Kamis, 18 September 2025

BISA GAK NIH..? Kewajiban Plasma Naik Jadi 30%, Petani Sawit: Sudah Saatnya Masyarakat Merasakan Manfaat

JAKARTA- Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid membuat aturan baru. Perusahaan sawit yang mengajukan hak guna usaha (HGU) baru, diwajibkan langsung merealisasikan plasma 20 persen kepada masyarakat. Sementara perusahaan yang melakukan perpanjangan HGU, kewajiban plasmanya dinaikkan 10 persen menjadi 30 persen.

Pengurus DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Dermawan Harry Oetomo menilai kebijakan tersebut adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang berada di lokasi sekitar operasional perusahaan.

“Gerakan Serentak Sawit yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto dan Kementerian ATR/BPN yang dipimpin oleh Nusron Wahid telah mencuri perhatian dunia. Perusahaan telah menikmati keuntungan berpuluh tahun lamanya, namun sering kali program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dijalankan tidak mencapai sasaran yang jelas. Inilah saatnya bagi masyarakat sekitar untuk merasakan manfaat yang sesuai dengan amanat dari salah satu poin Asta Cita, yaitu membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi serta pemberantasan kemiskinan,” ujarnya, Senin (3/2).

Menurutnya, kewajiban plasma juga sekaligus mewujudkan makna dari prinsip hukum Salus Populi Suprema Lex yang berarti kesejahteraan dan kemakmuran rakyat merupakan hukum tertinggi pada suatu negara.

Kemudian juga relevansi dengan UUD 1945 Pasal 28 Huruf A-J dan Pasal 33 Ayat 3. “Artinya, sesuai dengan ekspektasi Presiden Prabowo Subianto, kepentingan rakyat di atas segala-galanya,” tukasnya.

Ia berharap, gerakan ini akan memberikan nilai manfaat dan nilai tambah serta nilai tawar yang dapat mendorong peningkatan produktivitas dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan, khususnya di kawasan sentra-sentra sawit. Dengan dilengkapinya dokumen administrasi yang sah terkait status dan legalitas lahan, diharapkan dapat mengurangi pro-kontra serta menghindari konflik berkepanjangan yang kerap berujung pada bentrokan antar sesama anak bangsa Indonesia yang seharusnya bisa dihindari.

“Inilah sebuah revolusi pola pikir yang dibawa oleh kepala negara Indonesia bersama jajaran menteri dalam Kabinet Merah Putih. Fenomena ini diharapkan menjadi solusi yang memperhatikan sektor hulu sawit dan didukung dengan penguatan kelembagaan petani kelapa sawit se-Indonesia. Hal ini akan menggerakkan sektor hilirisasi yang mengarah pada tercapainya dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan yang menciptakan win-win solution bagi seluruh rakyat Indonesia di masa depan,” tandasnya.

Aturan Plasma Sawit Wajib Bagi Perusahaan Naik Jadi 30%

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ART/BPN), Nusron Wahid, menetapkan kenaikan kewajiban pemberian plasma kebun sawit menjadi 30% dari semula 20%.

Sementara saat ini, Nusron mengatakan ada sebanyak 16 juta hektar (ha) HGU yang dipegang oleh sekelompok pengusaha kelapa sawit yang memegang Izin Usaha Perkebunan (IUP) 2.869.

“Minimal untuk masyarakat, sehingga 30% plasma-nya untuk yang pembaruan,” kata Nusron dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

“Nah karena itu supaya ini petani lebih banyak menikmati, kita menggunakan penegakan dan alokasi modern seperti ini,” tambahnya.

Nusron mengatakan, kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan komitmen pelaksanaan CSR perusahaan kelapa sawit. Ia pun mengingatkan, perusahaan tidak akan diberi HGU jika program CSR dan plasma tidak diberikan.

“Kalau tidak ada komitmen dalam bentuk pemberian plasma, sekarang tidak bisa diberikan lagi. Dulunya plasma itu hanya dijanjikan nanti setelah perpanjangan, waktu perpanjangan (HGU),” tegasnya.

Aturan tersebut berlaku khusus bagi perusahaan kelapa sawit yang hendak memperpanjang Hak Guna Usaha (HGU) di tahap ketiga. Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), HGU berlaku paling lama 25 tahun hingga 35 tahun.

“Kita minta tambah karena dia sudah menikmati selama 60 tahun, ditambah 35 tahun lagi, jadi 95 tahun. Kita tambah, kita kalau seluruhnya cuma 20%, untuk tahap ketiga kita minta tambah, ditambah 10%,” jelasnya.

Nusron juga mengatakan, pihaknya akan melakukan audit plasma di bidang supply chain untuk memastikan kerja sama perusahaan dengan petani bisa berjalan baik. Pasalnya, ia mengaku menemukan kasus petani yang diberi plasma berbasis koperasi yang dikelola perusahaan.

“Memang betul tanah tersebut diberikan kepada koperasi, tapi masih banyak yang koperasinya itu koperasi karyawan di perusahaan setempat. Ini yang membuat kami “tidak puas”. Kenapa? Karena ujung-ujungnya mereka itu hanya sebagai karyawan, bukan sebagai pengelola atas lahan,” tutupnya. (Calvin G. Eben-Haezer)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru