JAKARTA – Jaksa Agung ST Burhanuddin mengakui bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) mendapatkan perlawanan saat membongkar kasus-kasus dengan angka kerugian negara yang bernilai fantastis, bahkan menyinggung sejumlah mafia di proyek-proyek pemerintah.
“Ya, yang pasti sekarang perlawanan-perlawanan sudah banyak,” ujar Burhanuddin dalam program Gaspol! Kompas.com dikutip Bergelora.com di Jakarta Senin, (17/3/2025).
Ia mengungkapkan, sejumlah pihak memanipulasi pandangan masyarakat atau memberikan bingkai buruk kepada para penegak hukum semata-mata untuk melemahkan citra aparat. Burhanuddin menilai, semua pihak seharusnya saling mendukung satu sama lain demi memberantas korupsi di Indonesia.
“Harusnya kan kami di-support lah, oh ini punya data ini, data ini, data ini kan enak daripada ngoceh saja gitu dong,” kata dia.
Burhanuddin berharap, pihak-pihak yang berusaha menjatuhkan citra Kejaksaan Agung bisa segera sadar dan semua pihak bersama-sama menegakkan hukum di Indonesia.
“Jadi, ayo kita sama-sama sadar diri, kita sama-sama yuk kita tegakkan, kita cintailah negeri ini, ayo berantas (korupsi) sama-sama,” ujar dia.
Serangan Balik
Diberitakan sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Febrie Ardiansyah menyatakan bahwa ada upaya serangan balik terhadap Kejagung setelah Kejagung mengungkap kasus-kasus besar.
Hal ini disampaikan Febrie merespons pelaporan terhadap dirinya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Semakin besar perkara yang sedang diungkap, pasti semakin besar serangan baliknya,” kata Febrie, Selasa (11/3/2025).
Laporan itu dibuat oleh Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, yang terdiri dari Indonesia Police Watch (IPW), Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia.
Mereka menuduh Febrie melakukan tindak pidana korupsi dalam penanganan kasus Jiwasraya, perkara suap Ronald Tannur dengan terdakwa Zarof Ricar, penyalahgunaan kewenangan tata niaga batubara di Kalimantan Timur, dan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang).
Kasus Korupsi Pertamina Paling Sulit
Burhanuddin mengakui bahwa kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di anak perusahaan PT Pertamina merupakan kasus tersulit yang dihadapinya hingga saat ini.
“Ya untuk sampai hari ini (kasus Pertamina paling sulit). Untuk sampai hari ini,” ujar Burhanuddin.
Burhanuddin menyampaikan, kasus tata kelola minyak ini menjadi yang paling berat sekaligus paling menantang karena tempus atau waktu kejadiannya yang sudah lama dan terhitung panjang.
“Karena ini kan sudah berjalan lama nih, 2018 sampai 2023. Kan sudah lama,” katanya.
Karena kasus ini sudah cukup lama, menurut dia, ada kemungkinan saksi yang dibutuhkan keterangannya justru sudah meninggal dunia. Bahkan, bisa saja barang bukti yang dibutuhkan sudah dimusnahkan atau hilang.
“Kita mengungkap yang lama ini kan, mungkin data-datanya, saksinya mungkin sudah ada yang mati, atau mungkin alat-alat buktinya juga mungkin ada yang hilang, kan ini yang menjadi tantangan itu,” ujar Burhanuddin.
Terlebih, Jaksa Agung mengatakan, jika ada oknum-oknum nakal yang sengaja membuang barang bukti ketika perbuatan jahat ini dilakukan.
“Kan ter-constraint waktunya (dalam pengungkapan). Kan bisa saja yang namanya nakal, begitu selesai dibuang lah. Iya (barang bukti jadi hilang),” kata Jaksa Agung.
Diberitakan, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Kemudian, enam dari sembilan tersangka merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina. Keenamnya yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi; Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin.
Kemudian, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
Sementara itu, ada tiga broker yang menjadi tersangka yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Kejagung menaksir dugaan kerugian negara pada kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun. Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lolos Intervensi Politik
Burhanuddin juga mengungkapkan strategi untuk menghindari intervensi dan tekanan politik dalam penanganan kasus korupsi. Burhanuddin menjelaskan pentingnya pemahaman yang jelas mengenai fakta-fakta dan keterlibatan pihak-pihak dalam suatu perkara.
“Resepnya harus kita tahu, ini loh perkara itu, Pak. Ini begini. Ini loh fakta-fakta yang ada. Ini loh keterlibatan orang itu. Kami terangkanlah secara baik, saya yakin akan mengerti,” ujar Burhanuddin.
Menurut Jaksa Agung ST Burhanuddin Lebih lanjut, Burhanuddin menekankan bahwa seorang penegak hukum perlu pintar dalam mengambil tindakan untuk menghindari tekanan.
“Ya pinter-pinter saja. Dan, nyatanya saya selalu lolos dari tekanan, itu saja,” tuturnya.
Burhanuddin juga menolak anggapan bahwa Kejaksaan Agung merupakan lembaga yang tidak terkalahkan dalam menegakkan hukum.
“Tidak digdaya sih. Tidak digdaya. Ya, ini bukan apa-apa,” tegasnya.
Dia menambahkan, apa yang dilakukan oleh Kejaksaan saat ini adalah bukti komitmen untuk tidak menyia-nyiakan kepercayaan masyarakat.
“Inilah membuktikan kepada masyarakat bahwa kami tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat,” imbuh Burhanuddin.
Sebagai penutup, Jaksa Agung berjanji bahwa institusi yang dipimpinnya akan berupaya memenuhi rasa keadilan di tengah masyarakat.
“Dan, kami kejaksaan akan memulainya, memenuhi rasa adil yang ada di masyarakat,” tutup Burhanuddin. (Web Warouw)