JAKARTA- Selama setahun berkuasa, Presiden Joko Widodo dinilai banyak ingkar janji. Presiden, Joko Widodo juga dinilai belum menunjukkan kepemimpinannya yang berkualitas pada bidang hukum, pemberantasan korupsi, dan penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu. Jokowi masih terbatas semata menjadi pemimpin pembangunan bidang infrastruktur. Bukan pembangunan Indonesia seutuhnya. Hal ini disampaikan oleh Ketua Setara Institute, Hendardi kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (20/10).
“Pada bidang pemberantasan korupsi, Jokowi tidak menjalankan kepemimpinan efektif yang mendukung pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Pemerintahan Joko Widodo menurutnya hanya terbatas menjadi pemadam kebakaran atas kegaduhan yang sebenarnya diciptakan oleh para menteri, pejabat di bawah koordinasinya. Pada pemimpin yang pasif dalam hal antikorupsi, sulit diharapkan terobosan baru yang signifikan.
“Selain kriminalisasi pimpinan KPK dan revisi Undang-undang KPK, di bawah Jokowi juga kepala daerah dan kementerian serta lembaga pemerintah semakin dimanjakan dengan proteksi antikriminalisasi yang cenderung potensial disalahgunakan,” jelasnya.
Pada bidang hukum, Pemerintahan Joko Widodo gagal mengelola Prolegnas untuk memproduksi berbagai undang-undang yang secara nyata dibutuhkan oleh rakyat. Publik juga belum memperoleh keyakinan atas kinerja penegak hukum dan integritas pejabat di bidang hukum.
“Kemenenterian Hukum dan HAM, belum efektif menjadi pejabat publik dan lebih merepresentasikan diri sebagai wakil partai dan menjadi pelindung kepentingan politik partai,” tegasnya.
Pada bidang Hak Asazi Manusia menurutnya, prestasi Presiden Joko Widodo hanya menerbitkan Perpres No. 75/2005 Tentang RANHAM 2015-2019, dengan materi muatan yang mirip program kerja lembaga kajian bukan sebagai rencana pemerintah.
“Kualitas RANHAM sangat buruk dibanding sebelumnya. Sisanya, Jokowi melalui para pembantunya hanya bikin gaduh dengan ide rekonsiliasi tanpa pengungkapan kebenaran,” ujarnya.
Gagasan menyesatkan ini menurutnya sampai sekarang terus bergulir. Satu tahun ini juga pelanggaran HAM terjadi, Tolikara, Aceh Singkil, Lumajang, pembiaran pengungsi Syiah dan Ahmadiyah, kriminalisasi kebebasan berpendapat, berekspresi, dan lainnya.
“Semua terjadi atas nama pembangunan ekonomi dan infrastruktur yang juga terbatas memenuhi aspirasi sektor industri besar bukan ekonomi rakyat,” jelasnya.
Janji Politik
Sebelumnya, secara terpisah mantan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Laode Ida meminta agar Presiden Joko Widodo instropeksi atas implementasi janji-janji politik kampanye.
“Joko Widodo pernah berjanji untuk tampilkan pemerintahan yang profesional dengan tak berdasarkan ‘bargaining politik dengan parpol’ baik dalam jabatan menteri maupun lainnya. Faktanya, sejak awal pemerintahannya sedah dilanggarnya sendiri,” ujarnya kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (20/10)
Janji yang lain menurutnya adalah keinginan untuk mewujudkan ideologi Tri Sakti-nya Bung Karno dengan menciptakan kemandirian ekonomi bangsa. Justru yang terjadi sekarang adalah diundangnya investasi asing untuk mengeksploitasi Sumber daya alam nusantara ini.
“Terlalu banyak contoh-contoh lainnya yang bisa kian menegaskan Jokowi cenderung ingkar janji dalam satu pertama pemerintahannya,” ujarnya.
Harapan Hampa
Sementara itu Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND) menilai satu tahun Presiden Joko Widodo berkuasa, harapan besar yang diamanatkan kepadanya kini tinggal harapan hampa. Kesenjangan ekonomi semakin menjulang tinggi, gini ratio Indonesia saat ini sudah mencapai 0,42. Perbedaan kesejahteraan antara si kaya dan si miskin semakin tajam. Ditambah lagi, per Maret 2015, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin Indonesia saat ini mencapai 28,59 juta jiwa atau 11,22 % penduduk Indonesia saat ini.
“Jelas bagi kita saat ini, bahwa janji-janji yang pernah disampaikan Jokowi-JK pada saat kampanye hanyalah bualan belaka. Cita-cita proklamasi, Pancasila, UUD 1945, dan Trisakti kini telah ditinggalkan. Dalam menjalankan Pemerintahannya, Jokowi-JK masih melanjutkan estafet rezim-rezim sebelumnya,” ujar Ketua Umum LMND, Vivin Sri Wahyuni kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (20/10).
Saat ini menurutnya, Indonesia semakin bergantung terhadap modal asing, semakin membuka luas pasar bagi produk-produk asing yang mengakibatkan matinya produk dalam negeri. Selanjutnya, semakin didikte oleh lembaga-lembaga keuangan dunia—IMF, World Bank, dan ADB.
“Hal itu dapat dinilai dari kebijakannya menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang menyerahkan harga pada mekanisme pasar, ketidaktegasan dalam polemik dengan PT Freeport Indonesia,” ujarnya.
Mendoakan Jokowi
Sementara itu Wakil Ketua Umum, Partai Gerindra FX Arief Poyuono sebaliknya mengajak masyarakat berdoa untuk Presiden Joko Widodo yang telah memerintah selama 1 tahun.
“Semoga di tahun-tahun berikut pemerinrhannya Joko Widodo diberikan hikmat dan kebijakan untuk memerintah negeri Indonesia menjadi lebih baik dan banyak bermanfaat bagi rakyat Indonesia,” ujarnya dari Beijing, Cina kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (20/10)
Ia berharap pada tahun-tahun berikutnya pemerintahan Joko Widodo tidak lagi harus menghadapi bencana alam dan krisis yang lebih dalam lagi.
“Apapun ketidaksukaan kita pada Jokowi tapi kita patut bersyukur negara kita tidak masuk jurang krisis ekonomi yang bisa membawa krisis politik yang berbahaya bagi keselamatan NKRI,” ujarnya.
Arief Puyuono juga berpesan pada para pendukung Presiden Joko Widodo agar jangan menyanjung terlalu berlebihan dan anti kritik terhadap para pengkritik Joko Widodo.
“Pada yang tidak suka pada Jokowi, juga jangan hanya sekedar mengkritik tanpa memberikan jalan keluar terhadap persoalan yang dihadapi. Karena setiap persoalan pasti akan menimpa setiap bangsa Indonesia, baik dia pendukung atau bukan pendukung Joko Widodo,” ujarnya. (Web/Ded/Dari)