Selasa, 1 Juli 2025

Biangkerok Hengkangnya Raksasa Migas Adalah UU Migas No 22/2001

Oleh: Dr. Kurtubi*

MENGAPA bisa demikian?

Karena UU Migas ini bertentangan dengan konstitusi,– yang 17 Pasalnya sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi, termasuk pasal-pasal yang terkait dengan BP MIGAS yang menyebabkan Lembaga Pemerintah ini dibubarkan!

Namun pemerintahan sebelumnya, yaitu Pemerintahan Presiden SBY, merubah nama BP Migas menjadi SKK Migas dengan status dan tugas sama dengan Lembaga yang melanggar konstitusi dan sudah dibubarkan.

Semua investor migas, termasuk Investor Raksasa Migas Asing yang tadibya berhubungan dan berkontrak dengan memakai Kontrak Production Sharing (PSC) dengan PERTAMINA, setelah berlakunya UU Migas No.22/2001, harus berhubungan dengan Lembaga SKK Migas sebagai Pengganti BP Migas.

Pemberitaan hengkangnya perusahaan minyak asing dari Indonesia:

Padahal semua orang tahu bahwa tidak ada satu pasalpun dalam UU Migas yang mengatur usaha dan bisnis migas di Indonesia yang menyebut SKK Migas.

Artinya, mestinya SKK MIGAS yang lahir di periode Presiden SBY ini, merupakan lembaga yang sifatnya sangat sementara, sangat darurat, sangat bersifat AD HOC. Karena setelah BP Migas bubar tidak boleh ada kevakuman.

Untuk itu, dalam tulisan saya di Harian KOMPAS beberapa hari setelah MK membubarkan BP Migas, saya menyarankan sebaiknya ex BP Migas ini dikembalikan ke PERTAMINA seperti sediakala,– seperti semula.

Di bawah UU PERTAMINA No.8/1971, tugas-tugas BP Migas yang kesemuanya terkait dengan kegiatan usaha Kontraktor/Investor migas termasuk mengurus, menangani dan mengadministrasi Cost Recovery, sebelumnya ditangani dibawah organisasi internal PERTAMINA bernama BKKA (Badan Koordinasi Kegiatan Kontrakror Asing) dan terakhir diubah menjadi Direktorat Management Production Sharing (MPS) Pertamina.

Namun faktanya, SKK Migas yang mestinya merupakan lembaga yang sangat sementara, namun entah bagaimana, lembaga yang mengurus migas tetapi tidak ada dalam UU Migas itu sendiri.

Malah faktanya tetap ada sampai sekarang mengikuti terus berlakunya UU Migas No. 22/2001. Malah SKK menjanjikan ke Presiden untuk menaikkan produksi dari sekitar 650.000 bph menjadi 1 juta bph pada tahun 2030 sesuatu,— yang nyarus mustahil terlebih setelah hengkangnya Investor-investor besar dsri Indonesia. Kondisi ini telah menimbulkan tambah besarnya ketidakpastian hukum yang berkepanjangan.

Bagaimana mungkin investasi di industri Migas yang sangat beresiko dan padat modal, akan bisa terarik dan bisa merasa aman untuk berinvestasi apabila payung hukumnya yang berlaku saat ini telah menimbulkan ketidakpastian Hukum yang berlarut-larut. selama dua dekade terakhir ini.

Sebenarnya bukan hanya masalah ketidakpastian hukum yang dialami oleh Industri Migas Nasional. Masalah lain yg menyebabkan hancurnya Sektor Hulu Industri Migas Nasional yang ditandai oleh data Statistik kasat mata berupa terus anjloknya produksi minyak ber tahun-tahun yang diikuti oleh terus devisitnya Neraca Perdagangan Migas setiap tahun,– adalah karena UU Migas nya sendiri sangat tidak Investor Friendly.

Hal ini sudah lama dikeluhkan oleh pelaku usaha. Seperti Ijin yang harus diurus sendiri oleh investor sangat banyak dan birokratik serta adanya kewajiban membayar pajak semasa explorasi, telah menyebabkan anjloknya investasi dan kegiatan explorasi pasca berlakunya UU Migas.

Ditambah dengan ketidakpastian hukum karena masih terus dipakainya UU Migas No.22/2001, maka belakangan ini telah mendorong munculnya fenomena hengkangnya investor migas raksasa yang sudah lama beroperasi di Indonesia.

Solusi yang efisien dan konstitusional atas buruknya Industri Migas Nasional adalah segera cabut UU Migas No.22/2001.

Karena insustei Migas Nasional sudah sangat darurat yaitu produksi minyak yang sudah sangat rendah, terendah dalam 50 tahun terakhir;

Investasi eksplorasi di blok baru selama bertahun-tahub sangat rendah.

Tawaran blok-blok Baru bertahun-tahun nyaris nihil,

Adanya cadangan gas raksasa di Masela dan Natuna Utara yang butuh segera investasi besar,

Migas yang akan masih dibutuhkan dalam masa Transisi Energi Selain untuk jangka panjang migas bisa dikonversi menjadi industri petrokimia yang dibutuhkan oleh ekonomi dunia,

DPR-RI sudah dua periode gagal membuat UU Revisi atas UU Migas,

Serta untuk menghindari kemungkinan munculnya bentuk eksperimen kelembagaan baru dalam Tata Kelola Migas Nasional dalam pembahasan untuk ketiga kalinya di DPR+RI.

Maka untuk kepentingan bangsa dan negara, sebaiknya UU Migas No.22/2001 dicabut oleh Presiden dengan mengeluarkan PERPPU dan kembali ke UU No.8/1971 yang simpel, sesuai Pasal 33 UUD 45 dan sudah terbukti berhasil membawa Industri Migas Nasional menjadi sumber utama perolehan Devisa ekapor dan berhasil menjadi sumber Utama Penerimaan APBN selama bertahun-tahun.

*Dr Kurtubi adalah Alumnus CSM, IFP dan UI. Anggota DPRRI 2014 – 2019. Pakar energi

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru