JAKARTA- Jaringan Gusdurian Indonesia mengecam keras tindakan diskriminatif dan intoleran yang dilakukan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cilegon terhadap umat kristiani di kota tersebut. Hal ini ditegaskan Alissa Wahid, Direktur Jaringan Gusdurian Indonesia.
“Kami minta keduanya untuk segera meminta maaf atas tindakannya tersebut, serta mengakhiri praktik diskriminasi terhadap warga dan memberikan perlindungan kepada semua agama sebagaimana diamanatkan undang-undang,” tegas putri Presiden RI ke 4, KH Abdurrachman Wahid kepada pers di Jakarta, Jumat (9/9).
Alissa Wahid juga dengan tegas menagih komitmen pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menjamin kebebasan warga negara untuk beribadah.
“Pemerintahan Joko Widodo harus tetap tegas dalam menegakkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang sepenuhnya menjamin kemerdekaan beragama,” ujarnya.
Ia mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk menjaga dan merawat kebinekaan dengan menghormati kebebasan beragama dan berkeyakinan semua warga negara.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, Rabu (7/9) Wali Kota Cilegon Helldy Agustian dan Wakil Wali Kota Sanuji Pentamarta ikut menandatangani penolakan rencana pendirian Gereja HKBP Maranatha di Cikuasa, Gerem, Kota Cilegon, di depan massa yang mengatasnamakan Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon.
“Aksi para pejabat publik tersebut telah nyata-nyata menciderai dan mengkhianati konstitusi Republik Indonesia,” tegas Alissa Wahid.
Tindakan ini menurutnya tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang praktik diskriminatif Pemerintah Kota Cilegon yang tercatat telah menolak 4 kali pengajuan izin Gereja HKBP Maranatha sejak tahun 2006 dan 5 kali menolak pengajuan izin Gereja Baptis Indonesia Cilegon sejak tahun 1995 seperti yang pernah dilaporkan YLBHI, pada tahun 2022.
Alissa mengingatkan, perlakuan pemerintah tersebut jelas bertentangan dengan prinsip pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, sebagaimana bunyi Pasal 29 Ayat (2) UUD NKRI yang secara tegas menyatakan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” (Web Warouw)