JAKARTA- Program Bela Negara diharapkan tidak salah sasaran dan memiliki tujuan yang jelas. Sasaran terdekat dari Program Bela Negara seharusnya pada para mafia dan komprador yang menguasai pusat-pusat kekuasaan. Komprador adalah kaki tangan asing penjual negara. Hal ini disampaikan budayawan Burhan Rosyidi kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (13/10).
“Para mafialah, sebagai operator dari klik penguasa uang di negeri kita ini, yang rajin dan telaten memproduksi komprador dan kemudian memajangnya di pusat-pusat pengambilan keputusan publik di negeri kita ini,” jelasnya.
Anggota Presidium Komite Kedaulatan Rakyat (KKR) ini menjelaskan bahwa kekuatan asing mana pun, yang ingin menguasai dan mengendalikan Indonesia, saat ini, tidak perlu lagi mendaratkan pasukan bersenjatanya. Karena mafia dan komprador yang menjadi kaki tangannya, sudah cukup mengendalikan dari dalam negeri.
“Kekuatan asing cukup belanja komprador, yang sudah tersaji rapi di pusat-pusat pengambil keputusan publik negeri kita ini,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa sentimen SARA (Suku, Agama Ras dan Antar Golongan) memang sering digunakan oleh klik dalam kekuasaan sebagai program taktis untuk memastikan situasi tetap terjaga senantiasa berada di dalam kepentingannya.
“Namun, perlunya klik itu membangun diri menjadi penguasan uang di Indonesia tidak ada urusannya dengan kepentingan suku, agama, ras dna antar golongan,” jelasnya.
Para penguasa uang menurutnya senantiasa siap menempatkan diri sebagai buffer bagi kapitalisme global dalam rangka mendominasi sumberdaya untuk diperlakukan secara eksploitatif.
“Sehingga, keberadaan Republik Indonesiabaik sebagai bangsa merdeka mau pun sebagai negara berdaulat, hingga hari ini tidak pernah sempurna seperti yang diamanahkan Pembukaan UUD 1945,” ujarnya.
Program Mengada-ada
Sementara itu, mantan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Laode Ida menegaskan keberadaan Progam Bela Negara sangat tidak relevan, harus dikaji ulang bahkan harus ditolak.
“Program ini terkesan mengada-ada dengan tujuan yang tak jelas. Bahkan boleh dikatakan sebagai bentuk dari kebuntuan strategi pertahanan nasional,” tegasnya.
Menurutnya, yang perlu dilakukan sebenarnya memperkuat basis ekonomi rakyat dengan memfokuskan anggaran untuk pembangunan ekonomi kerakyatan. Jika rakyat sejahtera, maka akan bangga jadi warga bangsa ini, dan secara otomatis akan membela negaranya dari bentuk tantangan dan ancaman apapun.
“Bangsa ini sudah terbukti tampil sebagai pejuang bela negara baik dalam merebut kemerdekaan maupun mempertahankannya, dalam kondisi hidup miskin skalipun,” ujarnya.
Untuk itu anggaran anggaran Program Bela Negara menurutnya akan jauh lebih efektif digelontorkan untuk membangun daerah tertinggal yang umumnya di kawasan timur indonesia dan warga miskin termasuk mereka yg kini terkena PHK akibat krisis ekonomi bangsa ini.
“Membiayai Program Bela Negara puluhan bahkan bisa ratusan triliun hanyalah sesuatu yang mudharat, miskin manfaat, alias pemborosan uang negara dan berorintasi proyek saja,” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mewajibkan seluruh elemen masyarakat ikut bela negara. Tidak ada batasan umur dalam pelaksanaan bela negara.
“Konsep bela negara ini tidak ada batasan umur. Yang umurnya 50 tahun ke atas dan ke bawah itu disesuaikan saja porsi latihannya,” ujar Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di Jakarta, Senin (12/10).
Menhan menjelaskan, bela negara merupakan kewajiban seluruh warga negara Indonesia. Mulai tukang ojek hingga rektor pun wajib ikut serta dalam bela negara. Menurutnya, bila masyarakat tidak ikut serta dalam bela negara, dirinya mempersilakan untuk angkat kaki dari Indonesia. Bela negara nantinya juga akan masuk di kurikulum mulai TK hingga perguruan tinggi.
“Kalau tak suka bela negara di sini, tidak cinta tanah air, ya angkat kaki saja dari sini. Kita bangkit dan hancur harus bersama. Dan akan ada kurikulum untuk bela negara, mulai TK hingga perguruan tinggi,” tuturnya.
Namun secara tegas dia menjelaskan bela negara ini bukan wajib militer. Dan program bela negara merupakan program murni dari Kementerian Pertahanan.
“Anda harus bedakan. Ini bela negara dan itu wajib militer. Bela negara dan wajib militer, itu berbeda dan nggak sama. Ini programnya Kementerian Pertahanan,” tegas Menhan.
Sementara itu menurut Direktur Bela Negara Laksamana Pertama M Faisal, program bela negara ini merupakan program berkelanjutan. Hal ini mengacu pada UUD 1945 dan Undang-undang No 3 tentang Pertahanan. (Web Warouw)