JAKARTA – Situasi di Myanmar masih terus memanas. Pihak junta militer, yang melakukan kudeta kekuasaan sejak 2021 lalu, masih terus terlibat perang dengan pihak milisi etnis pro demokrasi.
Meski begitu, eksistensi junta dalam perang ini mulai dipertanyakan. Terbaru, pemberitaan mulai muncul dari media lokal setempat, Irrawaddy, yang melaporkan bagaimana petinggi junta militer “hilang” tak muncul dalam perayaan penting negara itu akhir pekan lalu.
Dilaporkan bagaimana bos tertinggi junta, Jenderal Min Aung Hlaing, tak terlihat merayakan Festival Thingyan di paviliun militer di Pyin Oo Lwin di Mandalay, yang menjadi pusat akademi militer. Ini terjadi setelah pasukan perlawanan anti-junta menyerang kota itu dengan roket.
Irrawaddy menyebut hanya istrinya, Kyu Kyu Hla yang muncul, mewakili dirinya.
“Beberapa alasan mengatakan kakinya sakit,” muat media Myanmar itu dikutip Rabu (24/3/2024).
Bukan hanya Jenderal Min Aung Hlaing, Wakil Kepala Junta Myanmar Soe Win juga tak terlihat di depan umum selama lebih dari dua minggu. Rumor mengatakan ia terluka parah dalam serangan pesawat tak berawak (drone) pasukan perlawanan anti-junta pada 9 April.
Pasukan perlawanan anti-junta sempa mengklaim Soe Win berada di markas Komando Tenggara di Mawlamyine ketika mereka melakukan serangan pesawat tak berawak pada tanggal 8 dan 9 April. Namun kunjungan Soe Win tidak diumumkan di media pemerintah.
“Yang jelas, istri Soe Win, Than Than, (juga) tidak hadir dalam perayaan di Naypyitaw, sehingga memicu spekulasi bahwa ia sedang sibuk menyusui suaminya,” muat media tersebut lagi.
“Soe Win belum terlihat di depan umum sejak ia mengunjungi kota garnisun Ba Htoo di negara bagian Shan selatan pada tanggal 3 April,” tambahnya.
Mengutip media People’s Spring, juru bicara Unit Pasukan Pertahanan Rakyat Myanmar Pasukan Teknis- milisi anti-junta- Shar Htoo Waw juga menegaskan keyakinannya akan terlukanya parahnya Soe Win. Sebuah balok, katanya, telah menimpa Soe Win saat penyerangan.
“Seorang komandan taktis, wakil direktur artileri, dan seorang kolonel dari Komando Tenggara (juga) tewas seketika dalam serangan pesawat tak berawak tanggal 9 April, “tambahnya lagi.
Meski begitu dalam wawancara dengan BBC, juru bicara junta Mayor Jenderal Zaw Min Tun mengatakan bahwa Soe Win menjalankan tugasnya seperti biasa. Ia juga mengatakan kepada Voice of America (VOA) bahwa Soe Win menerima perawatan untuk cedera yang dideritanya akibat serangan pesawat tak berawak adalah salah.
Di sisi lain, Irrawaddy juga menulis bagaimana rumor lain mengatakan bahwa Soe Win sengaja dibersihkan Min Aung Hlaing. Ini karena serangkaian kekalahan militer Myanmar selama lima bulan terakhir yang memuat popularitas Min Aung Hlaing memudar.
“Para pendukung militer menyatakan dukungan mereka terhadap Soe Win untuk mengambil alih militer,” kata sumber di militer Myanmar.
Isu pembersihan ini juga didukung fakta ditangkapnya mantan Letnan Jenderal Myint Hlaing di rumahnya karena dugaan korupsi sesaat sebelum Festival Thingyan. Myint Hlaing dikenal sebagai seorang garis keras dan terkenal karena menyuruh para petani untuk tidak makan satu kali sehari demi menghemat uang guna membayar kembali pinjaman pertanian mereka kepada pemerintah.
“Ada spekulasi bahwa dua jenderal lainnya ditangkap bersama Myint Hlaing karena diduga berencana menggulingkan Min Aung Hlaing,” tambah media Myamar itu meski menyatakan verifikasi tidak dapat dilakukan.
Para Jenderal yang Hilang atau Dieksekusi
Wakil Kepala Junta Soe Win Salah satu nama yang paling menonjol dalam daftar ini adalah Wakil Kepala Junta Soe Win. Dia tidak terlihat di depan umum selama lebih dari dua pekan, memicu desas-desus yang tersebar luas bahwa dia terluka parah dalam serangan drone pada 9 April 2024. Soe Win berada di Komando Tenggara di Mawlamyine, Negara Bagian Mon yang mengawasi operasi militer di Kota Myawaddy, negara bagian Karen, ketika pasukan pemberontak menyerang pangkalan tersebut dengan drone.
Ketidakhadiran Soe Win dalam perayaan Tahun Baru tradisional Myanmar di ibukota administratif Naypyitaw semakin meningkatkan spekulasi tentang kondisinya yang misterius. Wakil jenderal senior ini sebelumnya tidak pernah absen menghadiri perayaan tahunan di paviliun yang didirikan oleh keluarga mereka yang memiliki hubungan dengan Kantor Panglima Tertinggi dan Wali Kota Naypytaw. Soe Win belum terlihat di depan umum sejak dia mengunjungi kota Ba Htoo di Negara Bagian Shan selatan pada 3 April 2024.
Tiga Jenderal Dihukum Mati, Tiga Dipenjara Seumur Hidup
Selain itu, ada juga laporan tentang jenderal yang dihukum mati oleh junta Myanmar. Tiga perwira tinggi berpangkat brigadir jenderal dihukum mati dan tiga brigjen lainnya dihukum penjara seumur hidup karena menyerah pada pemberontak.
Junta militer Myanmar telah menjatuhkan hukuman mati dan hukuman penjara seumur hidup kepada enam brigadir jenderal setelah mereka menyerah kepada pasukan perlawanan di Negara Bagian Shan utara awal bulan ini, menurut laporan media lokal.
Mengutip “sumber militer yang dapat dipercaya,” Kantor Berita Chindwin melaporkan brigadir jenderal tersebut dijatuhi hukuman oleh pengadilan militer di Naypyidaw pada tanggal 20 Januari 2024.
“Dari enam orang tersebut, tiga orang dijatuhi hukuman mati dan tiga orang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup,” ungkap laporan Chindwin.
Ye Myo Hein, pengamat politik Myanmar yang berafiliasi dengan Institut Perdamaian Amerika Serikat, mengutip sumber-sumber lokal yang mengatakan lima brigadir jenderal dijatuhi hukuman: tiga orang dijatuhi hukuman mati, dan dua orang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Keenam jenderal tersebut bertanggung jawab merundingkan penyerahan Komando Operasi Regional militer di Laukkai, ibu kota Zona Pemerintahan Sendiri (SAZ) Kokang di Negara Bagian Shan bagian utara, kepada Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA) pada tanggal 5 Januari 2024.
MNDAA berhasil merebut Laukkai sebagai salah satu tujuan utama Operasi 1027, serangan yang dilancarkan kelompok pemberontak tersebut bersama sekutunya, Tentara Arakan dan Tentara Pembebasan Nasional Ta’ang. Langkah ini menyelesaikan penaklukan kembali Kokang yang telah lama dinantikan para pemberontak, setelah militer Myanmar mengusir mereka pada tahun 2009.
Mereka yang dihukum adalah Brigjen Moe Kyaw Thu, komandan komando militer Laukkai, yang dilaporkan memimpin pembicaraan penyerahan diri dengan MNDAA, dan Brigjen Tun Tun Myint, kepala Komando Timur Laut yang mengetuai badan administratif Kokang selama tahap awal Operasi 1027 pada bulan November.
Hilang Kendali Di 30 Kota
Sejak awal operasi, militer telah kehilangan kendali atas sekitar 30 kota, beberapa ratus pangkalan dan pos terdepan, termasuk pusat komando, dan beberapa penyeberangan perbatasan penting dengan China. Namun jatuhnya Kokang, dan runtuhnya posisi militer di Negara Bagian Shan bagian utara, merupakan kemunduran yang paling signifikan.
Selama penyerahan Komando Operasi Regional di Laukkai, hampir 2.400 tentara Myanmar menyerahkan senjata mereka. Ini dilaporkan sebagai penyerahan senjata terbesar dalam sejarah angkatan bersenjata Myanmar. Dengan menyerahkan senjata, para tentara diizinkan melakukan perjalanan yang aman ke Lashio, 186 kilometer ke arah barat daya, bersama dengan keluarga mereka.
Menurut Irrawaddy, keenam jenderal tersebut kemudian diterbangkan dengan helikopter militer ke Lashio, di mana mereka ditahan di markas Komando Timur Laut untuk diinterogasi. Mereka kemudian diterbangkan untuk menghadapi pengadilan militer di Naypyidaw, sementara perwira junior dipromosikan untuk menggantikan mereka.
Chindwin News mengutip laporan yang belum dikonfirmasi bahwa pemimpin junta Jenderal Senior Min Aung Hlaing “sangat marah melihat enam brigadir jenderal mengadakan makan malam bersama di kota Laukkai” setelah penyerahan diri. Foto tersebut telah disebarluaskan di media sosial oleh MNDAA dan organisasi media afiliasinya.
Kalimat-kalimat keras tersebut secara bersamaan menunjukkan hilangnya muka yang luar biasa akibat penyerahan Laukkai, keputusasaan pihak militer, dan ketidakmampuan mereka membalikkan kekalahan di medan perang.
Dalam pengarahan baru-baru ini di Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS), Morgan Michaels menulis junta militer didekati perantara China pada tahap awal Operasi 1027 dan diberi kesempatan merundingkan penyerahan Kokang SAZ.
Min Aung Hlaing menolak melakukannya, namun juga gagal melancarkan serangan balasan yang berarti. Hal ini menyebabkan para jenderalnya harus merundingkan perjanjian ad hoc dari posisi yang lemah, tanpa mendapatkan imbalan apa pun yang berarti.
Eksekusi terhadap jenderal-jenderal terkemuka karena membuat keputusan yang mungkin merupakan satu-satunya keputusan rasional dalam situasi ini, tidak akan banyak membantu meningkatkan semangat juang di dalam jajaran militer Myanmar yang menderita defisit moral yang besar setelah berbulan-bulan mengalami kekalahan yang memalukan.
Pemberontakan yang sejatinya adalah perang saudara di Myanmar itu telah menimbulkan dampak yang mendalam dan merusak bagi negara dan rakyatnya. Hilang atau dieksekusinya beberapa jenderal hanya menambah daftar panjang penderitaan yang disebabkan konflik ini. (Enrico N. Abdielli)