Selasa, 8 Oktober 2024

BUTUH KEMENTERIAN INDONESIA TIMUR..! Menuju Indonesia Emas 2045, Kawasan Timur Jangan Ditinggalkan!

JAKARTA- Ketertinggalan kawasan timur Indonesia sangat dalam, sehingga diperlukan upaya luar biasa untuk mempercepat laju pembangunan kawasan timur. Untuk mencapai Indonesia emas 2045 hanya bisa terjadi kalau ada perlakuan khusus terhadap kawasan timur. Salah satu yang bisa dilakukan dengan membentuk kementerian Percepatan Kawasan Indonesia Timur yang secara khusus mengawal perencanaan, pelaksanaan dan memonitor semua program dan kebijakan afirmasi kawasan timur.

Hal itu terungkap dalam Forum Group Diskusi (FGD) yang diinisiasi Archipelago Solidarity Foundation di Jakarta, Sabtu (21/9/2024). Diskusi ini membahas mengenai urgensi keberadaan kementerian khusus kawasan timur dan dihadiri beragam latar belakang, seperti akademisi, aktivis sosial, peneliti, masyarakat adat, wartawan, pengacara, NGO, profesional, dan tokoh masyarakat.

FGD membedah Mengapa dibutuhkan Kementerian Kawasan Timur Indonesia, Sabtu (21/9) di Jakarta. (Ist)

Kegiatan ini dihadiri antara lain, Direktur Archipelago Solidarity Foundation Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina, Prof. Dr. Augy Syahailatua (BRIN), Dr. Moh. Ishak Tan (dosen), Dr. Laus C. Rumayon (dosen), Dr. Marthen Timisela (dosen), Donatus Gede Sabon (aktivis sosial), Murad Malawat, SH,MH (pengacara); Burhan J. Tjiu, SH. Yohan Naning, Web Warouw (aktivis pergerakan 98/jurnalis), Daniel Tagukawi (jurnalis), Badri Tubaka (FPMM). Viona Pattiiha, SH. Theopilus Luis, Muffi Matulessy, Ir. Vini Prasasti Asshafah Tan, Kosmus Kaay, Yorkn Merahabla.
Kondisi kawasan timur sangat jauh tertinggal dalam berbagai bidang.

Bahkan, kalau dibandingkan dengan kawasan barat ada ketimpangan yang luar biasa. Untuk itu, tanpa perlakuan khusus, maka cita-cita Indonesia Emas 2045 hanya sekadar slogan bagi kawasan timur.

“Dibutuhkan satu pengungkit yang benar-benar membawa loncatan besar untuk kawasan timur. Tidak bisa dengan cara biasa-biasa seperti selama ini. Harus ada institusi negara yang secara khusus mengurus kawasan timur. Tidak ada salahnya kalau pemerintahan mendatang membentuk kementerian Kawasan timur. Ini sangat penting untuk memastikan perencanaan dan pelaksanaan berbagai program yang berkaitan dengan Kawasan timur,” jelas Engelina Pattiasina.

Menurut Engelina, selain kekayaan alam di kawasan timur, pemerintah perlu dan mungkin sudah menyadari kalau kawasan timur ini berada dalam gugusan pasifik. Secara geopolitik, kawasan ini menjadi pusat baru dalam perebutan pengaruh dan hegemoni dari negara-negara maju dan kuat.

“Kalau situasi keterpurukan ini dibiarkan, maka kawasan timur ini akan menjadi sasaran dan larut dalam tarik menarik kepentingan negara lain. Hal itu itu tidak terhindarkan karena wilayah yang strategis dengan kekayaan alam yang luar biasa,” tegas Engelina.

Menurut Engelina, salah satu persoalan mendasar ketertinggalan kawasan timur karena ada sejumlah regulasi yang memang sangat merugikan kawasan timur, misalnya pembagian DAU yang menjadikan darat dan jumlah penduduk sebagai indikator utama. Hal ini menyebabkan, anggaran negara yang mengalir ke kawasan timur jauh lebih kecil, bahkan kalau dibandingkan dengan satu atau beberapa provinsi di kawasan lain.

Senada dengan Engelina, Akademisi dari Universitas Cendrawasih Papua Laus Rumayon juga menggarisbawahi aspek geopolitik kawasan timur. Dia melihat tidak adanya upaya yang konkret untuk mengembangkan kawasan timur, sementara sejumlah negara berlomba menyiapkan desain untuk menebarkan pengaruh ekonomi dan pertahanan di pasifik.

“Sudah ada yang desain seperti kawasan timur itu di masa depan. Mereka tidak lagi menjadikan negara sebagai acuan utama, tetapi keberadaan sumber daya alam menjadi sasaran di masa depan,” tegasnya.

Untuk itu, katanya, perlu adanya satu rencana yang matang untuk mempercepat pengembangan kawasan timur, sekaligus untuk mengantisipasi ancaman pengaruh dari negara asing yang berebut pengaruh di Pasifik.

“Semua perlu duduk Bersama untuk melahirkan paradigma baru percepatan pengembangan kawasan timur, termasuk mempertimbangkan pendekatan antropologis sosiologis,” katanya.

Menurutnya, berbagai konflik yang ada di Papua, misalnya, boleh dibilang sudah mengarah kepada genosida merangkak (creeping genocide), sehingga semakin menyulitkan untuk mengejar ketertinggalan yang ada.

Sementara itu, Prof. Augy mengatakan, sebenarnya kawasan timur memiliki sejumlah keunggulan, termasuk sumber daya alam, sehingga kalau dimaksimalkan sangat berpotensi untuk mempercepat kemajuan kawasan timur. Hanya saja, kata Augy, dia belum melihat adanya upaya sistematis dan konsisten untuk mengembangkan potensi yang ada.

Dia menjelaskan, dari sisi waktu saja, sebenarnya kawasan timur memiliki keunggulan karena lebih duluan aktif sekitar dua jam dibandingkan dengan wilayah di kawasan lain. Dengan keunggulan ini, sebenarnya ada sejumlah peluang yang terbuka untuk berbagai aktivitas, terutama di bidang ekonomi.

“Hanya saja, seolah ada kekhawatiran dan seolah tidak mau kalau kawasan timur ini maju. Jadi, tidak ad acara lain, kecuali semua elemen di kawasan timur bersatu untuk melahirkan satu gagasan yang utuh untuk mempercepat kemajuan kawasan ini,” jelas Augy.

Menurut Ishak Tan, perlu adanya pemikiran yang utuh mengenai pengembangan kawasan, dengan memperhatikan berbagai potensi, peluang dan hambatan yang ada di kawasan timur. Dengan pendekatan yang lebih utuh dan konsisten, maka percepatan yang diharapkan dapat direalisasikan sesuai dengan potensi yang ada.

“Di sisi lain, kita juga harus mengubah perilaku, sehingga investor tidak takut datang ke kawasan timur. Bagaimana kita membutuhkan investor, sehingga perlu ada situasi yang mendukung jaminan investasi,” tuturnya.

Web Warouw mengatakan, dengan kekayaan alam yang ada di kawasan timur diperlukan satu upaya dan perjuangan, sehingga pemanfaatan kekayaan alam itu benar-benar dirasakan rakyat. Selain itu, kekayaan alam itu juga menjadi kekuatan untuk mendongkrak kesejahetraan rakyat. Namun, kalau kekayaan alam itu dikelola tanpa adanya pengawalan dari rakyat dan para elite, maka dengan sendirinya tidak akan membawa manfaat ekonomi yang semestinya.

“Ini harus menjadi fokus dari semua komponen dan elemen rakyat yang ada,” tegasnya.

Menurut Web, keberadaan satu institusi, seperti kementerian akan memudahkan dalam mengawal berbagai kepentingan dan program yang berkaitan dengan kawasan timur. Utamanya, untuk memastikan manfaat SDA bagi kesejahteraan rakyat.

Sementara itu, Burhan menyoroti praktik ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam yang ada. Misalnya, ada perkebunan di Pulau Seram yang praktis tidak memiliki pengaruh apapun terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar.

Menurutnya, persoalan keadilan dalam pengelolaan SDA harus menjadi perhatian serius, sehingga kekayaan yang ada bisa bermanfaat bagi rakyat. Hal ini hanya bisa terjadi, jika kepala daerah diberikan kewenangan lebih untuk mengelola sumber daya alam yang ada di wilayahnya.

Murad Malawat mengatakan, kawasan timur perlu menyatukan langkah dengan melibatkan semua komponen yang ada, sehingga bisa sama-sama bergerak untuk memperjuangan berbagai kepentingan kawasan timur.

Menurutnya, tidak cukup kuat kalau hanya beberapa elemen yang terus bergerak. Untuk itu, katanya, perlu adanya konsolidasi yang kuat untuk menyatukan gagasan dan ide mengenai pengembangan kawasan timur.

Sedangkan Marthen Timisela secara khusus menyoroti kualitas sumber daya manusia (SDM) di kawasan timur yang semakin tertinggal. Menurutnya, perlu ada perencanaan yang kuat untuk menomorsatukan pendidikan bagi generasi muda, sehingga bisa melahirkan SDM yang berkualitas dan mampu bersaing. Dia menyayangkan, karena kepedulian terhadap pendidikan yang tidak terlalu mendapat prioritas dalam praktik di lapangan. Dia mengingatkan, kualitas pendidikan akan menentukan masa depan kawasan timur.

Kepada Bergelora.com Muffi Matulessy seorang mahasiswa hukum di Jakarta menegaskan bahwa kawasan Indonesia timur bukan tertinggal melainkan sengaja ditinggal sehingga secara objektif menjadi tertinggal.

“Wilayah Indonesia timur kaya sumber daya alam dan mineral yang dari jaman kolonial sampai saat ini dieksploitasi dan ditinggalkan tanpa tanggung jawab pada masyarakat setempat. Tidak ada yang berubah sampai hari ini, kecuali kementerian khusus Indonesia timur yang pernah dibentuk Presiden Gus Dur direvitalisasi dan ditugaskan kembali untuk mempercepat pembangunan Indonesia Timur. (Calvin G. Eben-Haezer)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru