Jumat, 4 Juli 2025

Rakyat Galang Petisi Penolakan Pengeboran Kembali PT Lapindo

JAKARTA- Menyambut pengeboran kembali areal bencana akibat PT. Lapindo Brantas di Sidoarjo, Jawa Timur, sebuah petisi nasional penolakan tertuju kepada Menteri ESDM Sudirman Said dan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah kembali digalang untuk menghentikannya perusahaan yang masih berhutang pada masyarakat korban dan negara tersebut. Sampai berita ini ditulis Bergelora.com di Jakart, Minggu (10/1), petisi yang digagas oleh Urbanpoor Consortium (UPC) ini telah berhasil mendapatkan 16.166 pendukung dalam www.change.org

Pada 6 Januari 2015 lalu PT. Lapindo mengerahkan 500 aparat gabungan TNI-Polri untuk memaksakan alat berat masuk ke lokasi.

“Kita bisa menjaga lingkungan kita agar tidak dirusak perusahaan yang mengejar keuntungan semata. Kita bisa menyelamatkan uang negara (uang dari pajak yang kita bayarkan) daripada harus dihabiskan untuk menanggung kesalahan yang diperbuat oleh perusahaan Lapindo,” demikian isi petisi itu.

Dibawah ini isi lengkap petisi tersebut :

“Kementerian ESDM dan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah memberikan izin pengeboran baru kepada PT. Lapindo Brantas di area Desa Kedungbanteng dan Banjarasri, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo. Lokasi desa yang akan dibor oleh Lapindo ini hanya berjarak 20-50 meter dari pemukiman warga dan 1 kilometer dari pusat semburan lumpur yang sampai saat ini masih aktif.

Menurut beberapa pakar geologi, wilayah Porong dan Tanggulangin terdapat patahan tanah mulai dari Watukosek gunung Penanggungan hingga Madura yang akan sangat mudah terjadi semburan lumpur dengan sendirinya jika terjadi tekanan atau gesekan.

Semburan lumpur lapindo tahun 2006 masih menyembur hingga sekarang. Sudah ribuan rumah, sawah dan puluhan ribu warga yang terusir dari desanya. Sudah triliuan juga uang APBN yang terserap untuk mengatasi masalah lumpur lapindo ini. Jika pengeboran baru ini terjadi maka ada potensi kejadian semburan lumpur akan bertambah lagi yang artinya korbannya akan semakin bertambah banyak. Tidak hanya di desa lokasi pengeboran (Kedungbanteng dan Banjarasri) namun juga desa-desa di sebelahnya seperti Penatarsewu, Kalidawir, Banjarpanji dan Sentul.

Warga di Banjarasri dan Kedungbanteng sudah pernah melakukan protes atas rencana pengeboran ini namun tidak didengar dan justru teror dan tekanan yang didapatkan. Padahal dalam Undang-undang No. 22 tahun 2001 tentang Migas pasal 33 ayat 3 (d) pengeboran tidak boleh dilakukan di bangunan, rumah tinggal, atau pabrik beserta tanah pekarangan sekitarnya, kecuali dengan izin dari instansi Pemerintah, persetujuan masyarakat, dan perseorangan yang berkaitan dengan hal tersebut.

Pemerintah tidak menghiraukan keberatan warga,– malah justru tanggal 6 Januari 2015 membantu PT. Lapindo mengerahkan 500 aparat gabungan TNI-Polri untuk memaksakan alat berat masuk lokasi.

Menteri ESDM Sudirman Said dan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah harus segera mencabut izin pengeboran baru ini.

Dengan menandatangani petisi ini kita berkontribusi untuk mencegah kejadian semburan lumpur lapindo bertambah lagi. Kita bisa mencegah bertambahnya jumlah korban. 75 ribu jiwa terusir dari desanya sudah cukup jangan bertambah menjadi ratusan ribu bahkan juta jiwa.

Kita bisa menjaga lingkungan kita agar tidak dirusak perusahaan yang mengejar keuntungan semata. Kita bisa menyelamatkan uang negara (uang dari pajak yang kita bayarkan) daripada harus dihabiskan untuk menanggung kesalahan yang diperbuat oleh perusahaan Lapindo”

Tanggapan masyarakat lewat penggalangan petisi di www.change.org mulai mengemuka. Sebagian besar mengecam sikap pemerintah yang memberikan ijin pengeboran kembali perusahaan yang masih menyisakan hutan pada masyarakat dan negara tersebut.

“Pemerintah jangan ndableg membiarkan hal ini. Kalau masyarakat dan penduduk disana sudah pada kuatir eksesnya dan menolak, kenapa pula ngotot dikerjaken? Sosialisasi seluas-luasnya secara langsung kepada masyarakat, buka forum debat selebar-lebarnya. Bakal lebih banyak alasan ilmiah dari pakar-pakar kenapa tidak boleh gali lagi dalam radius sedekat itu. Jangan cuma kasih uang kompensasi 135 ribu dan sembako lantas menganggap sudah mendapat persetujuan masyarakat,” demikian Kurniadi Chandra, dari Bandung. (Calvin G. Eben-Haezer)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru