JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak pemerintah untuk menindak tegas praktik kecurangan dalam penjualan beras yang berpotensi merugikan konsumen hingga Rp 99 triliun per tahun. Temuan ini berdasarkan investigasi bersama yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan), Satgas Pangan, Polri, Kejaksaan, dan Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Hasil investigasi menunjukkan, mayoritas beras premium maupun medium yang dijual di pasar tidak sesuai dengan standar pemerintah, baik dari sisi mutu, berat, maupun harga.
Ketua YLKI, Niti Emiliana, menyesalkan kondisi ini karena menurutnya hak konsumen terus diabaikan.
“Sudah waktunya bagi pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan, melakukan revisi Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 atau melengkapinya dengan aturan hukum dengan sanksi yang ketat terhadap komoditi esensial atau komoditi penting bagi kehidupan bangsa kita,” kata Niti dalam pernyataan tertulis, dikutip Sabtu (28/6/2025).
YLKI menilai praktik nakal seperti penjualan beras tidak sesuai volume, harga di atas HET, dan tanpa registrasi PSAT (Pangan Segar Asal Tumbuhan) telah memicu krisis kepercayaan konsumen terhadap kualitas beras.
“Oleh karena itu, pemerintah harus dapat menjelaskan pada masyarakat konsumen terhadap kualitas dan kuantitas atas komoditi beras yang dijual di pasaran,” lanjut Niti.
YLKI juga mendorong pemerintah membuka posko pengaduan konsumen terkait kualitas beras. YLKI juga siap menerima laporan masyarakat untuk menjadi bahan evaluasi kebijakan.
Pemerintah sendiri telah memberikan ultimatum tegas kepada para pengusaha beras agar segera mematuhi regulasi yang berlaku, khususnya terkait mutu, harga, dan kesesuaian informasi pada kemasan produk. Hal ini disampaikan seusai Kementan mengungkap hasil investigasi nasional yang menunjukkan anomali pada produk beras yang beredar di pasaran dan berpotensi merugikan konsumen hingga Rp 99,35 triliun per tahun.
“Kami mencoba mengecek, bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, Kepolisian, dan Kejaksaan. Ada anomali. Harga di tingkat penggilingan turun, tetapi harga di konsumen naik. Kami temukan mutu tidak sesuai, harga melebihi HET, dan berat tidak pas,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Investigasi yang berlangsung pada 6-23 Juni 2025 ini melibatkan 268 sampel beras dari 212 merek di 10 provinsi. Hasilnya, 85,56% beras premium tidak sesuai standar mutu, 59,78% dijual di atas HET, dan 21,66% tidak sesuai berat kemasan. Untuk beras medium, 88,24% tidak memenuhi mutu, 95,12% melebihi HET, dan 9,38% memiliki berat kurang dari klaim kemasan.
“Ini sangat merugikan konsumen. Kalau dibiarkan, kerugian bisa mencapai Rp 99 triliun per tahun. Karena itu, kita minta Satgas Pangan turun, dan dalam 2 minggu ke depan, semua produsen dan pedagang wajib lakukan penyesuaian,” ujar Mentan Amran. (Web Warouw)