JAKARTA- Program Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang akan dijalankan oleh Presiden Joko Widodo tidak akan bertentangan dengan Undang-undang No 40/2004 Tentang Sisitim Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan Undang-undang No 24/2011 Tentang Badan penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), sepanjang bisa memberikan pelayanan lebih baik dari yang diberikan Badan penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Hal ini disampaikan oleh Pengamat Jaminan Sosial, Hermawanto kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (8/9).
“Misalnya KIS membebaskan penuh seluruh biaya kesehatan seluruh rakyat Indonesia tanpa ada iuran dan co-sharing lagi. Maka Jokowi tidak melanggar Undang-undang, karena pelayanan berada di atas standar yang ditetapkan oleh Undang-undang SJSN dan BPJS,” jelasnya.
Secara hukum menurutnya memang ada Undang-undang SJSN dan Undang-undang BPJS. Tapi jika Jokowi memiliki kebijakan yang lebih baik lagi maka Jokowi tidak akan dianggap melanggar hukum.
“Dan sudah seharusnya Jokowi sebagai presiden pilihan rakyat berani mengambil kebijakan yang lebih baik untuk seluruh rakyat,” tegasnya.
Ia mengingatkan, hukum berkaitan dengan hak bagi rakyat adalah standar minimum. Jadi jika pemerintah bisa memberikan pelayanan melebihi standar minimum yang ditentukan oleh Undang-undang SJSN dan BPJS maka itu lebih baik lagi.
“Ketentuan dalam undang-undang SJSN dan BPJS adalah ketentuan yang wajib harus ada. Tapi jika pemerintah bisa berikan lebih baik lagi itu lebih bagus dan itu bukan pelanggaran hukum,” ujarnya.
Hermawanto memberi contoh, pada saat Jokowi di Solo bisa menjalankan program Kartu Sehat yang menggratiskan pelayanan kesehatan seluruh rakyat Solo tanpa pungutan iuran ataupun co-sharing. Menkes Siti Fadilah dalam program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) nya secara nasional menurutnya membebas biaya kesehatan 76,4 juta rakyat miskin dan hampir miskin tanpa iuran dan co-sharing.
“Jokowi di Solo pakai APBD, Siti Fadilah menggunakan dana APBN. Keduanya dijalankan oleh pemerintah. Rumah sakit dan dokter dibayar sesuai dengan pelayanan yang dilakukan pelayanan kesehatan seluruhnya gratis sampai sembuh,” ujarnya.
Pengalaman-pengalaman itu menurutnya pasti bisa dijadikan referensi oleh Presiden Joko Widodo dalam menjalankan Kartu Indonesia Sehat (KIS) agar lebih baik dari pelayanan BPJS saat ini.
“Saya berharap Jokowi akan mempraktekkan keberhasilannya seperti Kartu Sehat Warga Surakarta yang berlaku untuk seluruh warga dan hanya dengan KTP bisa dapat fasilitas kesehatan gratis tanpa iuran dan co-sharing. Jokowi bisa mengatakan untuk seluruh rakyatku, cukup dengan KTP silahkan berobat gratis sampai sembuh dibayar negara,” ujarnya.
Jangan Pencitraan
Tapi menurutnya, jika KIS hanya untuk warga miskin dan butuh kartu baru, maka akan terjadi pengulangan pemborosan uang negara dan pasti gagal, karena salah sasaran.
“Karena data orang miskin milik BPS atau UKP4 yang dipakai BPJS banyak penyimpangan, maka sering salah sasaran. BPJS juga menyedot penambahan biaya untuk birokrasi baru,” ujarnya.
Jadi program KIS menurutnya akan bermanfaat kalau programnya lebih bagus dari yang dijalankan oleh BPJS dalam SJSN.
“Namun jika KIS diiintegrasikan dalam SJSN dan BPJS dan menjadi sama atau bahkan lebih buruk, maka KIS cuma pencitraan saja. Ah itu sihsekedar nama program baru Jokowi saja. Itu artinya, potensial menjadi program yang bohongi rakyat,” tegasnya. (Web Warouw)