JAKARTA – Percepatan penyusunan regulasi atau aturan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) menjadi salah satu tema utama sidang perdana Dewan Energi Nasional (DEN).
Sidang yang terselenggara pada Kamis (17/4) itu langsung dipimpin oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, selaku Ketua Harian DEN.
“Ada dua yang akan kita bahas sebagai tindak lanjut dari apa yang sebelumnya disampaikan Plt. Sekjen DEN, yang pertama adalah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dan Cadangan Penyangga Energi (CPE),” kata Bahlil dikutip dari siaran pers Kementerian ESDM, Minggu (20/4/2025).
Pembangunan PLTN telah menjadi bagian dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034. RUPTL 2025-2034 itu sendiri sudah dalam proses finalisasi untuk dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto.
Dalam RUPTL 2025-2034, Bahlil mengatakan penggunaan PLTN sudah ditargetkan akan terealisasi pada 2030 atau 2032. Oleh sebab itu, ia mengatakan, seluruh persiapan regulasi terkait PLTN harus segera disiapkan.
“Untuk PLTN itu kita mulai on itu 2030 atau 2032. Jadi mau tidak mau kita harus melakukan persiapan semua regulasi yang terkait dengan PLTN,” tegas ketua umum Partai Golkar itu.
Menurut Bahlil, PLTN merupakan energi baru yang murah, dan bisa dimanfaatkan untuk menguatkan sistem kelistrikan nasional. Selain itu, penggunaan nuklir juga akan mengurangi pemanfaatan energi listrik berbahan bakar fosil.
Namun, ia menekankan bahwa pemanfaatan nuklir sebagai sumber pembangkit listrik harus diimbangi dengan sosialisasi kepada masyarakat secara masif sehingga masyarakat memahami pemanfaatan nuklir.
Selain PLTN, Sidang Anggota DEN juga membahas mengenai CPE. Bahlil menyebutkan konsumsi minyak nasional mencapai 1,5 – 1,6 juta barel per hari, namun produksi lifting minyak Indonesia berada pada angka 580 ribu – 610 ribu barel per hari.
“Nah terkait dengan kondisi itu, Pak Presiden memberikan arahan kepada kami untuk membangun kilang 1 juta barel untuk meningkatkan ketahanan energi nasional kita,” imbuhnya.
Bahlil mengatakan akan membentuk tim yang melibatkan Kementerian ESDM, SKK Migas, PT Pertamina (Persero), dan DEN untuk melakukan kajian pendalaman terkait kelayakan pembangunan kilang minyak.
Proklamasi Industri Nuklir Indonesia
Secara terpisah kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, pakar energi Dr. Kurtubi memohon agar Presiden Prabowo Subiyanto proklamirkan lahirnya industri nuklir Indonesia.
Ketua Kaukus Nuklir Parlemen, 2014 — 2019 menjelaskan Indonesia semakin tertinggal jauh dari China. Meskipun sebenarnya investor nuklir Non APBN, yaitu Thorcon Energy berencana untuk membangun PLTN berbasis Thorium di Indonesia, dan sudah buka Kantor Perwakilannya di Indonesia lebih 10 tahun yang lalu.
“PLTN pertama yang akan dibangun oleh Thorcon di Bangka Belitung, baru akan beroperasi Tahun 2032 ?” ujar mantan pengajar ekonomi energi pasca sarjana FEUI, Alumnus FEUI, IFP dan CSM ini di Jakarta, Minggu (20/4).
Bahkan menurutnya China akan melangkah lebih jauh lagi. China berencana untuk menggunakan energi nuklir berbasis Thorium ini untuk transportasi kapal laut niaga menggantikan BBM yang selama ini menjadi energi penggerak semua kapal laut sipil di seluruh dunia dan juga di Indonesia.
“Sebagai negara kepulausn terbesar didunia, kita dukung penggunaan energi nuklir berbasis Thorium untuk angkutan laut sipil di negara kita ke depan,” ujarnya.
Untuk tujuan tersebut yang merupakan persoalan yang sangat sejalan dengan Paris Agreement on Climate Change yang sudah diratifikasi menjadi UU No.16/2016 mengharuskan Indonesia menggunakan energi bebas karbon setelah masa transisi energi hingga tahun 2060.
“Kembali kita mohon kepada Presiden Prabowo Subianto untuk segera memproklamirkan lahirnya industri nuklir terintegrasi hulu hilir di tanah air. memanfaatkan potensi cadangan bahan baku energi nuklir uranium dan thorium di sisi hulu yang ada di tanah air,” katanya.
Deklarasi itu menurutnya akan diikuti oleh pembangunan PLTN disisi hilir, baik berbasis thorium maupun berbasis uranium.
Kehadiran PLTN Di tanah air akan menciptakan jenis lapangan kerja baru dari berbagai disiplin ilmu.
“Indonesia sudah punya ribuan Sarjana Nuklir tamatan ITB, UGM dan dari lerguruan tinggi luar negeri. Tapi sampai hari ini Indonesia belum punya satu bijipun PLTN komersial meskipun sudah di cita-citakan oleh Presiden Pertama Bung Karno sejak tahun 1950-an,” paparnya.
“Program hilirisasi atas aset sumber daya alam pertambangan akan menjadi sangat effisien apabila direncanakan secara tepat untuk memanfaatkan listrik dari PLTN yang bersifat Non-intermitten, listriknya bisa menyala non stop 24 jam,” lanjutnya.
Sehingga menurutnya operasi kegiatan usaha hilirisasi bisa berjalan 24 jam non stop tanpa membutuhkan energi storage yang besar dan mahal. Mulai dari kegiatan penambangan mineral di hulu operasi smeter yang mengolah output tambang, dilanjutkan dengan kegiatan operasi di hilir yang mengolah output smelter menjadi produk final untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor.
“Sehingga cita-cita untuk menjadi negara industri maju berpendapatan tinggi semakin optimis dan bersinar serta rational, bukan mimpi kosong,” katanya. (Web Warouw)’