Langkah hukum terakhir yang dilakukan oleh Prabowo-Sandi sendiri dihadapan Mahkamah Agung, menunjukkan ketidakrelaan terhadap kekalahan pada Pilpres 2019. Maria Pakpahan, Ketua Seknas Jokowi di Inggris dan Deklarator Seknas Jokowi dari Edinburgh, Scotlandia menyorotinya dan dimuat Bergelora.com. (Redaksi)
Oleh: Maria Pakpahan
PERTAMA, tindakan terbaru Prabowo-Sandi berkasasi baru di Mahkamah Agung (MA) menjadi langkah yang jelas akan Error in Objecto. Error in Objecto pada prinsipnya adalah kesalahan gugatan/dakwaan atas objek yang dipersengketakan. Hal ini juga sudah dikemukakan MA saat kasasi diajukan Joko Santoso dan Hanafi Rais.
MA sudah menolak karena memang bukan wewenangnya mengganti nama penggugat menjadi Prabowo-Sandi dan tidak akan menjadi membuat kasasi ini akan diterima Makamah Agung. Mana ada kasasi di atas kasasi. Apakah Prabowo-Sandi sedang berkatarsis hukum? Alias berstrategi bagai “pukat harimau” asal usaha, menebar, kali-kali dapat,–tanpa lagi melihat logika dan azas hukum. Cobalah baca, apa yang kurang jelas?
Putusan MA tertuang di dalam Putusan MA RI No. 1/P/PAP/2019. Putusan itu mengenai permohonan sengketa pelanggaran administratif pemilihan umum terhadap Pelanggaran Administrasi Pemilu TSM pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 atas Putusan Bawasu RI No. 01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019 tanggal 15 Mei 2019.
Pendek kata gugatan ini salah sasaran. Sekarang kembali hal ini dilakukan. Belum lagi,–langsung lompat ke kasasi. Tambah menjadi-jadi kengawuran manuver yang dilakukan. Sangat disayangkan karena hal ini menjadi konfirmasi bahwa Prabowo-Sandi memang jelas tidak menerima kekalahan mereka diranah hukum.
Di ranah politik-sosial,–perlu juga digaris bawahi bahwa Pilpres sudah usai. Himbauan presiden terpilih, Jokowi- Maaruf Amin agar persatuan Indonesia menjadi fokus dan rakyat tidak terbelah bukan lagi 01 dan 02,– merupakan moral standing. Inilah pemimpin yang hakiki siap melayani seluruh rakyatnya. Ini premis awal berbangsa dan bernegara. Setiap warganegara sama kedudukannya. Oleh karena itu sejak awal Jokowi menegaskan hal ini.
Menjadi sangat aneh jika saat ini ada upaya kasak kusuk menebas premis awal ini dengan kasus Riziek Shihab (RS),– seakan menjadi signal, menjadi gesture, tawar menawar untuk so called ‘rekonsiliasi’.
Narasi apa yang sedang dibangun? Ada privilege untuk RS? Ini sesungguhnya pelecehan terhadap premis awal warganegara. Perlu dicatat RS tidak juga dicekal ataupun tangkal. Jadi buat apa heboh soal mau pulang ke Indonesia. Ini lebih soal apakah RS punya nyali menghadapi realitanya. Presiden Jokowi tidak perlu mengikuti alur yang diajukan,– RS seakan menjadi prasyarat, gesture untuk ‘rekonsiliasi’ karena sesungguhnya apa itu rekonsiliasi?
Terlalu berpretensi menganggap rakyat perlu rekonsiliasi. Apa gejala yang kemudian dianggap seakan rakyat dalam darurat? Ada polarisasi tajam, perlu tabayun, kohesi sosial gegar otak dan sebagainya.
Menurut saya “rekonsiliasi” organik sudah mulai berlangsung. Tentu masih perlahan. Tetapi arah rakyat lanjut dengan kehidupan hariannya. Rakyat sibuk mencari sekolah sesuai zonanisasi untuk anaknya. Rakyat sibuk cari kerja dan sebagainya.
Justru tindakan Prabowo-Sandi menggugat kembali ke MA menunjukkan di pucuklah, di kelompok pimpinanlah, di creme de la creme lah yang masih gundah dan delusional.
Dalam aras ini juga menyangkut soal orang-orang yang ditahan karena bersangkutan dengan pelanggaran Undang-Undang ITE dan makar yang juga dikaitkan sebagai prasyarat rekonsiliasi. Ini jelas akan jadi precedent buruk dan justru jangan dilakukan!
Koridor hukum dan politik jangan dicampur baur.
Warganegara Indonesia perlu diberi teladan yang benar dan baik. Presiden Jokowi oleh karenanya harus taat hukum. Jangan sampai Pak Jokowi malah terjebak dalam tuduhan kriminalisasi ulama. Justru sebaliknya. Jokowi wajib impartial terhadap kasus RS karena memang bukan wewenang Presiden mengurusi orang yang secara volunteer mengambil tindakan migrasi ke Saudi Arabia selama dua tahun ini.
Soal overstay orang yang bersangkutan dan denda sebagai konsekwensi overstay ini,– juga bukan urusan Jokowi. Republik Indonesia bukan soal RS, bukan soal Prabowo dan juga bukan soal Jokowi. Indonesia negara hukum! Justru ini kesempatan agar warga negara melihat bagaimana wibawa hukum patut ditegakkan, bukan di bengkokkan atas nama “untuk rujuk”, untuk harmoni.
Percayalah di kalangan akar rumput, tensi rakyat sudah mulai cair dan tidak lagi tertawan Pemilu Pilpres. Yang masih tertawan adalah mereka yang hari ini masih sibuk coba kasasi ke MA! Ambil hikmahnya, hal ini bagai cermin nan jernih soal Prabowo-Sandi. Action speaks louder than words!

