Oleh: Sunar
Masalah hak kepastian kerja 42.245 orang Bidan Desa PTT (Pusat) tak kunjung selesai. Semakin lama semakin pelik. Padahal pemerintah sendiri telah mengakui bahwa bidan desa PTT (Pusat) sangat dibutuhkan di masyarakat pedesaan. Pengabdianya sangat luar biasa di republik kita ini. Namun kenapa Pemerintah tidak cepat tanggap dalam menyelesaikan persoalanya?
Hal ini jelas berbanding terbalik dengan kinerja bidan desa PTT (Pusat). Profesi mereka dituntut untuk selalu berdisiplin, cepat, tanggap darurat, dan bertanggung jawab. Maka tak heran jika jam kerja para bidan desa PTT (Pusat) ini sesungguhnya adalah 24 jam/hari standby. Sebab sewaktu waktu mereka harus menangani proses persalinan ibu-ibu yang akan melahirkan bayinya. Mereka tidak mengeluh dan tidak merasa terganggu jika tengah malam, atau pagi buta ada yang memerlukan bantuanya menangani proses persalinan ibu melahirkan. Sebab sejak dari awal memang mereka para bidan sudah tau resiko bekerja menjadi seorang bidan desa. Dalam sekolah kebidanan juga sudah diajarkan tentang kedisiplinan, tentang sikap, dan juga tentang tanggung jawab profesi.
Selain mengurus masalah persalinan, bidan desa juga bekerja membantu penyuluhan gizi, balita, imunisasi, penyuluhan kesehatan masyarakat. Bahkan juga menolong dan membantu warga masyarakat yang sedang sakit. Terutama warga kurang mau (warga miskin), yang tidak sanggup berobat ke dokter atau rumah sakit. Warga masyarakat pedesaan terpencil yang jauh dari peradaban kota.
Pertanyaanya, salahkah jika bidan desa PTT (Pusat) menuntut untuk diangkat sebagai pegawai tetap negara alias Pegawai Negeri Sipil (PNS)? Apakah tuntutanya berlebihan?
Pejabat pemerintahan (KemenPAN & RB, Kemenkes RI, dan Istana Negara) pun sebenarnya mengakui bahwa tuntutan itu tidak berlebihan. Sebab memang seharusnya orang yang bekerja untuk negara yang direkrut pemerintah itu layak menjadi pegawai tetap negara atau PNS. Bahkan pemerintah juga tahu jika masalah status hubungan kerja bidan desa PTT (Pusat) ini telah terjadi pelanggaran sistem Kepegawaian Negara. Bukan hanya Bidan Desa PTT (Pusat) aja yang harus segera diangkat sebagai PNS, tapi Pekerja/pegawai Honorer lainnya harus segera diberikan hak kepastian kerjanya.
Untuk membuat pemerintah kita segera tanggap dan merespon baik tuntutan bidan desa PTT (Pusat) ini bagaimanakah caranya? Musyawarah dengan pejabat tinggi sudah sangat sering, hasilnya mereka selalu berjanji akan secepatnya menyelesaikan masalah tersebut. Bahkan unjuk rasa pun sudah berkali-kali dilakukan. Hasilnya seluruh bidan desa PTT (Pusat) bisa ikut Tes CPNS. Namun pengumuman ditunda-tunda terus hingga sekarang.
Apakah seluruh bidan desa PTT (Pusat) di pelosok pedesaan harus mengamuk terlebih dulu? Jangan, itu tidak boleh. Bidan tidak boleh mengamuk. Nanti orang orang akan sulit membedakan antara bidan dengan preman.
Haruskah bidan desa PTT (Pusat) melakukan Aksi Mogok Kerja selama sebulan? Kalau yang ini sebenarnya bisa di lakukan, tapi resikonya sangat berat dan tentu akan mengorbankan perasaan bidan desa itu sendiri sangat luar biasa. Kenapa bisa seperti itu?
Mari kita cek, seorang bidan desa PTT (Pusat) itu jika dihitung rata-rata menangani persalinan ibu melahirkan sekitar 10 orang dalam 1 bulan. Jika dihitung seluruh bidan desa PTT (Pusat) di seluruh Indonesia ada 42.000 orang, maka dalam sebulan bidan desa PTT (Pusat) menangani persalinan ibu melahirkan 420.000 orang, sekaligis selamatkan 420.000 bayi. Belum lagi masalah mengurus masalah gizi balita, imunisasi, mengobati orang sakit, dan lain sebagainya. Tentu ini sangat bertentangan dengan profesi dan jiwa bidan itu sendiri. Masyarakat yang tidak bersalah akan terkena dampaknya, dan pasti mereka sangat menderita. Pasti para bidan desa ini akan dicaci maki, dimusuhi, bahkan dihakimi. Padahal memang hak kepastian kerja juga hak bidan desa PTT (Pusat). Mereka juga ingin digaji selayaknya pegawai negeri sipil yang lain, dan tidak dibayangi keresahan bekerja selama bekerja dengan sistem kerja pegawai tidak tetap. Apalagi yang selama ini mengalami situasi tragis menjadi korban PUNGLI, setiap kali perpanjangan kontrak kerjanya. Padahal mereka telah mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya untuk mengurusi negara ini.
Jelas ini adalah pemandangan yang sangat dilematis. Di satu sisi masyarakat di pedesaan sangat membutuhkan tenaga, waktu, dan pikiran bidan desa PTT. Dan itu telah disanggupi oleh bidan desa itu sendiri, karena memang mereka ingin mengabdi untuk negeri. Di sisi lain dalam kehidupan modern sekarang ini bidan desa juga tidak mungkin bekerja sebagai tenaga fungsional, tanpa hak kepastian kerjanya sendiri.
Yang pasti, bidan desa PTT (Pusat) punya hak yang sama seperti pegawai negeri sipil lainnya!
Mereka telah menyatukan diri dalam barisan perjuangan bersama, wadah aspiratifnya saat ini, FORBIDES PTT (Pusat) Indonesia. Mari kawan-kawan dan saudara saudara semua, kita bantu para bidan desa PTT (Pusat) ini, supaya pemerintah segera memberikan hak-haknya, dan segera memberikan hak kepastian kerjanya. Agar permasalahan ini tidak berlarut-larut dan tidak menimbulkan resiko besar bagi masyarakat yang tidak bersalah.
Jika ditanya,
Apakah bidan desa PTT bisa mogok kerja sebulan?
Ya! pasti bisa!
Namun jika ini dilakukan,
Pasti akan beresiko besar.
Ini tentang perasaan hati,
Ini tentang tanggung jawab sosial,
Ini tentang hidup mati ibu dan bayi,
Ini tentang etika profesi,
Ini tentang ikatan hati,
Ini tentang pengabdian pada negeri.
Ini tentag menjaga emosi!.
Jakarta, 17 September 2016
*Sekretaris Jendral Konfederasi KASBI (Konfederasi Aliansi Serikat Buruh Seluruh Indonesia)