YOGYAKARTA- Bedah buku berjudul ‘Aidit, Leninisme-Marxisme dan Revolusi Indonesia’ karya Satriono Priyo Utomo di Yogyakarta, Sabtu (20/8) malam berlangsung dengan lancar, aman tanpa gangguan yang berarti.
“Syukurlah berjalan lancar. Walaupun sebelumnya, pada pukul 10.29 Indie Book Corner & Dongeng Kopi disatroni dua orang yang kami duga kuat adalah intel, memastikan apakah diskusi buku benar akan diadakan. Setelah diberikan informasi, kedua orang itu segera pergi,” demikian jurnalis Febriana Firdaus dari acara yang gagas oleh Indie Book Corner dari Yogyakarta, Minggu (21/8)
Dibawah ini kronologi lengkap kisah sukses bedah buku DN Aidit tersebut yang disampaikan Febriana Firdaus dan dikutip Bergelora.com.
Lalu pada pukul 13.25 datang tiga orang yang berasal dari organisasi pemuda dan kemasyarakatan, meminta acara dibatalkan dengan dalih topik diskusi dinilai terlalu sensitif.
Sekitar 15 menit kemudian datang dua orang lagi, mengenakan safari dan mengendarai ‘pick-up’ dengan tulisan FKPPI. Tak lama, bertambah dua orang lagi yang datang, mengaku berasal dari ormas yang sama dengan sebelumnya.
IBC menerima semua yang datang selayaknya kawan yang sedang berkunjung, menjamu dan saling berbincang.
Inti dari kehadiran semua perwakilan ormas ini adalah acara diskusi harus dibatalkan. Dalam dialog, IBC yang diwakili oleh Irwan Bajang dan Ahmad Khadafi bahkan dengan tangan terbuka meminta perwakilan ormas untuk turut hadir sebagai peserta diskusi. Perwakilan ormas dengan tegas menolak.
Tawaran lain IBC, bagaimana jika ada perwakilan dari ormas terlibat menjadi pembicara dalam diskusi buku, menemani Muhidin M Dahlan & penulis buku yang sebelumnya sudah memastikan bersedia jadi pembicara diskusi. Tawaran kedua juga ditolak.
Kali ini tidak sekedar menolak, perwakilan ormas mengaku sudah mengoordinasi massa sebanyak 500 orang, berasal dari 20 ormas yang sudah berkumpul dan tinggal menunggu aba-aba saja untuk bergerak ke lokasi diskusi.
Apakah sebenarnya yang salah dari diskusi buku?
IBC & Dongeng Kopi tidak sekali ini saja mengadakan diskusi dan peluncuran buku pada akhir pekan. Buku-buku yang diterbitkan oleh IBC selama ini, kalau sekiranya memungkinkan bagi IBC sendiri dan penulis buku, akan dibuatkan acara diskusi.
Bagi penerbit secara umum, acara peluncuran dan diskusi buku penting guna mengenalkan untuk pertama kalinya buku baru kepada calon-calon pembacanya.
Lalu apakah yang sesungguhnya haram dari diskusi buku tentang Aidit?
Kami setuju dengan pendapat Muhidin M Dahlan dalam diskusi. Kalau Aidit, siapapun atau soal apapun juga, tetap diperlakukan seperti hantu, maka ia akan terus-menerus menakutkan. Sosok Aidit harus diperlakukan secara historis agar tidak ada satupun mata rantai sejarah yang terputus. Aidit harus dibicarakan secara bebas dan terbuka.
Namun tampaknya pemikiran yang sangat sederhana itu entah kenapa belum mudah diterima semua orang.
Sejak sore hari beberapa jam sebelum acara diskusi dimulai, perwakilan IBC berulangkali dihubungi perwakilan ormas, memastikan, lagi-lagi meminta dengan sedikit intimidatif agar diskusi buku benar-benar batal. Kami cemas, agak takut, was-was, kebingungan dan kembali bertanya-tanya: Bagaimana mungkin sebuah diskusi buku, hanya sekedar diskusi buku diperlakukan senajis ini?
Kami tahu kami takut, tapi kami tak mau ikut hidup di tempat dimana suatu trauma terhadap masa lampau, sosok, ideologi, pemikiran atau apapun juga terus dirawat bersama entah dendam entah ketidakmengertian. Masyarakat yang hidup dalam trauma senantiasa berada dalam kondisi goyah.
Saat para peserta diskusi mulai berdatangan sejak pukul 18.00, kami berharap situasi berlangsung seperti pada acara-acara diskusi buku sebelumnya, tenang, santai lalu malam menjelang bersamaan dengan aroma kopi.
Sayangnya kali ini yang datang bersamaan dengan peserta adalah sejumlah perwakilan ormas dan petugas yang menyamar. Belasan orang kalau ditotal. Namun syukurnya, semuanya pasif, hanya tampak awas & penuh selidik, membaur-menjadi peserta diskusi.
Salam,
Indie Book Corner
“Satu jam setelah itu, diskusipun dimulai. Diskusinya menarik. Sejak dimulai hingga berakhir pada pukul 21.57, yang terdengar dalam percakapan ialah suatu tinjauan sejarah dan ilmu pengetahuan, tidak lebih,” ujar Febriana. (Irene Gayatri)