Senin, 30 Juni 2025

UNDANG2 DIBUAT UNTUK DILANGGAR..! Pulau Sangat Kecil di Kepri Tak Luput Ditambang, Sudah Lebih dari Satu Dekade

JAKARTA – Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Muhammad Darwin, membenarkan adanya aktivitas tambang di Citlim, pulau kecil di wilayah Kabupaten Karimun. Menurut data yang ada, pulau itu tergolong sangat kecil karena hanya seluas 2.200 hektare atau 22 kilometer persegi, dan sudah dieksploitasi pasirnya sejak 2010.

Darwin mengatakan, kegiatan tambang di Citlim memiliki izin usaha pertambangan pasir darat, namun tidak untuk ekspor.

“Secara umum kegiatan penambangan di Citlim sudah berlangsung sejak kewenangan masih di kabupaten, kisaran 2010,” katanya dikutip Bergelora.com di Jakarta, Jumat 27 Juni 2025.

Menurutnya, pasir hasil tambang di Pulau Citlim digunakan untuk menyuplai kebutuhan pembangunan di Kabupaten dan Kota Batam, Provinsi Kepri. Saat ditanya soal aturan yang melarang aktivitas tambang di pulau-pulau kecil (luas kurang dari 2.000 kilometer persegi), Darwin menyatakan bahwa Pulau Citlim masuk dalam wilayah pertambangan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

“Kami akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait hal ini,” ujar Darwin yang mengaku telah mengirim timnya untuk mengumpulkan data dari lapangan.

KKP Kecam Kerusakan di Pulau Citlim

Sebelumnya, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengeluarkan daftar 30 izin tambang di pulau-pulau kecil yang ada di wilayah Kepulauan Riau. Paling banyak IUP menyasar komoditas pasir kuarsa atau silika.

Pulau Citlim hanyalah satu contohnya. Di pulau ini terdapat dua perusahaan tambang pasir yang beroperasi, yakni PT Asa Tata Mardivka yang beroperasi dalam izin seluas 36,8 hektare dan PT Berkah Maju Bersama dalam izin seluas 50 hektare.

Alami Kerusakan Masif

Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ahmad Aris mengatakan, ada kerusakan masif di Pulau Citlim akibat aktivitas pertambangan pasir. Kerusakan parah terjadi di titik pertambangan pasir milik perusahaan yang sudah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP).

“Saat sidak di Pulau Citlim, tim KKP menemukan satu perusahaan pemilik IUP yang masih aktif melakukan penambangan pasir sementara dua perusahaan lain sudah tidak beroperasi karena habis masa IUP-nya,” ujar Koswara dilansir siaran pers KKP, Kamis (19/6/2025).

“KKP juga menemukan kerusakan yang masif pada lokasi penerbitan IUP, yang berpotensi mengganggu ekosistem pesisir Pulau Citlim mengingat penambangan dilakukan di wilayah sempadan pantai,” paparnya.

Hasil sidak ini akan ditindaklanjuti dengan pengawasan dan penindakan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) sebagai langkah penegakan hukum di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang rawan terhadap eksploitasi ilegal.

Untuk diketahui, Pulau Citlim Kecamatan Sugie Besar, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau Citlim memiliki luas 22,94 kilometer persegi yang artinya masuk dalam kategori pulau sangat kecil karena memiliki luasan dibawah 100 kilometer persegi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pertambangan tidak menjadi kegiatan prioritas di pulau kecil.

Bahkan aktivitas penambangan mineral dilarang dilakukan apabila menimbulkan kerusakan, pencemaran, dan merugikan masyarakat. Aris melanjutkan, KKP memiliki kewenangan memberikan izin bagi penanam modal asing, maupun memberikan rekomendasi bagi penanaman modal dalam negeri dalam pemanfaatan pulau kecil pada areal penggunaan lainnya (APL). Namun pemanfaatan pulau pulau kecil dan perairan sekitarnya memiliki persyaratan ketat.

“Di antaranya wajib memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan, memperhatikan kemampuan dan kelestarian sistem tata air setempat, dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan,” ungkapnya.

Untuk diketahui, pembatasan penambangan di pulau kecil semakin ketat dengan terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perkara Nomor 35/PUU-XXI/2023 perihal Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada 21 Maret 2024. Putusan tersebut memberikan dampak positif berupa pemanfaatan sumber daya di pulau kecil harus sesuai prioritas dan memenuhi syarat kelestarian lingkungan secara kumulatif sesuai Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, dan penguatan posisi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 menjadi rule based pemanfaatan di pulau kecil yang berkelanjutan dan tidak diskriminatif. (Web Warouw)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru