JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menutup kemungkinan untuk memanggil dan memeriksa Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, dalam pengembangan kasus dugaan suap proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara.
Peluang pemeriksaan terhadap pucuk pimpinan di Kementerian Kesehatan tersebut disampaikan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip Bergelora.com, Rabu (26/11/2025).
Asep menegaskan bahwa penyidikan kasus ini dilakukan dengan metode bottom-up atau menelusuri dari bawah ke atas.
KPK saat ini tengah mendalami aliran uang (kickback) sebesar Rp 1,5 miliar yang diterima oleh tersangka baru dari unsur ASN Kemenkes, Hendrik Permana (HP).
“Kami menduga bahwa uang tersebut juga dialirkan ke beberapa pihak, tapi ini masih kami dalami kepada siapa, kapan, dan di mana uang tersebut dialirkan,” kata Asep kepada awak media terkait kemungkinan pemeriksaan menkes tersebut.
Asep menjelaskan bahwa dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa atau proyek pemerintah, biasanya terdapat dua indikator utama yang ditelusuri penyidik, yakni aliran uang (follow the money) dan alur perintah.
Menurut Asep, uang suap atau kickback jarang diberikan langsung kepada top manager atau pimpinan tertinggi instansi.
Uang tersebut biasanya mampir di bawahan atau perantara terlebih dahulu.
“Jadi memeriksanya dari bottom up. Dari bawah dulu, dari para penerima, para pegawai ASN, kemudian naik ke Dirjen dan lain-lain,” jelas jenderal bintang satu Polri tersebut.
Namun, Asep memastikan jika dalam proses penyidikan ditemukan bukti aliran dana atau bukti adanya perintah dari level pimpinan tertinggi (top manager) di Kemenkes untuk memuluskan proyek atau penunjukan langsung, maka KPK wajib memanggil yang bersangkutan.
“Kalau sudah waktunya, dan memang juga ada keterangan-keterangan yang mengatakan bahwa ada aliran uang, ataupun alur perintah dari top manager-nya di Kementerian Kesehatan, tentu kita juga akan memanggil yang bersangkutan untuk diminta keterangan,” ujar Asep.
Sinyal KPK membidik pejabat tinggi Kemenkes semakin kuat seiring dengan pemeriksaan sejumlah pejabat teras belakangan ini.
Penyidik KPK telah memeriksa Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan (Dirjen Yankes) Azhar Jaya, Sekretaris Ditjen Pelayanan Kesehatan Andi Saguni, hingga Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kemenkes Liendha Andajani.
Dalam pengembangan terbaru pada Senin (24/11/2025), KPK menahan tiga tersangka baru, yakni Hendrik Permana (ASN Kemenkes), Yasin (ASN Bapenda Sultra/orang kepercayaan Bupati Koltim), dan Aswin Griksa (Swasta).
Hendrik Permana diduga berperan sebagai perantara yang menjanjikan bisa meloloskan pagu Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Kesehatan dengan imbalan fee.
Akibat kongkalikong ini, usulan anggaran RSUD Koltim melonjak drastis dari Rp 47,6 miliar menjadi Rp 170,3 miliar.
KPK kini tengah mendalami apakah persetujuan kenaikan anggaran fantastis dan penunjukan proyek tersebut murni inisiatif bawahan atau ada campur tangan restu dari pimpinan yang lebih tinggi di Kemenkes saat itu.
“Kita merayap dari bawah, ke atas terus. Sambil kita juga mencari atau mendalami alur perintahnya,” kata Asep.
Minta Jatah 2 Persen
Sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/2/2025). Ia mungkap peran tersangka Hendrik Permana (HP), seorang ASN di Kemenkes dalam kasus korupsi RSUD Kolaka Timur (Koltim).
Tak berhenti di situ, praktik bawah meja terus berlanjut. Yasin menggelontorkan Rp 400 juta kepada Ageng Dermanto untuk urusan desain bangunan RSUD.
Lebih mencengangkan lagi, dalam kurun Maret hingga Agustus 2025, Yasin teridentifikasi menerima aliran dana segar sebesar Rp 3,3 miliar dari pihak swasta.
“Dari uang Rp 3,3 miliar tersebut, tersangka YSN mengalirkan Rp 1,5 miliar ke tersangka HP (pejabat Kemenkes). Saat tertangkap tangan pada Agustus 2025 lalu, kami mengamankan sisa uang tunai Rp 977 juta dari tangan YSN,” jelas Asep.
Sementara itu, Aswin Griksa selaku pihak swasta yang menjadi penghubung, juga kecipratan uang panas sebesar Rp 365 juta.
KPK menegaskan bahwa korupsi ini adalah pengkhianatan berat terhadap upaya negara memperbaiki layanan kesehatan.
Padahal, Presiden Prabowo Subianto tengah gencar mendorong program Quick Win untuk percepatan perbaikan sektor kesehatan di tingkat kabupaten agar bisa langsung dirasakan rakyat.
“Korupsi pembangunan fasilitas kesehatan berarti merampas hak masyarakat untuk mendapatkan layanan optimal. Ini tidak hanya menghambat pembangunan nasional, namun memperburuk kualitas layanan dan mengorbankan keselamatan rakyat,” ujar Asep.
Ketiga tersangka kini harus mendekam di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK selama 20 hari ke depan, terhitung mulai 24 November hingga 13 Desember 2025.
Mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor.
Penahanan ini melengkapi daftar tersangka sebelumnya yang sudah lebih dulu diciduk KPK, termasuk Bupati Kolaka Timur Abdul Aziz, menjadikan total 8 orang tersangka dalam pusaran korupsi RSUD Koltim ini. (Web Warouw)

