Jumat, 4 Oktober 2024

Bawang Putih dan Bawang Merah *

Oleh: Johnsony M.L. Tobing **

“Darah Juang” saya ciptakan era 90-an dipakai backsound satire unggahan TikTok menyasar polemik Budiman Sudjatmiko. Semangat lirik lagu tersebut sebenarnya dialamatkan ke rezim politik penindas.

Sepotong lirik “berjuta rakyat bersimbah luka” melukiskan apa yang sedang rezim Orba praktikkan. Tentu bukan dimaksudkan lukisan perasaan orang per orang. Curahan hati sesama aktivis gerakan demokratik mengedepankan kritik dan intrik sesama kawan. Umumnya lagu memang boleh dinyanyikan siapapun dan kapanpun.

John Tobing (kaos merah) dan keluarga. (Ist)

Ibarat foklore dongeng masa kanak-kanak. Cerita “Bawang Putih, Bawang Merah”. Dua saudara saling memusuhi dalam satu keluarga dengan ibu tiri berat sebelah. Bawang Merah selalu dibela ibunya seringkali memarahi Bawang Putih. Cacian hina dan ejekan mereka bersama lakukan terhadap Bawang Putih.

Cerita fiksi ini terefleksikan cepat seketika tirai panggung terbuka. Lakon protagonis diserang tiada ampun oleh pemain antagonis. Pemeran antagonis bisa satu bisa juga banyak. Pada kisah fiksi tadi laku antagonis diperankan Bawang Merah dan ibunya.

Budiman Sudjatmiko mungkin kesambet. Tak sengaja melakoni peran protagonis. Apalah daya setelah menyambangi Prabowo Subianto di Kertanegara dirinya menuai kritik keras oleh “anggota keluarga lamanya” 87 aktivis PRD yang memparaf secarik rilis dalam jumpa pers di YLBHI Jakarta.

Kebencian tak terputus hari ke hari seterusnya hingga dibikin tayangan TikTok dan platform medsos lainnya. Jejak digital ini monumen kebencian kepada seorang kawan yang diawetkan. Seluas-luasnya disuguhkan bagi para pemegang ponsel sedunia.

Sampailah cerita klimaks hingga momen peringatan 27 Juli 2023 mengenang peristiwa Kudatuli 1996. Dua kelompok penyikap tampil ke media.

Yang pertama adalah 87 aktivis PRD dan yang kedua adalah 23 LSM pegiat HAM. Kelompok pertama mendown-grade Budiman Sudjatmiko, dan kelompok kedua menyeru jangan pilih capres pelanggar HAM.

Di sudut sebelah di Lenteng Agung menggelar wayang kulit semalam suntuk didalangi 3 pedalang sekaligus mainkan lakon “pandawa syukur sesaji rojosoyo”. Hari yang sama saat itu dilakukan diskusi refleksi 27 tahun mengenang Kudatuli di kantor DPP PDI Perjuangan di Menteng, Jakarta.

Saya tidak ingin terseret lupa sejarah. Selain dulu pernah menjadi pimpinan DPD PDI Perjuangan di Riau, aktivitas politik ketika muda saya berada di tengah pergolakan perlawanan gerakan pro demokrasi bersama PRD menentang otoritarianisme Orde Baru Suharto. Semasa aktivis mahasiswa UGM kala itu 1992 terciptalah sebuah lagu “Darah Juang”.

Mengapa lagu ini darahnya dituangkan kepada seorang Budiman Sudjatmiko?
Setelah menyampaikan klarifikasi ke Badan Kehormatan partai, ia pun tidak peroleh sanksi. Sebelumnya Puan Maharani, Ketua DPP PDI Perjuangan mengatakan siapapun boleh bersilaturahmi. Silaturahmi Budiman tidak dimaksudkan mencapreskan Prabowo yang diusung Partai Gerindra.

Bilamana sejarahnya pernah terjadi silaturahmi formal atau istilahkan koalisi politik saat Pilpres 2009 pasangan Megawati – Prabowo, itupun episode yang tak boleh terlupa. Mana tahu Budiman sedang menandai 14 tahun aksesi Batu Tulis demi memperdalam kemitraan strategis berporos kepentingan tanah air Indonesia.

Bilamana kali ini seorang Budiman dikeroyok 87 mantan aktivis PRD penanda tangan statement, itupun episode yang kelak tercatat lembaran sejarah.

6 dari 13 orang korban penculikan aktivis era 1998 yang saya kenal adalah aktivis PRD. Kita tidak mendapati keenam nama ini tercantum masuk daftar 87 penanda tangan statement.

Para pimpinan PRD terdahulu kini menduduki jabatan penting sejumlah partai dan malah justru bukan PDI Perjuangan. Sebutlah Andi Arief menjabat Ketua Bappilu DPP Partai Demokrat, Faisol Riza menggawangi LPP DPP PKB dan Ketua Komisi 6 DPR RI, bahkan termasuk Nezar Patria pejabat negara menjadi Wakil Menteri Kominfo kabinet Presiden Joko Widodo.

Arena ketokohan mereka tidak kalah penting dengan Budiman Sudjatmiko. Rahardjo Waluyo Jati kini Pengurus Pusat SKI, perkumpulan politik yang tak lekang dari arus dukung mendukung capres 2024.

Tokoh-tokoh aktivis PRD lainnya berada dalam orbit beragam kekuatan politik. Haris Rusli Moty sebagai Wakil Ketua Relawan Nasional capres Prabowo Subianto, Yusuf Lakaseng jadi pimpinan DPP Perindo, dan Willy Aditya pernah bergiat di ormas underbouw PRD yang saat ini Ketua Bappilu DPP Partai Nasdem.

Terpenting pula Agus Jabo Priyono, Ketua Umum Partai PRIMA yang upaya perjuangan elektoralnya terbentur regim pemilu yang sarat jeratan dan ambigu. PRD bukan saja sekolah gerakan melainkan juga rumah kawah candradimuka kader-kader ditempa berorganisasi dan berlawan dihadang maut. Kaum pergerakan yang tidak feodal dan mempercayai perkembangan science.

Tanpa bermaksud mengecilkan PRD, ibaratkanlah supermarket dengan beragam produk halal terjamin kualitasnya. Banyak tokoh protagonis di arena masing-masing bekerja untuk kepentingan nasional apapun taraf pencapaiannya.

Jika emosi “Darah Juang” sekadar dioles ke muka Budiman dicap pengkhianat perjuangan HAM betapa lagu itu mengalami penyempitan makna pesannya. Semacam tikaman dari belakang, a stab in the back. Bagi generasi pelanjut kelak mungkin lebih bisa mengerti arti “strength unite is stronger”, kekuatan yang bersatu akan lebih kuat.

* Karena sakit, tulisan ini didikte langsung oleh John Tobing kepada Hari Subagyo di Yogyakarta

**Penulis John Tobing adalah pencipta lagu “Darah Juang”, pernah sebagai Korwil Sumbagut Repdem.

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru