uraian singkat ini tidak dijelaskan bagaimana tata negara amburadul asistemik dan akonsitutif yang sudah dibahasa dalam buku tersebut yang menurut Dr. Saurip Kadi, MM. MBA. disebut dengan Oligarki telah menyebabkan State Terrorism dan Capital Violence.

Penyebab kegagalan atau tidak terjadinya model komunikasi dialogal, diantaranya yang mendasar karena warisan pemerintahan kolonial dalam berbagai bentuk dan strukturnya masih dilanjutkan, obesitas struktur pemerintahan yang tumpang tindih sehingga terjadi tarik-menarik kepentingan, struktur yang menyebabkan program menjadi terkotak-kotak sehingga tidak ada korelasi satu dengan yang lainnya padahal dalam realitas kehidupan seharusnya merupakan satu kesatuan yang holistik.

Revolusi Telematika: Take It or Die

Globalisasi didorong oleh revolusi telematika sedang memerankan sebuah revolusi sosial sering disebut silence revolution, secara pasti merasuki semua sudut kehidupan. Ia mengaburkan batas-batas tradisional yang membedakan bisnis, media dan pendidikan, merombak struktur dunia usaha, mendorong pemaknaan ulang perdagangan dan investasi, kesehatan, entertainment, pemerintahan, pola kerja, perdagangan, pola produksi, bahkan pola relasi antar masyarakat dan antar individu (Liem Siok Lan, 2008).

Hal ini merupakan tantangan bagi semua bangsa, masyarakat dan individu. Pada dasarnya, teknologi yang memungkinkan dan memudahkan manusia saling berhubungan dengan cepat, mudah, dan terjangkau memiliki potensi untuk mendorong pembangunan masyarakat yang demokratis. Teknologi semacam ini harus dimiliki oleh rakyat untuk membantu rakyat mengorganisir diri, efisien, sehingga pada gilirannya rakyat yang mendapat manfaat tersebar dari proses berekonomi dan berpolitik.

Dalam era globalisasi, pemerintah tidak punya banyak pilihan, karena globalisasi sebuah keniscayaan, maka pemerintah ditantang ”Take it or Die” (istilah ”the death of government”). Kalau pemerintah masih ingin bertahan dan berperan maka pemerintahan segera berubah dari beaurecratic government menjadi public services management, karena high-cost bureaucarcy berakibat pada kesengsaraan rakyat dan mendorong punahnya peran pemerintah.

Kebhinekaan NKRI, dan semua potensi desa, memerlukan upaya pembenahan konten dan metoda informatika melalui berbagai perangkat super canggih, dan pada akhirnya harus dibingkai dalam suatu model komunikasi berbasis antropologi informatika yang menjamin keadilan dan kesejahteraan sehinga outputnya adalah keharmonisan dan kedamaian. Dengan begitu Pancasila bukan slogan semata, namun mewujud dalam kehidupan sehari-hari dengan cara meniti buih revolusi sosial yang dibawa oleh gelombang dahsyat telematika.

Dalam “economy circle” (lingkaran ekonomi) di era pasar bebas, dimana kekuatan kapital dominan, peran pemerintah adalah penyeimbang lingkaran ekonomi. Kongkritnya, tugas pemerintah sebagai pelindung lapisan masyarakat bawah melalui berbagai bentuk insentif kesejahteraan (social welfare program), dengan membangun korporasi kerakyatan (people-based greencybernomics) memfasilitasi rakyat terorganisir untuk merasakan nilai tambah secara langsung tanpa melalui tangan-tangan elite politik, partai-partai dan oligarkh.

Gelombang pasar bebas dan globalisasi sedang menguji kembali konsep dan soliditas dari bentuk “negara-bangsa” (nation-state) di dunia. Gelombang ini mendorong semua negara untuk menata kembali “perusahaan negara bangsa” (nation-state corporation) yang sedang dikelolanya untuk bisa masuk dalam integrasi global secara elegan dan percaya diri. Pemerintah di seluruh dunia sedang berbenah untuk merumuskan kembali peranan mereka untuk menjaga eksistensinya. Dalam kerangka inilah, maka BUMN dan UMKM harus ditransformasikan menuju model Ekonomi Sirkular yang aglomeraif, bukan lagi konglomeratif, yaitu kecil-kecil, efisien, logistik termurah, dan dirangkai dalam platform berjaringan yang mendorong sinergi secara bersama-sama (cooperative in competitiveness).

Perdebatan global antara ”Market Forces versus Government Forces” mendorong koreksi peran pemerintah yang semakin hari semakin berkurang diambil alih oleh mekanisme pasar, apalagi pemerintah yang lembam, lambat, tidak efisien ditambah lagi korup. Maka persoalan negara gagal lalu punah bukan suatu hal yang mustahil, bahkan bisa jadi berimbas pada terancamnya eksistensi negara bangsa atau perpecahan karena rapuhnya tiang-tiang penopang nasionalisme (Anderson, 1983, 2008), (Robison & Hadiz, 2004), (Kadi, 2008), (Winters, 2011).

Mekanisme pasar (market mechanism) menunjukkan peranan nyata dalam distribusi social (social distribution), sehingga mendorong ke arah “the death of government”. Hal yang memungkinkan sebuah tatanan nation-state baru yang bertumpu pada “wired-society”.

Disamping menawarkan produk dan layanan, juga ditawarkan pembagian insentif, apakah itu revenue atau profit, secara langsung kepada rakyat. Bukan lagi cara konvesional dimana pemerintah melalui sistem kontrak sosial, mengembalikan insentif lewat mekanisme pajak (tax return) kepada kelompok lemah (BLT, BANSOS, Dana Desa, dll), plus layanan sosial “shelter” (rumah perlindungan), santunan anak (child care), asuransi kesehatan (health care), subsidi pengangguran (unemployment care), dll.

Namun setiap insan Indonesia memiliki hak berkarya yang sama dalam membangun ekonomi sirkular yang berkenaan dengan talenta dan lingkungan alam dan semestanya. Negara baru dengan model layanan masyarakat yang dirasakan langsung oleh rakyat, sehingga rakyat terpikat secara otomatis tanpa kalimat karena manfaat.

Pemerintah harus berpikir “out-of-the-box”, bahkan kalau dalam buku ”Blue Ocean Strategy” (Strategi Samudra Biru, menciptakan ruang pasar baru, cara baru, peluang baru, dll sehingga kompetisi tidak lagi relevan). Pemerintah juga jelas, yaitu rakyat, plus memiliki kekuasaan untuk membikin aturan, jadi kerjanya jauh lebih sederhana (Mahathir dalam Liem & Barsamian, 2008). Mengacu kepada “Blue Ocean Strategy”, dikatakan bagaimana membuat kompetitor tidak lagi relevan, maka sesungguhnya pemerintah adalah mudah sekali, karena pada dasarnya kompetitornya tidak ada (Thaksin dalam Liem & Barsamian, 2008). Pemerintah itu bentuk monopoli pasar itu sendiri dengan kekuasaannya (Mahathir dalam Liem & Barsamian, 2008). Kalau korporasi masih harus bekerja keras untuk mendapatkan atribut-atribut tersebut, sementara pemerintah tidak perlu lagi. Semua sudah ada di tangan.

Pemerintah yang korup dan tidak efisien akan berhadapan langsung dengan mekanisme pasar yang semakin hari semakin menawarkan efisiensi dan biaya manajemen termurah tapi dengan layanan terbaik. Mekanisme pasar bebas ini langsung berhadapan dengan rakyat sehingga rakyat secara demokratis dapat menentukan pilihannya. Indonesia di persimpangan jalan. Kalau tidak segera bertindak dan menyikapi segala soalan dengan tepat, maka Indonesia bisa punah.

Maka kini saatnya memaknai nasionalisme baru Indonesia, bukan lagi nasionalisme karena bangsa merasa senasib bekas pendudukan Belanda, namun nasionalisme harus dimaknai ulang, apa manfaat keberadaan negara bagi setiap individu secara nyata. Kata kunci adalah menjamin transparansi informatika secara ekonomi, politik, sosial, kultural, keamanan baik individu maupun kelompok yang berbhineka, dibingkai model komunikasi berbasis kebhinekaan (malelaui platform Republik Nuswantara Raya) berdasar kepada ”people greencybernomics” (sibernomik kerakyatan kembali ke alam). Platform ini yang menjadi pengikat persatuan dan kesatuan nasional dalam arti baru yang relevan dengan jamannya, dan yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan peluang-peluang jaman baru untuk kesejahteraan rakyat secara keseluruhan agar negara bisa menjadi pelopor rahmatanlil alamin (damai di bumi seperti di dalam surga).

Sebagai simpulan model komunikasi yang berdaya guna dalam arti memenuhi prasyarat ‘komunikasi yang baik dan berdaya guna’, maka sangat dibutuhkan lingkungan yang sehat dan kondusif dan transparan untuk menghantar masyarakat ke pintu kesejahteraan yang lebih beradab.

Berbasis Desa

Sejatinya hanyalah DESA yang memiliki rakyat. Struktur pemerintahan di atas Desa hanyalah kordinasi administrasi dll. Yang nanti akan dijelaskan bahwa keberadaannyan sudah tidak relevan dan bahkan menjadi beban rakyat. Desa adalah jantung kehidupan negara, dimana prinsip atau landasan untuk memaknai nasionalisme baru Indonesia harus bertumpu pada modal sosial dan modal alam di desa. Bukan lagi nasionalisme karena bangsa merasa senasib bekas dijajah Belanda, namun nasionalisme harus ditata ulang, dimaknai ulang, yakni apa manfaat keberadaan negara bagi nasib orang per orang secara nyata. Kata kuncinya adalah menjamin kesetaraan di bidang ekonomi, politik, sosial kultural, keamanan baik individu maupun kelompok tanpa pandang latar belakang primordialnya.

Kesemuanya itu harus dibingkai oleh platform Indonesia Incorporated berdasar kepada ”people cybernomics” (sibernomik kerakyatan = ekonomi digital kerakyatan). Platform ini yang menjadi pengikat persatuan dan kesatuan nasional dalam arti baru yang relevan dengan jamannya, dan yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan peluang-peluang jaman baru untuk kesejahteraan rakyat secara keseluruhan agar negara bisa menjadi pelopor rahmatanlil alamin (damai di bumi seperti di dalam surga).

Dalam tatanan baru ini tidak diperlukan proses politik di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi yang membebani serta justru akan menganggu transparansi informatika karena manusia adalah makhluk kreatif apabila ditempatkan namun tidak sesuai akan berkreasi dan malah merecoki transparansi itu sendiri, sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya. Untuk kordinasi wilayah dengan cakupan lebih luas dari Desa maka disepakati aturan main dan layanan publik apa saja yang perlu dikerjakan dan disitu ditrmpatkan profesional di bidang tata administrasi publik dan bidang terkait misalnya infrastruktur, atau kebijaksaan kordinatif diluar jangkauan desa

Amandemen ke5: RepublikNuswantaraRaya-5.0

Platform digital dapat merealisasikan tatanan baru NKRI berbasis desa, untuk menjadi sebuah negeri yang menerapkan prinsip tata dunia baru yang transparan, bersahabat dengan alam (go green go clean/greenomics), dan mengutamakan rakyat berjaringan (people-cybernomics) yang egaliter (connected society) dalam berbagai transaksi ekonomi, sosial, budaya, politik yang sirkular (circular economy) bertumpu pada desa-desa sesuai dengan kondisi alam dan sosialnya, serta cita-cita/harapan warga Desa dengan interaksi secara global untuk peluang perubahan. Maka konsep DESA dirumuskan sbb: DESA adalah komponen utama dalam tata negara baru yang mengembalikan kedaulatan tata ruang dan tata uang ke tangan rakyat (basmi mafia) sebagai basis program kebangsaan (Budaya) kerakyatan (Ekonomi) untuk kedamaian (Polhukam) yang selaras alam (Go Green Go Clean, Blue Ocean Strategy, Zero Waste, Balance Food & Energy, Free Energy, dll).

DESA berperan sebagai poros inti pengumpulan amanat rakyat/ kontrak sosial berbagai sektor dan berbagai daerah untuk dikawal sampai terwujud oleh siapapun yang dapat amanah sebagai pemimpin.  DESA berbentuk masyarakat berjaringan di seluruh Indonesia didukung dengan model telematika independen yang dapat mengagregasi nilai kreatif plus berperan aktif dalam mengawal eksekusi program-program cerdas dan kreatif.

Maka, Amandemen kembali ke UUD1945 ASLI wajib disertai penyesuaian perkembangan jaman. Keberadaan negara yang ditingkat faktual spatial adalah Desa bisa segera melompat ke era paska-modern.

Intinya, Proklamasi RepublikNuswantaraRaya-5.0 yang selaras dengan alam semesta (rahmatan lil alamin), melandaskan pada hubungan antar manusia (nuswa & antara), untuk mencipta kedamaian, keadilan, kerakyatan, pembentuk kebangsaan. Semua komponen anak bangsa bisa melakukan musyawarah adat guna merumuskan kembali jatidiri adat Nuswantara beserta program desa mandiri (energi, pangan, local genius, infrastruktur, keunggulan lokal untuk potensi nasional dan global, dll) sampai dengan tatanan masyarakat adat yang didukung oleh sistem ketatanegaraan yang rasional dan transparan (sistemik dan konstitutif) (Saurip Kadi, 2008) yang menjamin eksistensi dan dinamika jaringan desa mandiri (connected-society/circular economy) sebagai motor penggerak negeri, serta melindungi dari anasir-anasir yang bertentangan dengan keberadaan dan perkembangannya.  

Maka metodologi pencapaian perlu memperhatikan:

1.  Bottom up: Berangkat dari potensi desa, lembaga adat, dll sebagai unit terkecil pembentuk bangsa yang lalu merumuskan bentuk Negara yang menjamin eksistensi dan tumbuh kembangnya secara sehat.

2. State-of-the-art: Berangkat dari realitas terkini yang ada di dunia untuk membantu merumuskan dan mewujudkannya.

3. Rahmatanlilalamin: Keselamatan untuk Seluruh Alam.

4. Musyawarah untuk Mufakat (nuswa & antara).

5. Organik, Sistemik, Holistik: Mulai dari nanokosmos, mikrokosmos, mesokosmos, makrokosmos, megakosmos semua dalam tatanan suatu sistem yang konsisten dan sinergi. 

Perampingan & Efisiensi

Revolusi telematika berdampak banyak fungsi, peran repetitif dan administratif yang bisa diambil-alih demi efisiensi dan mengurangi intervensi manusia yang tidak diperlukan (karena malah bisa menimbulkan korupsi dan transaksi). Penerapan manajemen informatika juga mengandung aspek penerapan hukum secara otomatis tanpa verbalisasi, karena sifat teknologi yang memaksa (otoriter). Sepakat dengan kajian LAN (Lembaga Administrasi Negara), jumlah portofolio kementerian menjadi maksimal 15 saja, serta peleburan sejumlah kementerian agar program-program rakyat lebih holistik dan tidak tumpang tindih. Ini perlu perubahan mindset dari centralized-beaucratic-government (pemerintah dengan birokrasi terpusat) menjadi desentralized-public-services (pelayanan publik tersebar), syarat dari sebuah negara demokrasi.

Mal tergerus oleh Toko Online dan mengubah diri menjadi entertainment centre, maka NKRI juga bisa punah bila tidak menyesuaikan jaman. GoFood mampu mengelola jutaan warung dan tukang ojek, maka RepublikNuswantaraRaya-5.0 dengan mudah bisa mengelola hanya sekitar 90.000 Desa sehingga Kabupaten/Provinsi yang sejatinya tidak punya rakyat menjadi tidak relevan keberadaannya. Kordinasi antar spasial bukan politik tapi lebih professional sesuai kebutuhan. Kecuali Kota yang terlanjur terbeban kompleksitas modernisasi.

Platform RepublikNuswantaraRaya-5.0 memberi peluang berbagai ideologi untuk mewujudkannya, tanpa banyak perdebatan. Desa Khilafah atau Desa Kristiani atau Desa Hindu bahkan Desa Ketuhanan YME, ataupun Desa Liberal dll. diberikan masing-masing satu pulau, maka penulis akan memilih menjadi warga Desa yang paling berhasil mensejahterakan rakyatnya, damai dan Toto Tentrem karta raharjo. Inilah demokrasi Pancasila yang sebenar-benarnya.

Tumpang Tindih

Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLHK) kalah di pengadilan lawan perusahaan di Kalbar. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memenangkan perusahaan sawit yang mengelola ribuan hektare lahan di Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar), PT PTS. Majelis hakim memerintahkan KLHK untuk mencabut Nomor SK. 733/Menhut-II/2014. Dalam gugatannya, PT PTS menggugat KLHK terkait Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 733/Menhut-II/2014 Tanggal 02 September 2014 Tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Propinsi Kalimantan Barat sebatas bidang tanah sebagaimana dalam Sertipikat Hak Guna Usaha Nomor 22 dan Sertipikat Hak Guna Usaha Nomor 24 milik PT PTS. “Telah jelas perbuatan Tergugat (KLHK) menimbulkan kerugian secara nyata bagi Penggugat karena tumpang tindih (overlapping) dengan Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN atas tanah negara seluas 10.602 Ha sebagaimana diuraikan dalam Peta Situasi Tanggal 1 Maret 1994 No. 4/1994, terletak di Kabupaten Ketapang, Propinsi Kalimantan Barat dan akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2029, sesuai dengan Sertipikat Hak Guna Usaha dahulu No. 2 sekarang Hak Guna Usaha No. 22 dan 24 atas nama PT TPS. Adapun yang tumpang tindih dengan HGU milik Penggugat seluas 817 hektare. Demikian dikutip dari putusan PTUN Jakarta, Senin (16/8/2021).

Contoh lain adalah program bioenergy yang berada di Kementerian ESDM tidak didukung oleh produksi perkebunan/pertanian yang menjadi pasokan untuk menghasilkan bioenergy karena dibawah Kementerian Pertanian, sehingga tidak terkait satu dengan yang lain.

Banyak sekali tumpang tindih. Di Kementerian Perindustrian ada Ditjen IKMA (Industri Kecil Menengah dan Aneka Industri) yang tumpang tindih dengan Kementerian Koperasi dan UMKM. Di Kementerian Dalam Negeri ada Ditjen Pembangunan Masyarakat Desa yang jelas tumpang tindih dengan Kementerian Desa. Dan masih banyak yang lain semacam ini.
Disamping itu, di bagian bawah struktur banyak sekali bagian-bagian yang tidak ada pekerjaannya, namun ada personalianya sehingga mencari-cari peran yang mengada-ada apakah untuk sekedar eksistensi diri dan posisi yang diada-adakan dalam program pemerintah, namun yang lebih lagi, keberadaannya adalah mengganggu layanan publik menjadi bertele-tele karena keturut-sertaan personalia yang sebetulnya tidak perlu sama sekali, apalagi disertai dengan rente ekonomi yang membebani rakyat dalam mengakses layanan publik (Kusuma & al., 2022).

Warisan Kolonial

Kementerian agama yang sejarahnya diadakan untuk mengendalikan kaum pribumi agar tidak bertindak radikal. Maka agama (Islam, yang sebagai ideologi menurut filsuf Muhammad Iqbal, senada dengan Komunis plus God) (Iqbal, 1966) maka dibikinkan Departemen Agama yang urusannya mengatur ibadah haji, pesantren, kawin-cerai. Seolah selain domain tersebut bukan urusan Agama (Islam). Terdapat kontroversi pro dan kontra apakah Kementerian Agama merupakan kelanjutan dari Kantoor voor Inlandsche zaken (Kantor Urusan Pribumi). Melalui lembaga inilah kebijakan politik Belanda dengan canggih dan sistematis ditelurkan. Karena kalangan pribumi kebanyakan memeluk Islam, dengan sendirinya perhatian lembaga ini lebih banyak tertuju kepada Islam khususnya, dan kaitannya dengan hubungan antaragama secara umum (Haris, 2017). Realitasnya, Kementerian Agama utamanya mengurusi bidang pendidikan sebagaimana Kementerian Pendidikan Nasional, artinya terjadi tumpang tindih domain yang sama.

Timpang/Terabaikan

Transformasi masyarakat multikulturalis tak pernah menganggap enteng eksistensi suku-suku atau ethnic dengan berbagai kekayaan budaya, tradisi dan kearifan lokal. Bahkan lebih dalam dapatlah dikatakan bahwa dinamika internal masyarakat multikultralis berada pada pundak kelompok-kelompok sosial dengan berbagai kekayaan budaya dan tradisi yang dimiliki selama bertahun-tahun. Secara rinci dapat dikaji berbagai bentuk perilaku sosial, perspektif, persepsi dan paradigma kehidupan yang dimiliki berbagai kelompok sosial, dapat diberdayakan untuk memperkaya kondisi dan iklim kehidupan masyarakat multikulturalis seperti yang ada di Indonesia. Secara natural, Indonesia dikenal sebagai bangsa yang kaya dengan alam yang sedemikian bervariasi. Namun kekayaan alam dilengkapi dengan berbagai butir kultur, tradisi dan warisan masa silam (leluhur) yang dimiliki oleh kelompok-kelompok sosial, ethnic dan suku yang mendiami seluruh tanah tumpah darah Indonesia. Namun realita secara struktural terjadi ketimpangan yang mendasar kalau dilihat dari eksistensi Kementerian Agama yang mengurusi 6 (enam) agama yang diakui secara formal oleh negara, sedangkan diluar enam (6) agama tersebut dikategorikan sebagai masyarakat adat dan kepercayaan kepada Tuhan YME dan diwadahi dalam sebuah Direktorat KMA (Kepercayaan kepada Tuhan YME dan Masyarakat Adat) dibawah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan Nasional, Riset teknologi dan Kebudayaan Republik Indonesia. Ketimpangan secara struktural oleh pengaturan Negara.

Kementerian Agama (Kemenag) memperoleh anggaran Rp 66 triliun di 2021. Kementerian Agama ada dua fungsi, satu untuk fungsi agama sebesar Rp 11,07 triliun (16,54 persen) dan fungsi kedua untuk pendidikan sebesar Rp 55,88 triliun (83,46 persen),” kata Sekjen Kemenag Nizar Ali melansir di laman Kemenag, Sabtu (5/12/2020) (Kompas, 2020). Alokasi tersebut tidak adil untuk lembaga-lembaga pendidikan non islam di wilayah Indonesia Timur. Komposisi 83% untuk Dirjen Pendidikan Islam dan 17% untuk Dirjen Binmas Keagamaan (semua agama, termasuk Pendidikan Agama non Islam). Seharusnya nama dalam nomenklatur dihapus kata ”Islam” nya sehingga menjadi Dirjen Pendidikan Agama.

Tidak Ada Fasilitas

Struktur biaya bidang pertanian tidak rasional sehingga lebih baik tanah disewakan daripada garap lahan malah rugi mana tidak ada asuransi gagal panen. Hal ini disebabkan para pekerja sektor pertanian kini malas pergi ke sawah, lebih baik mengambil jatah bantuan tunai dari pemerintah ketimbang kerja. Kalau kerja mereka minta upah tinggi sehingga dibandingkan harga jual ketika panen tidak rasional perhitungan dagangnya,

Pembagian BLT/PKH/BANSOS dll salah sasaran dan merusak mental masyarakat yang tadinya kerja kerja kerja, kini menjadi malas malas malas (paradox), karena lebih baik menunggu jatah dana tunai yang nilai hampir sama dengan upah kerja.

Pedagang pengumpul komoditi pertanian kerjasama dengan perusahaan dari negara-negara tetangga yang punya fasilitas pengawetan produk seperti bawang merah supaya tahan lama sehingga komoditi diekspor waktu panen besar dan di impor kembali waktu di Indonesia langka kebutuhan komoditi tersebut.

Jantung & Aliran Darah

Selain diperlukannya perombakan struktur pemerintahan, hal terpenting yang perlu direvitalisasi adalah model aliran darah (model keuangan negara) yang selama ini mengendalikan tata kehidupan program dan proyek pemerintahan.

Kementerian Keuangan dan model birokrasinya masih model kuno dan mendikte semua program pemerintahan dari hulu ke hilir melalui cara KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) yang dilegalkan, karena program yang akan disetujui harus dikawal setahun sebelumnya (bahkan ada yang sudah antrian tahun-tahun sebelumnya) melalui proses yang melewati sejumlah meja birokrasi (Pemda/Kementerian/Lembaga Teknis, Bappenas, Kementerian Keuangan, Komisi DPR terkait dan Banggar) dan semua memerlukan komitmen di depan, berupa “upeti (cash)”, yang sempat viral dengan angka berkisar antara 7-15% dari nilai proyek, sebelum program tersebut masuk daftar yang disetujui untuk dilaksanakan. Bagi para pengusaha yang biasa mengikuti proses ini sering disebut dengan “membidani proyek”. Pada gilirannya ketika saat pelaksanaan maka dijustifikasi melalui tender-tenderan dimana calon pemenang (yang sudah membidani proyek tersebut) sudah juga menggandeng sleeping partners (peserta yang akan dikalahkan tentu dengan imbalan menerima uang kalah). Bahkan sejumlah pengusaha mengatakan dibandingkan dengan jaman Orde Baru yang tanpa tender, jaman sekarang angka korupsinya lebih tinggi karena ada biaya “tender sinetronan”, belum lagi adanya resiko diserobot di gerbang terakhir oleh kroni penguasa baru sehingga uang membidani proyek menjadi lenyap dan disinilah biasanya KPK turun tangan karena terjadi perebutan dan saling balas dendam.

Maka, perlu dipisahkan antara Kementerian Keuangan dengan Badan Penerimaan Negara. Yang satu mengurusi kebijakan yang adil, aliran darah yang merata dan terjangkau oleh semua secara transparan, namun terkontrol mekanismenya, serta dapat mengelimiasi adanya tumpang-tindih, pemborosan, serta keterkaitan program secara holistik, Harus dipikirkan bagaimana model pembangunan yang bertumpu pada “fund generation” bukan melanjutkan skema lama yang hanya mengenal Hibah dan Pinjaman, Pajak/Cukai, Penerimaan Bukan Pajak, dan lantas disalurkan kepada K/L sesuai persetujuan Banggar/Bappenas, akibatnya hutang membengkak. Dalam paradigma circular-economy maka hutang bisa diukur kelayakan pengembaliannya. Kecuali untuk infrastruktur yang pengembalian nya jangka Panjang. Sedang Badan Penerimaan Negara yang menjadi semacam kasir.

Hentikan model hutang ala IMF sebagaimana telah dilakukan oleh Malaysia dan Thailand serta RRC. Hentikan Menteri-menteri di “boneka”kan oleh aliran darah ala birokrasi yang sudah dirancang setahun sebelumnya dan sudah disetujui oleh Pihak Lain yang sudah lengser (baik Pemerintah maupun DPR) lalu Menteri yang baru bertahta tidak bisa berbuat apapun kecuali mengikuti program rancangan tersebut. Setelah setahun maka yang terjadi adalah Sang Menteri akan merasa ngeri untuk berbuat lain karena akhirnya paham bagaimana bekerjanya gurita birokrasi yang mencengkeram sejak sebelum dia bertahta. Disinilah pilihan sulit. Mundur dengan terhormat bukan budaya Indonesia malah salah-salah dianggap tidak mampu maka sebisa-bisanya menyisip-sisipkan program yang dirasa bisa dikerjakan dalam keterbelengguan birokrasi aliran darah tadi. Ini sangat mendasar dan wajib dirombak agar para Menteri bisa berkarya sesuai Amanah yang diembannya, bukan boneka birokrasi aliran darah.

NKRI memiliki peluang untuk menjadi percotnohan era Postmodern, justru karena pembangunan masih tersentral di beberapa titik di Pulau Jawa. Dalam rangka koreksi modernism, Jaman post modern dituntut untuk kembali ke alam (back to nature), kembali ke kesederhanaan (back to simplicity) dan mengarah kepada model masyarakat bijak (wise society) bermodal kearifan lokal untuk kehidupan bersama berbasis kebhinekaan. Inilah sejatinya Indonesia Emas yang dimaksud. Saya yakin keberanian Prabowo untuk membuat legacy di jaman yang tepat ini tidak diragukan lagi.

Susunan Kabinet Zaken 2024-2029

  • Ketua DPA: Jenderal TNI (Purn) Dr. Wiranto, SH. MH.
  • Menko Bidang Perekonomian & Investasi: Ir. Sakti Wahyu Trenggono, MPA.
  • Menko Bidang Kesejahteraan Rakyat: Prof. Dr. Haedar Nashir
  • Menko Bidang Politik, Hukum dan Keamanan: Marsekal TNI (Purn) Dr (HC) Hadi Tjahjanto, S.I.P.
  • Menteri Pertahanan dan Koordinator Pangan, Gizi & Kesehatan
  • Masyarakat: Jenderal Pol. (Purn.) Muhammad Tito Karnavian, BA, MA, Ph.D.
  • Menteri Sekretaris Negara: Prof. Dr. Sufmi Dasco Ahmad.,SH, MH
  • Menteri Sekretaris Kabinet: Mayor Jenderal TNI (Purn) Glenny H. Kairupan
  • Menteri Dalam Negeri berbasis Desa: Budiman Sudjatmiko, M.A, M.Phil.
  • Menteri Luar Negeri: Lettu Inf. (Purn) Sugiono, B.Sc. M.Sc.
  • Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia: Dr. Kolier Haryanto, SH, MH.
  • Menteri Kesehatan, Gizi, Perempuan & Anak: Letjen TNI Prof. Dr. dr. Terawan Agus Putranto, Sp. Rad.
  • Menteri Kesejahteraan Sosial & Fakir Miskin: Prof. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A.
  • Menteri Perindustrian & Ekonomi Sirkular: Dr.Ing. Ilham Habibie, M.Sc.
  • Menteri Pendidikan & Ketenagakerjaan: Prof. Dr. Yohanes Surya, M.Sc.
  • Menteri Energi Terbarukan dan Sumber Daya Mineral: Ir. Iwan Hygnasto, MBA
  • Menteri Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat: Ir. Yunius Hutabarat, MBA.
  • Menteri Perhubungan: Ir. Bambang Haryo Soekartono, MBA.
  • Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas: Thomas Aquinas Muliatna Djiwandono, B.A, M.A.
  • Menteri Komunikasi, Informatika, Digitalisasi & Riset/Kepala BRIN: Prof. Dr. Ir. Onno Poerbo, M.Eng.
  • Menteri Perdagangan & Logistik Nasional: Fransiskus Welirang
  • Menteri Pertanian, Perkebunan & Peternakan: Sudaryono, B.Eng, MM, MBA.
  • Menteri Lingkungan Hidup, Pariwisata & Ekonomi Hijau Kreatif: Dr. Ir. Riza Suarga, M.Sc.
  • Menteri Peningkatan Layanan Publik & Reformasi Birokrasi: Drs. Abdullah Azwar Anas, MA.
  • Menteri Kebudayaan, Agama, Desa, dan Masyarakat Adat: Dr. Hilmar Farid, MA.
  • Menteri Tata Ruang & Kehutanan/Kepala BPN: Prof. Ir. Hasanuddin Zainal Abidin, M.Sc., Ph.D.
  • Menteri Perekonomiam Rakyat (BUMN, Koperasi & UMKM): Dr. Ir. Muhammad Taufiq, M.Sc.
  • Menteri Kelautan dan Perikanan: Dr. H. Sandiaga Salahuddin Uno, B.BA, M.BA.
  • Menteri Pemuda, Pemudi & Olahraga: I Gede Widiade, SH. MBL.
    Kepala Otorita IKN: Kaesang Pangarep
  • Kepala BIN: Letjen TNI I Nyoman Cantiasa
  • Kapolri: Listyo Sigit Prabowo
  • Jaksa Agung: Dr. ST Burhanuddin, SH, MH.
  • Kepala Badan Gizi & Cara Hidup Sehat Nasional: Prof. Pieter Zwitser
  • Kepala BPOM: Prof. Dr. Taruna Ikrar. M.Sc.
  • Kepala Badan Penerimaan Negara: Prof. Dr. Edi Slamet Irianto, SH., M.Si.
  • Kepala Staf Kepresidenan: Rahayu Saraswati Dhirakanya Djojohadikusumo
  • Juru bicara Kepresidenan: Budi Satrio Djiwandono

Sumber: GeMOI Centre (Gerakan Muliakan Orang Indonesia)

*Penulis, Dr. Ir. Justiani Liem, M.Sc. Direktur Eksekutif GeMOI Centre

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru