Rabu, 30 Juli 2025

Presiden Jokowi Siapkan Petugas Keamanan Hadapi Anarkisme

JAKARTA- Presiden Joko Widodo sudah menyiapkan aparat keamanan  untuk menghadapi anarkisme yang kemungkinan dilakukan oleh pengunjuk rasa yang akan mengganggu ketertiban umum pada Jumat, 4 November 2016. Hal ini disampaikan Presiden Joko Widodo di Jakarta kepada Pers Senin (31/10) .

“Aparat keamanan sudah saya minta bersiaga dan melakukan tugas secara profesional jika ada tindakan anarkis oleh siapa pun,” ujarnya lewat Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden Bey Machmudin yang dikutip Bergelora.com.

Aksi menolak pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menurut Presiden Joko Widodo seharusnya dilakukan dengan tertib dan tidak merusak.

“Demonstrasi adalah hak demokratis warga tapi bukan hak memaksakan kehendak dan bukan  hak untuk merusak,” ujarnya.

Presiden Joko Widodo menghargai perbedaan pendapat dikalangan masyarakat sebagai bagian dari demokrasi, namun akan tetap mengutamakan kepentingan umum diatas segalanya.

“Pemerintah akan menjamin hak menyampaikan pendapat tapi juga akan mengutamakan ketertiban umum,” tegasnya.

Aksi unjuk rasa besar-besaran mengecam Basuki Tjaha Purnama terkait dengan dugaan penistaan agama, direncanakan digelar 4 November

Senada dengan itu,  Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan, demo merupakan hak warga negara yang harus dihormati dan dijamin secara demokratis.

Namun, aksi masa itu harus dilakukan secara tertib, damai, dan bermartabat sesuai dengan hukum yang berlaku.

Dia menambahkan, dalam demo yang akan dilaksanakan pada 4 November nanti, tidak boleh ada massa yang membawa atribut Muhammadiyah.

“Muhammadiyah tidak terlibat dalam demo,” tegas dia kepada Pers dan dikutip Bergelora.com, di Jakarta, Senin (31/10).

Kapitalis Berebutan

Sementara itu, Budayawan Burhan Rosyidi mengatakan kegaduhan yang akan dilakukan 4 November hanya akan menjadi ajang perseteruan antar kekuatan kepentingan yang saling berebut momentum untuk kepentingan kapitalisme.

“Sudah sejak lama dan hingga detik ini RI memang dijajah dan dijarah oleh persengkongkolan jahat antara kapitalis bule dan kapitalis taipan,” tegasnya anggota Presidium Komite Kedaulatan Rakyat (KKR) ini kepada Bergelora.com secara terpisah.

Menurutnya, konflik sosial berbasis suku, agama dan ras (SARA) khususnya etnis tionghoa bagi klik politik para kapitalis taipan di Indonesia merupakan momentum.

“Yang sederhana untuk memancing sikap pihak RRC terhadap nasib warga etnis tionghoa perantauan di Indonesia yang dalam keadaan terancam.

“Aksi 4 November adalah pesan kepada RRC bahwa betapa besar daya tolak bangsa Indonesia terhadap RRC sehingga tidak realistislah bila RRC ingin menjajah untuk menjarah Indonesia tanpa kerjasama dengan klik politik kapitalis taipan di Indonesia. Anti Ahok sudah mulai dipaket menjadi Anti RRC,” jelasnya.

Menebar Teror

Sementara itu, aksi yang direncanakan digelar 4 November terindikasi akan ada pihak yang menunggangi. Polri yang telah mendeteksi ancaman itu juga mengerahkan personel dari luar DKI Jakarta untuk mengamankan aksi tersebut. Penetapan siaga I juga sudah dikeluarkan.

Ada indikasi kelompok penebar teror ingin memanfaatkan aksi demonstrasi tersebut. Dari informasi yang beredar menyebutkan, hasil rapat antara Kapolri Jenderal Tito Karnavian dengan Korps Brimob terdapat sejumlah kejanggalan dalam aksi demonstrasi 4 November. Kejanggagalan itu berupa rencana kerusuhan dari Balai Kota hingga Istana Negara.

Kemungkinan perancang aksi berasal dari Sukoharjo, Solo, Klaten dan Jawa Tengah. Yang mengkhawatirkan, ada informasi bahwa pada pelaku teror sudah menyiapkan rencana aksi dengan bom dan sebagainya. Bahkan disebutkan, para pelaku telah masuk ke ibukota Jakarta awal pekan ini. Indikasi kerusuhan itu makin ditegaskan dengan penebalan personel Brimob.

Sesuai surat telegram nomor STR/779/x/2016 tertanggal 27 Oktober 2016, sebanyak 57 kompi atau 5.700 personil Brimob dikerahkan ke Jakarta. Semua personil itu diwajibkan tiba Sabtu (29/10) dan Minggu (30/10).

Personel Brimob itu berasal dari dari 15 polda. Yakni, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Lampung, Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Banten dan Daerah Istimewa Jogjakarta.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, memang ada indikasi provokasi yang dilakukan untuk mengancam ketertiban saat pelaksanaan memberikan pendapat di muka umum pekan depan. Indikasi itu dapat terbaca dari berbagai komunikasi di media sosial.

”Maka saya imbau jangan sampai terprovokasi, Jangan sampai ada pihak yang mengambil kesempatan melakukan pidana,” terangnya.

Tito menegaskan, bila demonstrasi itu dilakukan dengan anarkis maka kepolisian memiliki prosedur yang harus ditempuh.

”Kalau dilakukan dengan damai, tanpa kekerasan tentu akan kami lindungi. Tidak akan ada kekerasan dari aparat kepolisian,” ujarnya seusai membuka sidang Interpol di Jakarta. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru