Revitalisasi BRIN mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan. Diharapkan BRIN bisa mendorong inovasi tehnologi untuk mensejahyerahkan rakyat. Dr Kurtubi dari Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia dan Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019 menuliskannya kepada pembaca Bergelora.com. (Redaksi)
Oleh: Dr. Kurtubi
PERUBAHAN kelembagaan terkait masalah Penelitian Pengembangan Invensi dan Inovasi Teknologi jangan sampai malah terjadi kemunduran.
Banyak hal yang perlu mendapatkan perhatian BRIN. Masalah energi nuklir yang seolah jalan ditempat selama puluhan tahun, energi terbarukan yang bersifat intermitten yang masuk sistem grid PLN perlu inovasi agar tidak menimbulkan masalah terkait biaya dan stabilitas based load dalam menunjang industrialisasi.
Belum lagi sektor tambang batubara yang membutuhkan inovasi teknologi untuk diubah menjadi Sisi Hulu dari industri petrokimia berbasis batubara yang terintegrasi hulu-hilir, pasca zero emisi gas rumah kaca disekitar tahun 2050
Ada banyak masalah bangsa yang mendesak untuk bisa dijawab oleh BRIN karena sudah terbengkalai lebih 30 tahun, seperti di sektor migas.
Misalnya, contoh kongkrit yang seyogyanya bisa di jawab oleh BRIN saat ini adalah bagaimana cadangan gas raksasa di Natuna Utara bisa segera dikembangkan dan dibangun industri terintegrasi berbasis gas dengan dukungan listrik dari PLTN.
Perlu penelitian dan INOVASI Teknologi yang efisien untuk memisahkan gas CO2 yang besar dari gas CI methan C2 ethan yang bisa dialirkan melalui pipa atau dikonversi menjadi LNG untuk bisa diekspor.
Gas C3 prophane dan C4 buthane untuk menjadi LPG. Sementara CO2 bisa diproses menjadi petrokimia methanol.
Atau berbagai alternatif teknologi proses antuk memanfaatkan cadangan gas Natuna Utara ini termasuk gas CO2 dalam jumlah besar yang terkonsentrasi disatu lokasi.
Merubah skenario sebelumnya dengan menginjeksikan CO2 kembali ke perut bumi seperti skrnario di masa Pak Habibie dulu.
Penelitian dan Inovasi teknologi gas ini sangat diperlukan agar segera cadangan gas raksasa di Natuna bisa dikembangkan secara efisien dengan kehadiran industri berbasis gas secara de facto di Natuna Utara.
Strategi mempercepat pengembangan cadangan gas Natuna Utara ini juga dimaksudkan agar klaim Chins dengan dalih “nine dash-line” atas kawasan Laut Natuna Utara tempat kekayaan alam gas ini berada, tidak berlanjut menjadi kenyataan.
Soalnya, hingga hari ini China tidak mengakui Kawasan ZEE Indonesia di Natuna Utara ini yang oleh PBB sudah diakui berdasarkan UNCLOS 1986.
China tetap ngotot mengklaim sebagai miliknya dengan dalih ‘ Nine dash line’ sebagai wilayah pemancingan traditional China yang tidak ada dasar hukumnya.
Kalau para Ahli dan Peneliti kita tidak bergerak cepat untuk memberi solusi inovatif yang applicable, maka bukan tidak mungkin cadangan gas raksasa ini akan dicaplok China, dimana kapal-kapal perang mereka hilir mudik di sekitar Natuna Utara.
Kita, butuh BRIN cerdas, tanggap dan solutif!