Senin, 11 November 2024

BISA GAK…? Suluh Perempuan: Stop Kekerasan Seksual Di Kampus, Sahkan RUU TPKS dan RUU PPRT

JAKARTA- Akhir-akhir ini netizen dihebohkan dengan kasus kekerasan seksual di kampus. Kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh dosen kepada mahasiswanya, kasus kekerasan seksual yang dilakukan senior kepada mahasiswi menunjukkan betapa kekerasan seksual terjadi karena adanya relasi yang timpang atau relasi kuasa antara pelaku dengan korbannya.

“Hal ini menyebabkan angka kekerasan seksual di kampus terus naik dan korban tak berani melaporkan kasusnya. Tidak asa alasan untuk mwmpertahankan kekarasaan seksual pada perempuan. Dukung Permendikbud Dikti No 30 Tahun 2021,” demikian, Siti Rubaidah, Ketua Umum Suluh Perempuan kepada pers, Kamis (9/12).

Ia memaparkan, menurut survey yang dilakukan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran menunjukkan bahwa dari 612 responden terdapat 22,1% yang mengaku pernah mengalami kekerasan seksual di kampus.

Sebanyak 73,4% pernah mendengar adanya kasus kekerasan seksual di kampus. Sebanyak 67,6% belum merasa terlindungi dari ancaman kekerasan seksual dan 97,9% setuju perlunya regulasi terkait penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus.

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi yang telah ditetapkan 31 Agustus 2021 hadir dan menuai berbagai sambutan positif.

“Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 ini hadir untuk menjawab keresahan mahasiswa, dosen, pimpinan perguruan tinggi, dan masyarakat tentang meningkatnya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi,” jelasnya.

Hari Anti Kekerasan

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) diperingati oleh perempuan di seluruh dunia setiap tahun mulai tanggal 25 November sampai 10 Desember. Peringatan ini menjadi momentum bersama untuk menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah sebuah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus kejahatan kemanusiaan.

Kasus kekerasan terhadap perempuan seperti fenomena gunung es. Artinya, kasus-kasus yang muncul dalam pemberitaan hanyalah sederet kasus yang tampak di permukaan. Namun demikian, masih banyak kasus kekerasan terhadap perempuan yang tidak muncul ke permukaan. Korban seringkali enggan melaporkan kasusnya karena malu. Bahkan tak sedikit yang mencabut laporannya karena korban seringkali disalahkan dan mendapatkan kriminalisasi.

Kuatnya budaya patriarki dan pembakuan norma yang tidak adil terhadap perempuan turut berperan terhadap tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan. Situasi pandemi covid-19 semakin memperburuk situasi. Kondisi terisolasi, beban perawatan dan pengasuhan yang masih dibebankan kepada perempuan membuat perempuan dan anak rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sementara itu, ruang publik juga belum ramah terhadap perempuan. Berbagai kasus pelecehan hingga kekerasan seksual seringkali dijumpai.

Di sisi lain, Undang-Undang yang sekarang ada juga belum mengakomodir kekerentanan yang dialami oleh pekerja rumah tangga (PRT). RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau yang sering disingkat RUU PPRT ini telah didesakkan oleh gerakan perempuan selama 17 tahun. Namun, sampai detik ini pembehasannya selalu blunder dan belum mendapat perhatian dari para anggota dewan yang terhormat.

Untuk mengurangi tingginya angka kekerasan terhadap perempuan, masih kuatnya stigma buruk terhadap perempuan korban, dan jaminan perlindungan negara terhadap nasib pekerja rumah tangga maka dibutuhkan sebuah upaya dan langkah kongkrit. Negara tak boleh abai dan membiarkan para korban jatuh bergelimpangan. Negara juga harus hadir memberikan upaya pelindungan dan penghormatan terhadap hak-hak para pekerja rumah tangga.

Oleh karena itu perlu gerak bersama dan saling sinergi antara berbagai elemen masyarakat untuk mendorong segera disahkannya dua payung hukum bagi perempuan Indonesia. Indonesia membutuhkan dua payung hukum, yaitu RUU TPKS dan RUU PPRT.

Dalam rangka Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), Suluh Perempuan meminta negara hadir dan mendengar suara Perempuan Indonesia.

“Segera sahkan RUU TPKS dan RUU PPRT. Dukung Permendikbud Dikti No 30 Tahun 2021,” tegasnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru