JAKARTA – MF Nurhuda Y mengutuk tindakan biadab dan tidak berperikemanusiaan yang dilakukan oleh seorang oknum guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) memperkosa siswi di sebuah SMP di wilayah Kecamatan Grinsing, Kabupaten Batang.
“Saya turut prihatin atas kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak SMP di wilayah Kecamatan Grinsing, Kabupaten Batang. Kita sangat menyayangkan tingginya angka kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan,” tegas Nurhuda anggota Komisi VIII DPR RI dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah X.
#DPRuntukNegeri #pkb pic.twitter.com/icVE5l08AF
— Bergelora.com (@bergeloralah) September 1, 2022
Dunia pendidikan saat ini sedang tidak baik-baik saja. Kondisi dunia pendidikan kita juga patut menjadi keprihatinan dan perhatian serius. Berita kekerasan seksual di Lembaga Pendidikan, baik tingkat menengah maupun pendidikan tinggi, baik pendidikan umum maupun berbasis keagamaan, terus mewarnai sejumlah media.
“Pemerintah seharusnya segera mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan memberikan perlindungan serta pemulihan terhadap anak-anak korban kekerasan seksual. Termasuk membuat regulasi turunannya untuk melindungi perempuan dan anak korban kekerasan seksual di lembaga pendidikan,” kata Nurhuda.
Berdasarkan Catatan Akhir Tahun (CATAHU) Komnas Perempuan kekerasan di lembaga pendidikan menduduki 4,2%, dan pelaku kekerasan seksual ini justru berprofesi sebagai pendidik, yaitu guru, guru ngaji/ustad, tokoh agama dan dosen.
Menurutnya, kasus-kasus yang dilaporkan merupakan puncak gunung es karena umumnya kasus-kasus kekerasan di lingkungan pendidikan cenderung tidak diadukan karena biasanya korban malu atau tidak berani.
“Ada relasi kuasa yang timpang antara pelaku dan korban, sehingga korban cenderung diam atau tidak berani melaporkan kasusnya. Bisa jadi, si anak malu atau takut jika bercerita atau melapor maka gurunya mengancam tidak memberi nilai di raport,” terang Nurhuda yang juga anggota Fraksi PKB ini.
Kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak korban seringkali menimbulkan trauma yang berkepanjangan. Bahkan tak sedikit korban yang justru menerima stigma buruk dari masyarakat. Oleh karena ini korban butuh pemulihan.
“Negara harus memastikan ketersediaan layanan konseling dan psikologis bagi korban, anggaran untuk jasa konselor termasuk rehabilitasi sosial bagi korban,” lanjutnya.
Para korban yang merupakan peserta didik berada dalam kondisi tidak berdaya (powerless) karena relasi kuasa korban dengan guru yang dipandang memiliki kuasa otoritas keilmuan dan juga termasuk tokoh masyarakat.
Kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan bertentangan dengan tujuan pembentukan negara Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, penyelenggaraan pendidikan wajib memegang beberapa prinsip, yakni diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
Nurhuda menambahkan, bahwa aparat kepolisian harus mengambil langkah tegas dengan mengusut tuntas kasusnya dan menghukum pelakunya agar mendapatkan efek jera. Seharusnya, sebagai guru agama dan Pembina OSIS ia menjadi teladan dan tokoh panutan. Namun yang terjadi justru oknum AM ini merusak citra dan nama baik lembaga pendidikan maupun pemerintah.
“Saya pribadi akan terus mengawal advokasi terhadap kasus ini. Karena upaya ini adalah bagian dari tugas saya di Komisi VIII,” terangnya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sebagaimana diketahui, kasus kekerasan seksual ini terungkap setelah salah satu orang tua korban melaporkan kejadian dan pelakunya ke Polres Batang. Akibat laporan tersebut, pihak kepolisian langsung memeriksa korban yang didampingi orang tua dan mengumpulkan barang bukti serta visum. Hasil visum menunjukkan bahwa korban telah mendapatkan pelecehan seksual.
Saat ini, pihak kepolisian telah menerima laporan secara resmi dari tujuh korban. Dugaan sementara masih banyak korban yang belum melapor, karena malu dan takut. Apalagi korban rata-rata adalah anak-anak yang masih di bawah umur.
Dalam pengembangan perkara, pihak kepolisian telah menemukan sekitar 30 korban yang mendapatkan kekerasan seksual di lingkungan sekolah antara kurun waktu Juni sampai Agustus. Satreskrim Polres Batang juga telah memeriksa pelaku. Pelaku juga mengakui semua perbuatannya. Kini, pelaku sudah diamankan oleh Satreskrim Polres Batang.
Pelaku berinisial AM adalah seorang guru agama yang juga sebagai Pembina OSIS. Melalui kegiatan OSIS, pelaku mencabuli siswinya dengan melakukan bujuk rayu. Sebagian korban mendapatkan pelecehan seksual namun ada juga yang disetubuhi. (Enrico N. Abdielli)