JAKARTA – Pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) menyindir amicus curiae atau Sahabat Pengadilan yang disampaikan 12 tokoh terhadap praperadilan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim. Sindiran ini disampaikan dalam sidang praperadilan dengan agenda pembacaan duplik Kejagung, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
“Jika mempertimbangkan nilai-nilai hidup di masyarakat, seharusnya 12 tokoh anti-korupsi tersebut memahami bahaya akibat korupsi di Indonesia,” kata Kejagung, Senin.
Kejagung menyinggung bahwa tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang harus segera diberantas karena merusak kehidupan masyarakat.
“Bahwa nilai-nilai yang hidup di masyarakat mengingat adanya bahaya-bahaya korupsi harus diberantas karena merupakan extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) yang merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat,” kata Kejagung.
Kejagung juga menegaskan bahwa praperadilan hanya memeriksa aspek formal dari sebuah proses hukum.
Dengan demikian, benar atau tidaknya Nadiem melakukan tindak pidana yang disangkakan seharusnya diuji dalam sidang pokok perkara.
“Kemudian mengenai apakah benar, sangkaan dan tuduhan kepada pemohon tersebut, atau tidak, maka akan dibuktikan dalam putusan pokok perkara dalam pengadilan tindak pidana korupsi,” kata Kejagung.
“Termohon sebelumnya telah menyampaikan tanggapan bahwa praperadilan hanya menguji aspek formal, bukan materil,” ucap pihak Korps Adhyaksa.
Sebanyak 12 tokoh antikorupsi mengajukan pendapat hukum dalam bentuk amicus curiae untuk permohonan praperadilan yang diajukan Nadiem Makarim.
Dari 12 tokoh tersebut, terdapat nama mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman dan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Amien Sunaryadi.
Amicus itu disampaikan langsung dalam sidang perdana praperadilan Nadiem, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2025).
Penyampaian dilakukan oleh dua perwakilan, yakni peneliti senior pada Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), Arsil, serta pegiat antikorupsi Natalia Soebagjo.
“Amicus curiae ini dimaksudkan untuk memberikan masukan kepada hakim ketua Yang Mulia perihal hal-hal penting yang seharusnya diperiksa dalam proses praperadilan mengenai sah tidaknya penetapan seseorang sebagai tersangka,” kata Arsil.
Arsil menambahkan, 10 tokoh lainnya berhalangan hadir untuk menyampaikan langsung amicus tersebut.
Ia menegaskan, pendapat hukum ini tak hanya ditujukan untuk praperadilan Nadiem semata, melainkan untuk praperadilan penetapan tersangka secara umum.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, adapun daftar 12 tokoh yang mengajukan amicus curiae, yaitu:
1. Amien Sunaryadi, Pimpinan KPK periode 2003–2007
2. Arief T Surowidjojo, pegiat antikorupsi dan Pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI)
3. Arsil, peneliti senior LeIP
4. Betti Alisjahbana, pegiat antikorupsi dan juri Bung Hatta Anti Corruption Award 5. Erry Riyana Hardjapamekas, Pimpinan KPK periode 2003–2007
6. Goenawan Mohamad, penulis dan pendiri majalah Tempo
7. Hilmar Farid, aktivis dan akademisi
8. Marzuki Darusman, Jaksa Agung periode 1999–2001
9. Nur Pamudji, Direktur Utama PLN periode 2011–2014
10. Natalia Soebagjo, pegiat antikorupsi dan Anggota International Council of Transparency International 11. Rahayu Ningsih Hoed, advokat
12. Todung Mulya Lubis, pegiat antikorupsi dan Pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW). (Web Warouw)