JAKARTA– Pemerintah membuka opsi untuk mengguyur kembali sistem perekonomian nasional dengan dana ratusan triliun rupiah demi mengejar target pertumbuhan yang tinggi dalam 2–3 tahun ke depan. Opsi ini muncul setelah dana Rp 200 triliun yang didistribusikan pemerintah ke bank-bank Himbara dinilai berhasil menggerakkan perekonomian
Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, menyebut bahwa pemerintah memiliki uang tunai di Bank Indonesia (BI) dalam beberapa tahun terakhir hampir Rp 500 triliun dan akan kembali digelontorkan ke sistem perekonomian untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.
“Kalau pertumbuhan ekonominya masih kurang, semua (cash) akan saya pindahkan ke sistem perekonomian. Kalau ekonomi tumbuh kencang, pajak naik, pendapatan juga akan naik. Pada saat bersamaan, ekonomi berjalan dan kesejahteraan masyarakat naik,” ucap Purbaya dalam Investor Daily Summit 2025 bertema “New Economic Order” di Jakarta International Convention Center (JICC), pada Kamis (9/10/2025).
Sebagaimana belajar dari dana Rp 200 triliun yang sudah disalurkan ke bank-bank Himbara, Purbaya menilai kebijakan moneter tersebut mampu mendorong perkembangan based money pada September 2025 sebesar 13,2%. Sebagai tahap awal, pertumbuhan tersebut merupakan pertanda baik bahwa ekonomi telah kembali bergeliat. Intervensi fiskal ini membuat sistem yang tadinya kering menjadi cukup basah untuk perekonomian tumbuh subur.
Ke depan, sambung Purbaya, pemerintah akan terus melakukan perbaikan untuk mengentaskan masa-masa sulit perekonomian Indonesia, seperti yang tercermin dari penyaluran likuiditas ke bank-bank Himbara. Di PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), misalnya, yang sudah berhasil menyalurkan kredit Rp 40,6 triliun atau sekitar 74% dari dana pemerintah yang ditempatkan sebesar Rp 55 triliun. Alhasil, kredit BMRI pun tumbuh dari 8% menjadi 11%.
Purbaya Sindir BTN
Sementara, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang menerima injeksi sebesar Rp 55 triliun, kini sudah berhasil menyalurkan sebesar Rp 33,9 triliun (62%). PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sudah menyalurkan Rp27,6 triliun (50%) dari Rp 55 triliun dana yang disuntikkan.
Berbeda dengan yang lain, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) justru baru merealisasikan penyaluran sebesar 19% atau setara Rp 4,8 triliun dari total dana yang diinjeksi sebesar Rp 25 triliun. Sedangkan, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) merealisasikan penyaluran Rp 5,5 triliun (55%) dari total injeksi Rp 10 triliun.
Purbaya ingin kebijakannya berjalan efektif. Mencermati rendahnya serapan BBTN dibanding anggota Himbara lainnya, BBTN diperkirakan hanya akan mampu menyerap sekitar Rp 10 triliun hingga akhir tahun ini. Oleh sebab itu, Purbaya pun mulai mempertimbangkan untuk mengalihkan dana yang tidak terserap BBTN tersebut ke bank pembangunan daerah (BPD) seperti Bank Jakarta dan Bank Jatim.
Purbaya menilai, dua bank tersebut tergolong BPD prioritas karena memiliki dukungan yang cukup kuat. Namun demikian, menteri yang resmi dilantik pada 8 September 2025 ini belum berencana menyalurkan dana yang tidak terserap BBTN itu ke bank-bank swasta seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang dianggap memiliki likuiditas cukup melimpah.
Meski begitu, Purbaya meyakini, likuiditas yang diinjeksi pemerintah ke bank-bank Himbara tersebut secara tidak langsung turut menyebar ke bank-bank swasta maupun ke sistem perekonomian. “Buktinya, sekarang likuiditas perekonomian bertambah dan bunga pasar menurun. Itulah dampak yang saya lakukan untuk menambah likuiditas di pasar, menurunkan bunga, serta menggerakkan ekonomi,” tuturnya.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu, mengungkapkan bahwa realisasi penyerapan dana oleh Himbara berjalan sesuai harapan sejak digelontorkan pada 12 September 2025
“Penyerapan dana ini akan terus berlanjut. Kami optimistis dana dapat terserap optimal dan disalurkan ke sektor riil,” ujar Febrio di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Kredit Disebut akan Tumbuh 10%
Febrio menjelaskan, kebijakan ini efektif karena dana yang diberikan memiliki bunga murah setara dengan remunerasi di Bank Indonesia (BI), yaitu 80% dari suku bunga acuan.
“Tingkat bunganya (menjadi) sekitar 3,8%. Angka ini jelas lebih murah dibandingkan cost of fund (CoF) perbankan. Dengan dana yang lebih murah, bank Himbara tentu akan memperluas penyaluran uang ini ke sektor riil,” terang Febrio.
Bahkan, Febrio optimistis kredit akan terangkat ke posisi double digit di akhir tahun. Ini akan terefleksi dan berdampak nyata pada kredit modal kerja, investasi, dan konsumsi. “Kita harapkan kalau di Agustus itu masih 7% pertumbuhan kreditnya, di akhir tahun ini bisa menuju ke 10%,” ucap Febrio
Pertumbuhan 6%
Purbaya menambahkan, di samping membuka opsi untuk menggulirkan kembali dana ratusan triliun ke sistem perekonomian, ia bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto berencana membentuk satuan tugas (satgas) percepatan program pembangunan ekonomi prioritas. Di dalamnya akan dibentuk tim untuk menerima pengaduan dari seluruh pelaku bisnis di Indonesia.
“Setiap minggu sekali akan diadakan semacam gelar perkara untuk kasus-kasus yang dilaporkan, dan saya akan memimpin langsung. Posisi Menteri Keuangan itu kuat. Kalau ada yang gak nurut, kita akan potong anggarannya. Apalagi saya sudah mendapat dukungan dari presiden. Jadi, setiap langkah yang saya ambil sudah diketahui presiden,” tutup Purbaya.
Langkah tersebut menjadi salah satu upaya untuk memperbaiki iklim investasi. Strategi tersebut akan dikombinasikan dengan perbaikan moneter dan fiskal, sehingga perekonomian dapat tumbuh di atas 6% dalam waktu dekat.
“Sekarang kita ngomong pertumbuhan ke depan. Ada kebijakan fiskal, moneter. Ada juga ekonomi investasi. Ini penting,” ujar Purbaya.
Purbaya menganalisis bahwa stagnasi pertumbuhan ekonomi di kisaran 5% selama ini disebabkan oleh ketidakseimbangan kebijakan. Di era Era SBY, pertumbuhan ekonomi mampu menembus 6% tanpa pembangunan infrastruktur besar-besaran. Pertumbuhan ditopang oleh kebijakan moneter yang mendukung ekspansi sektor swasta, di mana penyaluran kredit tumbuh pesat hingga 22%.
Sebaliknya, di era Jokowi meskipun pembangunan infrastruktur dilakukan besar-besaran dengan mengedepankan kebijakan fiskal. Namun, pertumbuhan ekonomi relatif stagnan di 5% karena kebijakan keuangan yang terlalu ketat.
“Perbankannya berhenti. Akibatnya sektor riil gak tumbuh optimal,” katanya.
Stimulus Ekonomi Indonesia Sepanjang 2025
Purbaya yakin, potensi besar akan muncul jika kebijakan fiskal dan moneter yang selama ini berjalan dapat digabungkan dan diselaraskan. Ia melihat adanya sinergi antara mesin pertumbuhan swasta melalui dorongan kebijakan moneter dan mesin pertumbuhan pemerintah lewat pendekatan fiskal.
“Kalau kita gabung, 10 tahun pertama mesin swasta (era SBY), 10 tahun kedua mesin pemerintah (era Jokowi). Ini 6%, ini 5%. Kalau saya gabung, saya punya modal 6% tambah dampak yang 5% ini. 6% lebih dikit, enggak terlalu sulit,” ujarnya optimis.
Modal Kuat
Purbaya menegaskan keyakinannya bahwa target pertumbuhan 6% ini bisa tercapai hanya dengan mengubah kebijakan yang ada, bahkan sebelum adanya perubahan signifikan pada struktur ekonomi maupun iklim investasi nasional.
“Dengan mengubah kebijakan tadi, belum merubah struktur ekonomi, belum merubah iklim investasi yang signifikan, belum. Tapi itu sudah cukup jadi modal kuat,” pungkasnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan optimistis bahwa langkah yang dilakukan pemerintah menjadi bantalan yang cukup untuk mendorong perekonomian lompat lebih tinggi. Dia menyebut beberapa capaian makro yang menjadi landasan optimisme pemerintah seperti ekonomi tumbuh di atas 5%, inflasi yang terkendali di level 2,6%, realisasi investasi pada semester pertama 2025 mencapai Rp 942 triliun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, memberikan keynote speech, saat acara Investor Daily Summit 2025 hari ke-2 di Jakarta, Kamis (9/10/2025). (B-Universe Photo/Joanito De Saojoao)
Selain indikator makro, perbaikan pada sektor ketenagakerjaan dan sosial juga terlihat. Tingkat pengangguran terbuka menurun menjadi 4,76%, sementara angka kemiskinan turun menjadi 8,47%.
RI Bidik Investasi Rp 13.000 T, Rosan Komitmen Bakal Pangkas Birokrasi
Menko Perekonomian juga menyoroti beberapa capaian penting atau game changer yang menjadi penanda kinerja ekonomi pemerintahan saat ini. Seperti diluncurkannya untuk pertama kali Bullion Bank dan mulai beroperasinya Danantara sebagai holding investasi nasional.
“Ini menunjukkan arah transformasi ekonomi yang semakin kuat,” ujar Airlangga.
Ia menambahkan, pemerintah juga terus mendorong perluasan kerja sama transaksi mata uang lokal atau Local Currency Transaction (LCT). Setelah berhasil dengan Asean dan Jepang, Indonesia kini sedang menjajaki kerja sama serupa dengan Uni Emirat Arab (UEA) untuk mengurangi ketergantungan pada Dolar AS. (Calvin G. Eben-Haezer)

