Jumat, 29 Maret 2024

AWAS RESIKO PENJARA….! ASN Tidak Sadar Terima Gratifikasi, KPK: Batas Penerimaan Rp300 Ribu -1 Juta

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menolak segala bentuk pemberian dari sejumlah pihak karena rentan terjerat gratifikasi. Apalagi, gratifikasi kini semakin berkembang dalam berbagai bentuk.

Peringatan itu dinilai penting disampaikan lantaran tidak sedikit abdi negara yang tidak sadar mendapatkan gratifikasi. Seturut dengan itu, pelaporan penerimaan gratifikasi pun tidak pernah dilakukan.

Pemeriksa Gratifikasi dan Pelayanan Publik Muda pada Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK, Chrisna Adhitama Surya Nugraha mengatakan, setiap pemberian yang berkaitan dengan wewenang seseorang dapat dikatakan sebagai gratifikasi. Sehingga segala bentuk pemberian, apalagi yang bisa memengaruhi suatu kebijakan, wajib ditolak.

“Bahwa gratifikasi itu merupakan bagian dari suap kalau berlawanan dengan kewajiban. Bagi rekan-rekan ASN yang memang menerima gratifikasi seperti itu, harap segera melaporkan pada KPK maupun unit pelayanan gratifikasi,” kata dia usai menjadi pemateri tentang gratifikasi di hadapan pejabat Pemerintah Kabupaten Bekasi di Hotel Ayola, Cikarang Selatan, Rabu, 23 Maret 2022.

Kepada Bergelora.con dilaporkan, Chrisna mengatakan, tidak sedikit ASN yang tidak mengenali praktik gratifikasi. Sehingga, mereka terjerat tindak pidana korupsi. Maka dari itu, sosialisasi gratifikasi menjadi penting.

“Boleh jadi ada ASN yang tidak tahu menerima gratifikasi. Untuk itu sosialisasi ini dilakukan agar mereka paham dan tahu batasannya seperti apa dan apa yang harus dilakukan,” ucap dia.

Berdasarkan Peraturan KPK nomor 2 tahun 2019, kata dia, seluruh pemberian dapat dikategorikan sebagai gratifikasi tanpa ada batasan atau nominal yang diberikan. Akan tetapi, ada beberapa yang kemudian dikecualikan sehingga tidak wajib dilaporkan.

“Pada prinsipnya semua gratifikasi tidak ada batasnya. Berapa pun dianggap gratifikasi tapi ada beberapa hal. Seperti terkait upacara adat dan pernikahan itu Rp1 juta, kemudian bila ada pisah sambut sesama rekan kerja itu Rp300.000, pemberian lain sesama rekan kerja tanpa ada event tertentu itu Rp200.000,” ucap dia.

Kendati demikian, lanjut Chrisna, bentuk gratifikasi semakin berkembang tidak hanya sebatas uang. Celah ini yang harus diwaspadai ASN sehingga tidak dikategorikan sebagai suap.

“Biasanya bentuknya beragam, kalau dulu uang atau barang, sekarang misalnya ada laporan binatang atau hobi. Menyesuaikan dengan target penerimanya,” ucap dia.

Chrisna menambahkan, seluruh sektor memiliki kerawanan yang sama terjadinya gratifikasi. Sehingga semua orang harus punya pemahaman yang sama untuk menolak gratifikasi atau melaporkan gratifikasi yang tidak bisa ditolak.

“Bisa dibilang bahwa gratifikasi itu erat kaitannya dengan kewenangan tertentu. Jadi kalau di situ ada kewenangan bisa jadi gratifikasi itu muncul, ada kepentingan yang harus diperjuangkan dengan gratifikasi itu,” ucapnya.

Sepi Laporan

Kepala Inspektorat Kabupaten Bekasi, Maman Agus Supratman mengatakan, sosialisasi tentang gratifikasi itu penting guna memberi pemahaman bagi ASN. Tujuannya agar mereka terhindar dari jeratan hukum.

“Ini sebagai early warning system. Tinggal kepala OPD mau memanfaatkan ini atau tidak, jangan sampai ketika terjadi sesuai inspektorat yang disalahkan. Misalnya ketika Bu Neneng mengalami masalah, banyak pertanyaan kemana kerja inspektorat. Ini kami lakukan upaya pemahaman,” kata dia.

Supratman mengatakan, Inspektorat memiliki unit pelayanan gratifikasi. Unit itu dibentuk untuk melayani ASN yang hendak melapor karena mendapatkan gratifikasi. Sayangnya, tidak pernah ada ASN yang melapor.

“Terakhir melapor itu tahun 2017, itu kasus udang, itu pun dari inspektorat. Jadi ada bagian dari inspektorat yang mendapat pemberian udang. Karena khawatir menjadi gratifikasi, udang itu kemudian dilaporkan ke UPG. Setelah itu tidak ada lagi,” ucap dia.

Terkait pelaporan, kata Supratman, pihaknya hanya berperan pasif menunggu ASN melapor. Inspektorat tidak memiliki kewenangan memaksa setiap orang untuk melapor.

“Laporannya pun bisa ke UPG atau ke KPK langsung. Tapi sampai sekarang tidak ada yang melapor. Terakhir tahun 2017 itu. Untuk itu kami lakukan sosialisasi ini,” ucap dia. (Enrico N. Abdielli)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru