“Apalagi, usulan tersebut sudah masuk DPR. Sehingga, sudah masuk ranah politik,” ujarnya.
Soleman menilai, usulan perpanjangan batas usia pensiun TNI membutuhkan kajian akademis.
“Perpanjangan usia pensiun hendaknya tidak dikaitkan dengan kepentingan politik. Itu harus dikaji secara akademik,” tandasnya.
Soleman mengutarakan, perpanjangan usia pensiun menunjukkan pelemahan kualitas internal TNI. Karena akan banyak usia tua yang mendominasi. Di samping berpotensi melemahkan penyebaran militansi ke Indonesia, yang biasanya dimotori tentara-tentara di luar barak.
Soleman bilang, usia pensiun militer tidak bisa disamakan dengan polisi karena tugas keduanya berbeda.
Polisi di ranah sipil, sementara militer di ranah pertahanan yang harus naik dan turun gunung menghadapi musuh.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Hal senada juga disampaikan Pengamat Militer dan Pertahanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi.
Khairul menyebut, perpanjangan usia pensiun akan menunjukkan kesan adanya permasalahan regenerasi di tubuh TNI.
Padahal, masih banyak Perwira TNI usia aktif, yang mampu menjalankan tugas.
“Perpanjangan usia pensiun di level Tamtama dan Bintara akan menutup celah untuk menjawab persoalan yang masih belum ideal, terkait kebutuhan mereka,” kata Khairul.
Usulan perpanjangan usia pensiun TNI muncul dari gugatan yang dilayangkan oleh lima orang dari berbagai latar belakang, ke MK.
Salah satunya, Euis Kurniasih yang merupakan pensiunan anggota TNI.
Dalam pokok permohonannya, Euis Cs menilai batasan usia pensiun dalam Pasal 53 dan 71 huruf a Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang TNI bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
Mereka menilai batasan usia pensiun TNI perlu direvisi, supaya sama dengan aturan Polri. (Web Warouw)