JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada tanah yang seharusnya milik negara yang dijual lagi oleh oknum ke negara dalam penyelidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh. Beginilah ulah Kabir (kapitalis birokrat) calo.tanah merampok uang negara.
Diketahui, KPK tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan penggelembungan anggaran atau mark up proyek kereta cepat Whoosh.
“Ada oknum-oknum, di mana yang seharusnya ini milik negara, tetapi dijual lagi ke negara,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Selasa (11/11/2025),
Selain itu, Asep menyebut, lahan-lahan milik negara tersebut kemudian tidak dijual sesuai dengan harga pasar, bahkan lebih tinggi.
Padahal, tanah-tanah milik negara karena dipakai untuk proyek pemerintah, maka seharusnya negara tidak perlu membayar untuk memanfaatkan lahan tersebut.
“Kalaupun itu misalkan kawasan hutan, ya dikonversi nanti dengan lahan yang lain lagi, seperti itu,” kata Asep.
Oleh karena itu, dia mengatakan, KPK menyelidiki soal dugaan pengadaan lahan untuk Whoosh yang tidak wajar.
“Kalau pembayarannya wajar, maka tidak akan kami perkarakan,” ujar Asep.
“Akan tetapi, bagi yang pembayarannya tidak wajar, mark up, dan lain-lain, apalagi bukan tanahnya, ini tanah negara, dengan berbagai macam cara, karena ini proyek nasional, lalu dia diatur sana sini, sehingga mereka mendapat sejumlah uang, bukan sejumlah lagi, ini uang besar. Nah, kami harus kembalikan uang itu kepada negara,” katanya lagi.
Selain soal tanah yang diduga milik negara, KPK juga mengusut perihal penggelembungan anggaran atau mark up dalam proses pembebasan lahan untuk proyek Whoosh.
Dalam kesempatan itu, Asep pun meminta kepada oknum tersebut segera mengembalikan keuntungan yang tengah “dimakan” dari proyek pengadaan lahan untuk Whoosh.
“Artinya misalkan pengadaan lahan nih, nah orang itu misalkan di pengadaan lahan yang harusnya di harga wajarnya 10, lalu dia jadi 100, kan jadi enggak wajar itu. Nah, kembalikan dong, negara kan rugi,” kata Asep.
“Yang harusnya negara hanya membeli tanah itu dengan harga 10, kemudian harus mulai dengan harga 100, balikin,” katanya.
Kendati demikian, Asep belum merincikan lokasi pembebasan lahan untuk proyek Whoosh tersebut.
“Ini sepanjang ini ya, apakah yang di Halim atau di mana, atau juga di Bandung atau di antara itu, sepanjang itu ya, itu yang sedang kami tangani,” ujarnya.
Diselidiki Sejak Awal 2025
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sebelumnya, KPK diketahui melakukan penyelidikan terhadap dugaan penggelembungan anggaran atau mark up proyek kereta cepat Whoosh.
“Saat ini sudah pada tahap penyelidikan,” kata Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat dihubungi wartawan pada 27 Oktober 2025.
Kemudian, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menyebut, dugaan penggelembungan anggaran proyek kereta cepat tersebut diselidiki sejak awal tahun 2025.
“Adapun penyelidikan perkara ini sudah dimulai sejak awal tahun,” kata Budi pada 27 Oktober 2025.
Namun, saat itu, dia mengatakan, informasi detail terkait dengan perkembangan perkara tersebut belum bisa disampaikan karena tahap penyelidikan dilakukan secara tertutup.
Budi hanya mengimbau masyarakat untuk menyampaikan kepada KPK jika memiliki informasi dan data tambahan terkait dugaan korupsi proyek kereta cepat tersebut.
“Jadi memang ini masih terus berprogres dalam proses penyelidikan. Secara umum tentu tim terus melakukan pencarian, keterangan-keterangan yang dibutuhkan untuk membantu dalam mengungkap perkara ini,” ujarnya.
Sementara itu, dugaan penggelembungan anggaran atau mark up di proyek Whoosh, juga sempat diungkap mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya pada 14 Oktober 2025.
“Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar Amerika Serikat. Akan tetapi, di China sendiri, hitungannya 17-18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat,” kata Mahfud.
“Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dolar Amerika nih, bukan rupiah, per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini,” ujarnya lagi. (Web Warouw)

