Jumat, 4 Juli 2025

Indonesia Butuh 1.200 Pesawat Tempur

JAKARTA- Untuk menjaga wilayah udara Republik Indonesia dari penyusupan atau serangan musuh, maka setidaknya Indonesia membutuhkan 100 skuadron atau 1.200 pesawat tempur. Untuk tidak terlalu membebani APBN maka pemerintah harus pandai-pandai bekerja sama dengan negara-negara produser pesawat tempur modern. Hal ini disampaikan oleh anggota Komisi I DPR-RI dari PDI-P Evita Nursanty kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (5/11) menjawab mengapa Indonesia sangat mudah diterobos pesawat asing.

 

“Kalau bicara ideal, kita harusnya  memiliki 100 skuadron atau 1.200 pesawat tempur.  Sekarang kalau nggak salah kita baru memiliki 20 skaudron. Dan bukan tempur semua, termasuk  pesawat latih. Tapi 10 tahun ke depan minimal kita bisa memiliki 50 skuadron tempur murni,” ujarnya.

Menurut Evita Nursanty sebenarnya langkah TNI Angkatan Udara sudah seharusnya melakukan intercept dan menghalau semua langkah memasuki wilayah kedaulatan NKRI tanpa ijin.

Langkah tersebut adalah bagian tindakan preventif  sebagai upaya menjaga agar wilayah NKRI dari segala bentuk ancaman dan tindakan semena-mena.

“Nah terkait dengan hal tersebut ini adalah bagian dari indikasi bagaimana bentuk ancaman terhadap NKRI makin intensif. Langkah TNI Angkatan Udara ini sudah benar sehingga harus diapresiasi,” katanya.

Evita Nursanty mengatakan bahwa yang harus dilakukan saat ini juga adalah mendukung semua kegiatan yang akan memperkuat pertahanan udara Indonesia.

“Salah satunya dengan menyokong  kebijakan yang terkait dengan  penguatan Angkaran Udara . Misalnya yang konkrit adalah meningkatkan amggaran pertahanan agar masuk akal dihadapan tingkat kesulitannya,” jelasnya.

Penguatan TNI Angkatan Udara menurutnya sangat strategis di dalam visi ‘Poros Maritim Dunia’ . Kekuatan kekuatan laut dan udara menjadi harus menjadi terdepan.

Ia yakin langkah penguatan TNI Angkatan Udara adalah semuah kemestian mengingat perkembangan situasi kawasan Asean yang saat ini semakin liberal.

“Dari langkah kerjasama untuk mendapatkan senjata nantinya kita bisa melakukan transfer tekhnokogi sebagaimana yang kita lakukan dengan Korea misalnya,” jelasnya.

Mekanisme transfer teknologi dimasa yang akan datang bertujuan untuk membanun industri alutsista sendiri yang mungkin bisa dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia,” ujarnya.

Penyergapan Ketiga

Sebelumnya pesawat jenis Gulfstream IV dengan Nomor HZ-103 berangkat dari Singapura menuju Darwin Australia sebelum menuju tujuan akhir Brisbane tersebut sempat mencoba melarikan diri. Dengan cepat 2 pesawat Sukhoi Su-30 MK2 dengan call sign “Thunder Flight” disiapkan dengan bahan bakar penuh dan amunisi lengkap, termasuk rudal udara ke udara canggih R-73 Archer untuk menyergap sasaran.

Thunder Flight terdiri dari 2 Su-30 yang dipiloti Letkol Pnb Vincent/Mayor Pnb Wanda dan Letkol Pnb Tamboto/ Mayor Pnb Ali dalam waktu singkat melaksanakan Scramble dan Take Off  tepat saat pesawat asing melintas meninggalkan wilayah udara Kalimantan menuju selatan Makasar.

Pesawat Gulfstream yang terbang tinggi pada ketinggian 41 ribu kaki nampaknya mengetahui jika dikejar dan meningkatkan kecepatan semula dari kecepatan jelajah  0.74 Mach (700 kmpj) menjadi 0.85 Mach (920 kmpj).  Namun Sukhoi mengejar dengan kecepatan suara yaitu antara 1.3 – 1.55 Mach (1400- 1700 kmpj).

Thunder Flight melaksanakan pengejaran sampai melewati Eltari, Kupang dan berhasil mendekati pesawat tersebut dan dapat melaksanakan komunikasi dengan radio di sekitar 85 Nm atau 150 km dari Kupang serta sudah mendekati perbatasan wilayah udara Timor Leste.

Crew pesawat Gulfstream IV  cukup  komunikatif saat diperintahkan oleh Thunder Flight untuk berbelok ke kanan  menuju Lanud Eltari Kupang. Akhirnya pukul 13.25 WIT  pesawat Gulfstream IV yang diketahui dari Saudi Arabia  tersebut landing di Lanud Eltari menyusul pada pukul 13.32 WIT kedua pesawat  Su-30 MK2 juga landing di Lanud Eltari. Pesawat di paksa mendarat karena awaknya harus  diperiksa oleh personel TNI AU, karena masuk wilayah udara Indonesia tanpa ijin lengkap berupa dokumen Flight Clearance untuk memasuki wilayah kedaulatan Indonesia.  

Menurut Kapuspen TNI Mayjen TNI M. Fuad Basya, saat ini pesawat Gulfstream IV, ditahan di Apron Lanud Eltari untuk dilakukan pemeriksaan  lebih lanjut. (Web Warouw)

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru