JAKARTA – Dana belanja daerah yang semestinya dibelanjakan, malah diparkir di bank daerah. Pantas saja, pembangunan dan peningkatan ekonomi di daerah melambat. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun mengancam menghentikan dana transfer daerah, bila dana itu tidak segera digunakan.
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Agus Fatoni mengatakan, dana simpanan Pemerintah Daerah (Pemda) di bank daerah sebesar Rp 191,58 triliun.
Pemda juga masih dianggap lambat bekerja. Terlihat realisasi belanja daerah hingga 31 Mei 2022 baru mencapai Rp 253,3 triliun (21,43 persen). Padahal, dana itu mestinya dibelanjakan untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN) ditengah pandemi Covid-19, hal itu sesuai dengan program Pemerintah Pusat.
Karena itu, Agus menegaskan, akan menindak tegas Pemda yang tidak mau bergerak cepat membelanjakan dana tersebut untuk kesejahteraan masyarakat. “Sebagai punishment-nya, dana transfer daerah bisa kami potong, dihentikan atau ditunda. Kalau dananya masih ada di bank daerah, buat apa dikasih lagi,” tegas Agus,
Ia menjelaskan, kebanyakan simpanan Pemda untuk provinsi dan kabupaten kota dalam bentuk giro sebesar Rp 136,81 triliun, kemudian deposito Rp 49,75 triliun dan tabungan Rp 5,02 triliun. “Besaran dana tersimpan di bank, ditentukan oleh APBD tetapi juga ditentukan oleh besarnya pendapatan yang sudah masuk,” ujarnya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan secara rinci, berdasarkan klasifikasi per provinsi, maupun kabupaten dan kota. Provinsi DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan dana tersimpan di perbankan mencapai Rp 7,85 triliun.
Kemudian diikuti Provinsi Aceh senilai Rp 6,53 triliun, Provinsi Jawa Barat sebesar Rp 6,50 triliun, Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 5,96 triliun dan Provinsi Papua sebesar Rp 4,68 triliun. Sementara provinsi dengan dana mengendap di bank terendah berada di Provinsi Kepulauan Riau yang hanya Rp 351,36 miliar.
Kemudian berdasarkan kabupaten, dana yang mengendap terbesar yaitu Kabupaten Bojonegoro Rp 3,03 triliun, Kabupaten Bengkalis Rp 1,19 triliun, Kabupaten Kutai Timur Rp 1,128 triliun, Kabupaten Mimika Rp 1,12 triliun, dan Kabupaten Bekasi Rp 1,02 triliun.
Anak buah Mendagri Muhammad Tito Karnavian ini mengungkapkan, Pemda menghadapi berbagai kendala dalam merealisasikan belanjanya. Kemendagri mencatat, setidaknya ada 10 alasan mengapa belanja daerah seringkali terhambat.
Pertama, keraguan aparat dalam memulai kegiatan akibat perencanaan tidak matang. “Ada keragu-raguan, mau diteruskan atau dilakukan perubahan. Itu yang menyebabkan rendahnya realisasi belanja,” terang pria kelahiran Lampung ini. (Web Warouw)