Senin, 25 Agustus 2025

INSPIRATIF…! DPP LDII: Sepak Bola dan Industri Kreatif Bisa Bentuk Karakter Generasi Muda

JAKARTA- DPP LDII memandang sepak bola dan industri kreatif dapat digunakan untuk membangun kepribadian para generasi muda. Inilah yang mendorong DPP LDII menghelat dua webinar “Pembinaan Sepak Bola Usia Dini” dan “Kreativitas Penambah Imunitas”, pada Minggu (29/8).

Dalam webinar mengenai pembinaan sepak bola DPP LDII mengundang Direktur Teknik Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Indra Sjafri. Sebagai mantan pelatih tim nasional, Indra Sjafri banyak mengenal para pemain dari LDII.

“LDII telah menurunkan para pemain yang pernah bermain untuk Timnas Indonesia. Di antaranya, Budi Sudarsono, David Maulana, Abimanyu dan lain sebagainya. Saya berharap lebih banyak lagi pemain Indonesia lahir dari LDII,” katanya.

Bagi Indra, sepak bola tak sekadar melatih fisik dan mental para pemain. Ia mengaku, berdakwah di lapangan hijau juga dapat membantu meningkatkan sekaligus menjaga keterampilan bersepak bola, “Saya melatih tim sekaligus berdakwah di sana. Terlihat, pemain Indonesia usai meraih kemenangan, sebagian melakukan sujud syukur. Itu merupakan simbol-simbol religius yang ditampakkan oleh generasi timnas Indonesia,” ujarnya.

Tidak hanya itu, bermain sepak bola tidak hanya mengenai kalah atau menang saja. Sepak bola juga harus dibangun melalui nilai-nilai dan karakter yang baik, “Sepak bola bukan mengenai kalah-menang saja. Namun, kualitas dan nilai-nilai karakter harus dibangun dalam sepakbola. Kekalahan yang sudah diperjuangkan dengan cara yang baik, itulah kemenangan yang hakiki. Tetapi sebaliknya, jika kemenangan dicapai dengan cara yang tidak baik, maka itu kekalahan yang sebenarnya,” tuturnya.

Indra Sjafri mengharapkan, LDII dapat membuat kursus kepelatihan di setiap provinsi. “Saya berharap kepada LDII untuk kedepannya, membuat kursus kepelatihan di setiap provinsi. Bila ini terwujud, saya yakin generasi muda Indonesia akan mahir dalam sepak bola. Inilah yang dilakukan negara lain, seperti Jepang,” ujarnya.

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sementara itu, Deputi 3 Bidang Pembudayaan Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Raden Isnanta mengapresiasi LDII yang telah berfokus memajukan sepak bola di Indonesia. Ia mengungkapkan LDII di berbagai daerah telah menggiatkan olahraga, salah satu upayanya dengan mendirikan Sekolah Sepak Bola (SSB). “Banyak pemain terbaik Indonesia yang lahir dari LDII,” ujarnya.

Penduduk Indonesia merupakan penggila bola terbesar ketiga di dunia. Menurut Raden Isnanta, menjadi penggila sepak bola tidak secara otomatis menjadikan prestasi sepak bola Indonesia mendunia. “Agar berprestasi tinggi, olahraga khususnya sepak bola harus dibina, sejak usia dini hingga menjadi pemain profesional,” ucapnya.

Proses panjang itu tidak hanya melibatkan soal teknis seperti skill, taktik, strategi dan mental, namun faktor non teknis pun sangat diperlukan dalam mengembangkan potensi pada anak. “Seperti halnya lingkungan yang kondusif, islami, agamis dan sebagainya tentu akan menumbuhkan atlet yang berprestasi,” tambahnya.

Ia menambahkan, jika berada dalam lingkungan yang tidak baik, iklim pertumbuhan atlet berprestasi tidak akan tercipta. Namun ada juga atlet dari iklim yang kurang baik bisa menjadi atlet berprestasi.

“Sebagai contoh, Mike Tyson. Dia berasal dari lingkungan yang kurang baik, kemudian diangkat ke dalam iklim yang kondusif maka dia menjadi atlet berprestasi, tentu perlu pengawasan,” kata Raden Isnanta.

Dukungan dari berbagai pihak mulai dari keluarga, organisasi, pemerintah maupun pondok pesantren sangat dibutuhkan. “Alhamdulillah, LDII sangat peduli dengan sepak bola akhirnya melahirkan pesebakbola yang berprestasi,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Sekretaris Umum DPP LDII, Dody Taufik Wijaya mengatakan, pembinaan sepakbola usia dini, LDII sudah melakukan pembinaan fisik, mental, dan spiritual.

“Sebelumnya, kami mengapresiasi untuk narasumber yang mau membagikan ilmunya dalam pembinaan sepak bola untuk generasi muda. Ini merupakan dakwah bilhal LDII alias kontribusi nyata untuk bangsa,” ujarnya.

Mandiri Dengan Industri Kreatif


Pada pembukaan webinar Temu Tamu 2.0. dengan tema “Kreativitas Penambah Imunitas”, Ketua Departemen Pemuda, Kepanduan, Olahraga dan Seni Budaya (PKOSB) DPP LDII Adityo Handoko, mengungkapkan bahwa mandiri tidak harus menjadi karyawan. Kemandirian dapat lahir dari kreativitas.

“Pada masa pandemi ini, kreativitas dapat muncul dari hobi yang ditekuni dan dipersungguh lalu dipasarkan melalui dunia maya sehingga dapat menghasilkan keuntungan,” ujarnya saat membuka Temu Tamu 2.0.

Kegiatan ini merupakan kerja sama antara Komunitas Titik Temu dengan Departemen PKOSB DPP LDII, yang bertujuan memberikan wawasan dan kesempatan usaha pada bidang industri kreatif, sehingga dapat mendorong kemandirian pemuda Indonesia.

Dilaksanakan melalui kombinasi luring dan daring dari Gedung DPP LDII, Patal Senayan, Jakarta Selatan pada Minggu (29/8), talkshow kali ini menghadirkan narasumber praktisi industri kreatif yang sudah berpengalaman di bidangnya masing-masing, yaitu Farah Baharessa (Fashion Designer dan Creative Director Baharessa Studio), Febriyana Fadhillah (Freelance Illustrator), Saiful Bahri (Visual Designer dan Editor), dan Tangguh Mafaza (Graphic Designer dan Marketing Strategis).

Menurut Farah saat terjun ke dalam industri kreatif, setiap orang dapat secara bebas untuk mengekpresikan ide-ide, “Dan yang paling mengesankan adalah saat orang lain sudah tertarik dengan karya kita,” ujarnya. Menurutnya, bila tidak mulai dicoba, maka tidak akan tahu kalau memiliki passion pada bidang tersebut.

Sejalan dengan Farah, Saiful berpendapat mengenai hal yang paling berkesan. “Saya tidak pernah menyangka kalau karya saya diterima oleh klien dari luar negeri dan hal itu menjadi titik paling membanggakan bagi saya terjun di dunia ini (industri kreatif),” tambah Saiful.

Tangguh Mafaza pembicara lainnya juga menyampaikan tidak perlu takut untuk menghadapi persaingan yang ketat di industri kreatif karena di balik ketatnya persaingan, terdapat kesempatan yang semakin besar. “Walaupun berhadapan dengan perusahaan yang besar, kita harus bisa standout dan jangan mau kalah,” jelas Tangguh.

Sementara berbicara menjalankan karir dengan status mahasiswa, Febriyani berpendapat bahwa dalam menjalankan kedua hal tersebut tentu harus berani berkorban. “Yang paling banyak dikorbankan adalah waktu. Terkadang waktu istirahat digunakan untuk bekerja. Tentu hal tersebut menjadi dorongan untuk meraih sukses,” tambah Febriyani. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru