Jumat, 14 Februari 2025

Bernard Lapian, Mendobrak Tirani Kolonial

Bernard Wilhelm Lapian (Ist)

Tidak banyak generasi muda Minahasa mengetahui perjuangan Bernard Lapian. Untuk mengingat kembali perjuangannya, Bergelora.com menurunkan kembali tulisan Efge Tangkudung di www.manadopedia.com, 27 September, 2017 lalu. (Redaksi)

Oleh: Efge Tangkudung

BERNARD Wilhelm Lapian dilahirkan tanggal 30 Juni 1892 di Kawangkoan, Minahasa, Sulawesi Utara. Bernard dikenal menjadi pejuang dalam berbagai bidang. Bernard juga sering disebut sebagai pejuang tiga zaman, karena berjuang sejak muda di zaman pemerintahan Belanda, saat pendudukan Jepang hingga masa awal kemerdekaan.

Sejak muda, Bernard dikenal sebagai sosok yang kritis. Mulailah Bernard menggunakan jurnalisme sebagai alat untuk mendobrak tirani penjajah.

Dalam sebuah kisah, Bernard mengkritik tentang penindasan yang dialami warga Magelang oleh penjajahan Belanda. Hal itu dia tuliskan dalam surat kabar terbitan lokal Magelang, Pangkal Kemadjoean.

Tulisan kritis dan langka seperti itu memperlihatkan keberanian Bernard muda yang tak pernah mengenal rasa takut.

Bernard Wilhelm Lapian dan Bung Karno (Ist)

Bernard yang saat itu menjabat ketua cabang Persatuan Minahasa di Batavia pada 1919, makin gamblang menentang penjajahan dalam berbagai karyanya.

Bernard kemudian mendirikan surat kabar Fajar Kemadjoean agar lebih leluasa memberikan kritiknya terhadap Belanda. Bernard terus mengobarkan semangat nasionalisme, hingga generasi muda Indonesia saat itu bersatu yang ditandai dengan lahirnya Sumpah Pemuda 1928.

Pulang ke tanah kelahirannya di Minahasa, Bernard melihat nasionalisme masyarakat Minahasa yang mulai menurun. Saat itu, semua Gereja Kristen berada di bawah naungan Indische Kerk yang berafiliasi dengan pemerintahan Belanda.

Melihat hal itu, Bernard bersama sejumlah tokoh lainnya kemudian mendirikan Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) pada tahun 1933. KGPM ini merupakan Gereja independen di luar Indische Kerk, yang menolak bentuk kolonialisme.

Bernard juga mendirikan surat kabar untuk menyebarkan idealismenya dan mengobarkan semangat nasionalisme. Bernard getol menolak propaganda Belanda yang saat itu ingin ‘membujuk’ Minahasa masuk sebagai provinsi jajahan Belanda.

Pada masa pendudukan Jepang, Bernard diangkat menjadi Kepala Distrik (Gunco) yang kemudian menjadi Wali Kota Manado pada tahun 1945.

Ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Agustus 1945, Sam Ratulangi menjadi Gubernur pertama Provinsi Celebes. Saat itu, daerah Sulawesi masih terus bergolak karena Belanda masih berada di sebagian tanah Indonesia.

Belanda yang tak rela daerah jajahannya dulu merdeka, ingin kembali ‘mencaplok’ Sulawesi. Bernard yang menjadi pimpinan sipil di Manado kemudian berperan penting dalam peristiwa besar saaat melakukan penyerangan terhadap markas Belanda, di Teling.

Pada tanggal 14 Februari 1946, tepat pukul 01.00 Wita, pasukan Tentara Republik Indonesia melakukan aksi penyerangan ke markas KNIL. Pagi harinya, Merah Putih berkibar untuk pertama kalinya di Sulut.

Setelah penyerangan tersebut, Sam Ratulangi yang menjabat Gubernur Celebes, ditangkap dan diasingkan. Para pembesar sipil, hukum tua, raja dan kepala daerah melakukan pertemuan. Disepakati Bernard menjadi kepala pemerintahan sipil di Sulut. Bernard kemudian segera mengumumkan wilayah Sulut, bekas residen Manado adalah bagian dari pemerintah Republik Indonesia.

Sayang, sebulan kemudian Bernard kembali ditangkap Belanda, pada 11 Maret 1946 dan dipenjara di Teling. Bernard lalu dipindahkan ke Cipinang tahun 1947 dan dipindahkan lagi ke Sukamiskin pada 1948.

Bernard dibebaskan Presiden Soekarno setelah penyerahan kedaulatan yang disepakati dalam Konfrensi Meja Bundar (KMB) 1949.

Pada 1950, Bernard ditunjuk menjadi Gubernur Provinsi Celebes kedua yang berkedudukan di Makassar.

Bernard menggantikan Sam Ratulangi yang wafat pada 30 Juni 1949, setelah ditawan Belanda sejak 1946.

Bernard menjadi Gubernur Provinsi Celebes periode 17 Agustus 1950 sampai 1 Juli 1951.

Bernard menutup usia di Jakarta 5 April 1977 ketika berusia 84 tahun. Atas perjuangan dan jasanya, Bernard menerima Bintang Mahaputera Pratama pada tahun 1976, dan gelar Pahlawan Nasional pada tanggal 5 November 2015. Bernard juga pernah menerima penghargaan dari Angkatan Laut (AL) dan Bintang Gerilya.

Nama BW Lapian juga diabadikan sebagai nama jalan di Kota Manado, Sulawesi Utara.

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru