JAKARTA – Bank Indonesia (BI) melakukan rapat bersama Komisi XI DPR RI membahas Proyek Nexus yang disebut akan menjadi sistem pembayaran antar negara di ASEAN.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan Nexus memberi alternatif pengiriman dana antar negara secara cepat, mudah, dan dalam harga terjangkau.
Selain itu, Nexus juga menjadi kerja sama sistem pembayaran QR dan Retail Fast Payments antar negara yang diintegrasikan dengan inisiatif Local Currency Transaction (LCT) untuk penggunaan mata uang lokal sebagai penyelesaian transaksi.
Nexus Proyek bertujuan untuk memungkinkan pembayaran instan lintas batas dengan menghubungkan beberapa sistem pembayaran instan domestik (IPS) secara global.
Proyek ini telah menghasilkan cetak biru komprehensif untuk menstandarisasi cara komunikasi IPS dalam negeri.
Cetak biru ini memungkinkan para negara peserta untuk melakukan interkoneksi pembayaran instan domestik yang dimiliki peserta di kancah global dengan lancar.
Proyek Nexus merupakan inisiatif dari Bank for International Settlements (BIS) Innovation Hub yang bertujuan untuk meningkatkan pembayaran antarnegara dengan menghubungkan berbagai sistem pembayaran instan domestik,–instant payment systems (IPS) secara global.
Proyek Nexus merupakan proyek pertama BIS Innovation Hub di bidang pembayaran yang menuju implementasi. BIS berperan sebagai penasihat Proyek Nexus sekaligus akan menyiapkan skema operasional dan membuka peluang bagi peserta baru dari seluruh dunia.
Nexus dirancang untuk menstandarisasi metode konektivitas agar IPS domestik dapat terhubung satu sama lain. Standardisasi Nexus memungkinkan operator suatu negara hanya perlu membuat satu koneksi ke Nexus, tanpa harus membuat koneksi khusus dengan setiap negara yang ingin dihubungkan. Dengan demikian, cukup dengan koneksi tunggal, IPS negara peserta dapat saling terhubung satu sama lain.
Komisi XI: Kita Harus Jadi Pengatur!
Sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, Komisi XI DPR RI menyatakan dukungan kuat terhadap langkah Bank Indonesia (BI) dalam membentuk platform cross-border payment regional bernama Nexus bersama negara-negara ASEAN dan India. Dukungan ini disampaikan dalam rapat kerja Komisi XI dengan Gubernur BI Perry Warjiyo, di Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025).
Rapat tersebut secara khusus membahas penyertaan modal BI dalam Nexus dan Dana Pensiun Bank Indonesia (DAPENBI).
Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai inisiatif Nexus sebagai langkah luar biasa dalam memperkuat kedaulatan sistem keuangan nasional dan regional. Ia menekankan pentingnya membangun sistem kliring lintas negara di kawasan ASEAN+India yang tidak bergantung pada sistem global seperti SWIFT.
“Ini menyangkut kemandirian dan kedaulatan. ASEAN dan India membentuk sistem switching sendiri adalah langkah patriotik. Kita jangan jadi follower, tapi pengatur,” tegas Misbakhun.
Politisi Fraksi Partai Golkar ini juga mengingatkan potensi tekanan geopolitik, khususnya dari Amerika Serikat, jika sistem tersebut dianggap sebagai bentuk penghindaran dari jaringan keuangan global yang ada.
Nexus sendiri merupakan inisiatif BI bersama bank sentral negara ASEAN untuk mengintegrasikan sistem pembayaran lintas negara melalui kerangka Local Currency Transaction (LCT).
Sistem ini memungkinkan transaksi langsung antar-mata uang lokal tanpa perlu konversi dolar AS sebagai mata uang perantara.
Sejak 2022, Indonesia telah menandatangani kerja sama LCT dengan Malaysia, Thailand, Filipina, dan Jepang.
Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa nilai transaksi LCT Indonesia-Malaysia dan Indonesia-Thailand mencapai lebih dari Rp3,3 triliun pada 2023, meningkat signifikan dari tahun sebelumnya.
Di kesempatan yang sama Wakil Ketua Komisi XI, Mohamad Hekal Bawazier, menyoroti struktur kontribusi antar-negara peserta Nexus.
Ia mempertanyakan keuntungan riil bagi Indonesia, mengingat tingginya kontribusi user dari Indonesia, sementara skema kontribusi modal antar-negara bervariasi
“Kalau kita bayar paling besar dan user-nya paling banyak, apa benefit konkret yang kita dapatkan? Jangan sampai kita hanya jadi pengguna terbesar, tapi tidak punya kontrol,” ujar Hekal.
Ia juga menanyakan skema hukum penyertaan modal BI dalam Nexus, apakah berbentuk pinjaman atau investasi, dan bagaimana mekanisme persetujuannya di Komisi XI.
Menurut informasi dari BI, kontribusi awal Indonesia dalam Nexus diperkirakan sekitar USD 8 juta, setara Rp128 miliar, yang akan dikucurkan melalui skema pinjaman lunak jangka panjang. Skema ini berbeda dengan Thailand yang menggunakan skema hibah langsung, sehingga menimbulkan ketimpangan dalam struktur kepemilikan dan pengaruh.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut Nexus sebagai kelanjutan transformasi sistem pembayaran digital Indonesia, menyusul keberhasilan peluncuran Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) dan QRIS yang saat ini telah digunakan oleh lebih dari 45 juta merchant di seluruh Indonesia.
Komisi XI mendorong BI untuk memastikan posisi Indonesia sebagai pemain dominan dalam Nexus, mengingat peran strategis Indonesia sebagai ekonomi terbesar di ASEAN. (Web Warouw)

