PONTIANAK- Suasana hari kedua Idul Fitri 1437 Hijriah, Kamis, 7 Juli 2016, masih tampak lengang di Pasar Tradisional Flamboyan, Jalan Gajah Mada, Pontianak Selatan, Provinsi Kalimantan Barat.
Sebagian besar lapak, terutama pemilik yang secara khusus menjual ikan segar, masih tutup. Ini sama dengan suasana Idul Fitri 1436 Hijriah tahun 2015 silam. Perekonomian masyarakat baru dipastikan kembali menggeliat pada hari ketiga Idul Fitri 1437 Hijriah, yakni Jumat, 8 Juli 2016.
Pasar Tradisional Flamboyan, Pontianak, merupakan terbesar di Provinsi Kalimantan Barat. Karena itu pasar rakyat ini sering disebut sebagai pasar induk, karena semua kebutuhan sembilan bahan pokok tersedia, terutama bahan baku lauk-pauk dan sayur-sayuran.
Karena sebagai pasar tradisional terbesar, kendati setiap kali Idul Fitri selalu lengang selama dua hari, tapi di salah satu sudut yang pemgunjungnya tetap ramai seperti hari biasa.
Pada sudut di sektor utara Pasar Tradisonal Flamboyan, ada berbagai jenis dagangan yang dijual secara khusus, baik sifatnya makruh maupun dinyatakan haram bagi masyarakat Islam.
Di sini secara khusus menjual daging babi ternak, babi hutan, labi-labi dan ular sawah atau piton (python reticulatus). Dari berbagai jenis daging yang dijual, daging ular sawah, paling laris dibandingkan dengan yang lainnya.
Satu kilogram daging ular sawah yang sudah dibersihkan, kulitnya dikupas, dibandrol Rp45 ribu hingga Rp60 ribu per kilogram. Apabila harga disepakati calon pembeli, maka penjual langsung memotong daging yang masih memanjang, sesuai permintaan, agar jika sampai di rumah, langsung bisa dimasak.
Fhang Khat Thin (63 tahun), penjual daging ular sawah, mengatakan, konsumen sebagian besar kalangan warga Tionghoa dan Dayak yang beragama non Islam.
Khat mengaku sudah berjualan daging ular sawah lebih dari 20 tahun di Pasar Tradisonal Flamboyan. Semula hanya dijual Rp15 ribu per kilogram. Seiring dengan kesulitan pasokan bahan baku dari warga, sementara permintaan terus meningkat, maka pada hari-hari tertentu bisa dibandrol hingga Rp60 ribu per kilogram.
Khat mengeluhkan kekurangan pasokan, membuat penjualan daging ular sawah tidak bisa dilakukan setiap hari. Tergantung warga yang mengantar. Warga biasanya sering menangkap hidup-hidup ular sawah, karena selalu dikeluhkan sebagai hama, lantaran sering memangsa hewan ternak seperti ayam.
Khat menjelaskan, tiap hari kebutuhan warga akan daging ular sawah selalu di atas 100 kilogram, sementara pasokan tidak lebih dari 60 kilogram tiap hari. Akibatnya pada lapak yang secara khusus menjual daging ular sawah sudah tutup paling lama pukul 08.00 WIB tiap hari. (Aju)