JAKARTA- Meski pemerintah belum secara resmi menyatakan bahwa negara dalam keadaan krisis, namun secara diam-diam tengah mempersiapkan strategi ‘memancing di air keruh’ atau mengambil kesempatan untuk mendapatkan keuntungan di tengah kekacauan ekonomi. Hal ini disampaikan oleh pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (20/10).
“Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), segera akan mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK),” ujarnya.
Menurutnya, Rancangan Undang-undang ini pernah ditolak DPR semasa pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) karena ditengarai akan menjadi alat legalisasi bailout bank Century. Oleh pemerintah Jokowi Rancangan Undang-undang ini kembali diajukan ke DPR untuk disahkan dan tampaknya DPR periode 2014 – 2019 ini akan mengesahkan Undang-undang ini.
“Lahirnya Undang-undang JPSK tidak lebih dan tidak kurang merupakan alat bagi bagi jabatan diantara elite pemerintahan dan DPR sekarang,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui katanya, setiap pembentukan Undang-undang selalu diikuti dengan pembentukan lembaga. Selanjutnya jabatan dalam lembaga lembaga tersebut akan dibagikan diantara elite politik.
“Dengan pembentukan lembaga-lembaga baru maka akan tersedia ruang bagi pengerukan, pemerasan kekayaan negara dan rakyat,” jelasnya.
Kondisi paling parah menurutnya terjadi dalam sektor keuangan. Lembaga-lembaga negara yang mengurusi sektor keuangan nasional sudah terlampau banyak dan tumpang tindih. Lembaga-lembaga itu bukannya memberikan jalan keluar bagi krisis keuangan saat ini tapi justru memperkeruh situasi keuangan dalam negeri. Lembaga negara yang mengatur sektor keuangan tersebut adalah Bank Indonesia (BI), Otoritas jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan lembaga pemerintah sendiri yakni Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Lembaga-lembaga tersebut tidak hanya menjadi tempat untuk membagi jabatan diantara elite dengan gaji yang super besar, namun juga menjadi alat bagi elite politik untuk mengeruk dan memeras sektor keuangan baik perbankan maupun non bank,” ujarnya.
Malalui Undang-undang JPSK tidak tanggung-tanggung akan dibentuk kembali sekaligus dua lembaga keuangan baru. Lembaga pertama adalah Komite Stabilitas Sistem Keuangan yang bertugas menetapkan status bankrutnya sektor keuangan dan memberikan persetujuan suntikan dana kepada bank yang bangkrut. Lembaga kedua adalah Badan restrukturisasi perbankan yangterdiri dari dewan pengawas, dewan eksekutif badan restrukturisasi perbankan. Lembaga ini semacam BPPN tempo dulu yang akan bertugas melakukan restrukturisasi bank-bank yang bankrut.
“Melalui dua lembaga yang dibentuk dengan Undang-undang JPSK ini, maka akan menjadi landasan legal untuk merampok kekayaan keuangan negara dengan alasan krisis. Dalam krisis 1998 keuangan negara dirampok melalui BLBI dan melalui restrukturisasi dan rekapitalisasi perbankan. Krisis 2008 menjadi ajang perampokan keuangan negara melalui bailout Bank Century,” ujarnya.
Dengan disahkannya Undang-undang JPSK, maka akan menjadi landasan legal bagi pemerintahan, bersama Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPPS) untuk sekali lagi merampok kekayaan negara secara sah. (Calvin G. Eben-Haezer)