JAKARTA- Penundaan tanpa batas waktu pada pengangkatan 42.245 Bidan Desa PTT (Pegawai Tidak Tetap) dipastikan akan berdampak pada kenaikan angka kematian bayi dan ibu melahirkan. Hal ini karena meluasnya keresahan dan kekecewaan bidan desa akibat penundaan tersebut yang akan berdampak pada penurunan kinerja bidan desa PTT. Padahal selama ini bidan desa menjadi ujung tombak dari pelayanan kesehatan di Posyandu dan puskesmas di desa-desa yang tidak memiliki tenaga dokter. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Forum Bidan Desa PTT (Forbides) Provinsi Riau, Bidan Joice Natalia Sinaga kepada Bergelora.com di Jakarta, Minggu (18/9)
“Pengumuman hasil seleksi ini tidak seharusnya di tunda-tunda karena seluruh bidan desa PTT saat ini sangat resah dan mengkuawatirkan nasib dan masa depan merekal,” ujarnya ditengah persiapan aksi nasional Forbides di istana negara yang akan diikut 10 ribu bidan desa PTT.
Menurutnya, saat ini penundaan tanpa batas waktu membuat para bidan desa akan konsentrasi untuk mondar-mandir dari desa ke kota untuk mengecek pengumuman di situs Kemenkes. Sehingga jadwal posyandu dan pelayanan kesehatan lainnya menjadi terbengkalai.
“Selama setahun ini kecemasan bidan desa berdampak buruk pada kinerja mereka di desa yang seharusnya bisa fokus melayani rakyat di desa namun harus mondar-mandir ke kota untuk mengecek ke situs kemenkes ataupun bertanya kesana kemari apakah nama mereka sudah keluar atau belum,” jelasnya.
Presiden Dibegal
Menurut Bidan Joice Natalia Sinaga penundaan hasil pengumuman seleksi calon PNS telah berhasil dibegal oleh para politikus di DPR dan birokrat yang ingin mendorong krisis politik akibat meningkatnya angka kematian bayi dan ibu melahirkan.
“Kebijakan Presiden untuk mengangkat bidan desa PTT berhasil dibegal. Tujuannya agar para bidan desa panik dan tidak bisa konsentrasi bekerja, sehingga kematian ibu dan anak meningkat. Harapan mereka ada krisis politik yang bisa menjatuhkan Presiden Joko Widodo,” jelasnya.
Para politisi di DPR saat ini menurutnya sedang ramai menghembuskan pentingnya revisi Undang-Undang ASN (Aparatur Sipil Negara). Dengan mempengaruhi para menteri dan birokrat maka pengangkatan bidan desa PTT menjadi PNS ditunda.
“Alasan anggota DPR harus menunggu revisi Undang-Undang ASN sebenarnya bukan solusi yang tepat karena memerlukan proses dan waktu yang panjang. Kami bidan desa seluruhnya sudah melalui tahapan detail seleksi rekruitment CPNSD mulai daftar online, seleksi berkas ujian CAT dan lainnnya baik yang berusia 35 tahun ke bawah ataupun yang usia 35 ke atas. Jelas urusan kami adalah soal nyawa bayi dan ibu melahirkan. Tidak sama dengan honorer yang lain yang bisa menunggu.” jelasnya.
Kenaikan angka kematian bayi dan ibu melahirkan menurutnya haruslah menjadi tanggung jawab politisi DPR, birokrat dan menteri yang menunda dengan alasan menunggu Undang-Undang ASN.
“Jangan mereka pikir kami bisa dibodohi. Perlu kami tegaskan bahwa keselamatan bayi dan ibu melahirkan tidak bisa menunggu revisi Undang-undang ASN. Kami akan perjuangkan hak kami agar kami bisa menyelamatkan bayi dan ibu melahirkan dari kematian,” ujar Bidan Joice Natalia Sinaga.
Sebelumnya, dalam aksi 5.000 bidan yang menginap di Istana Negara, pada Kamis (28/9) lalu. Presiden Joko Widodo sudah menyetujui dan memerintahkan agar Menteri Kesehatan Nilla F Moeloek segera mengumumkan pengangkatan 42.245 bidan desa PTT menjadi PNS seperti yang dituntut oleh aksi Forum Bidan Desa PTT (Forbides)
Menkes sempat menjelaskan bahwa bidan PTT yang telah mengabdi lebih dari enam tahun sejumlah 38.861 orang. Dari jumlah tersebut terdapat 3.122 orang bidan berusia antara 35-40 tahun. Sementara yang berusia di atas 40 tahun sebanyak 1.072 orang bidan PTT (Pusat). Namun berdasarkan PP No. 98 Tahun 2000 diubah dengan PP No. 78 Tahun 2013 dan Peraturan BKN No. 9 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan CPNS, bahwa batas usia pelamar adalah 35 tahun pada saat pelamaran. (Web Warouw)